KULIAH UMUM FEB UI

10 Resep Jitu Tingkatkan Kepatuhan Pajak Ala James Alm

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Oktober 2016 | 15:57 WIB
10 Resep Jitu Tingkatkan Kepatuhan Pajak Ala James Alm Prof. James Alm saat mengajar kuliah umum di FEB UI, Depok, Rabu (5/10). (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Setidaknya terdapat beberapa resep jitu yang harus dipertimbangkan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Prof. James Alm dari Tulane University, Amerika Serikat dalam acara kuliah umum yang bertajuk: What motivates tax compliance? Theory and evidence from around the world.

Bertempat di Gedung Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, pria yang telah melakukan pendampingan reformasi pajak di berbagai negara tersebut meringkas teori, temuan lapangan, serta pengalamannya dalam 10 hal.

"Pertama, pemeriksaan atau audit, khususnya yang bersifat sistematis dan selektif akan sangat berpengaruh kepada kepatuhan. Kedua, persepsi atas intensitas pemeriksaan memainkan peranan penting," ujarnya, Rabu (5/10).

Baca Juga:
Otoritas Pajak Malaysia Kini Hanya Terima SPT Tahunan PPh OP Online

Sebagai contoh, lanjut Alm, di Amerika Serikat pemeriksaan hanya dilakukan untuk 0.6% dari SPT yang dilaporkan. Akan tetapi, sebagian besar wajib pajak takut untuk ‘berbuat curang’ karena mereka memiliki persepsi bahwa tingkat audit yang dilakukan IRS adalah sebesar 30-50%.

Ketiga, walau dalam teori, sanksi memberikan detterent effect namun dalam kenyataanya tidak terlalu signifikan. Hal lain yang perlu untuk dipertimbangkan juga oleh otoritas pajak bahwa sanksi tidak selalu bersifat pidana atau administrasi, namun juga bisa bersifat reputasi (mempermalukan). Keempat, wajib pajak membutuhkan suatu penghargaan atau imbal balik dari pajak yang mereka bayarkan.

Penegakan Hukum Setelah Pengampunan Pajak

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kelima, tarif pajak yang semakin tinggi dipercaya menciptakan keinginan untuk tidak jujur. Akan tetapi, hal tersebut hanya sensitif pada tarif yang dirasa tidak adil atau terlalu membebani. Keenam, norma sosial dan tax morale perlu untuk dibentuk secara positif.

Ketujuh, informasi dalam sistem pajak sangat dibutuhkan. Hal ini mencakup informasi yang dimiliki wajib pajak tentang belanja pemerintah, cara mematuhi regulasi, dan sebagainya, maupun informasi yang dimiliki otoritas dari pihak ketiga.

Kedelapan, jangan membuat sistem pajak yang kompleks. Hal itu hanya akan menciptakan keengganan, batasan, serta biaya untuk patuh. Kesembilan, dalam upaya mematuhi pajak individu tidak hanya didorong oleh faktor finansial semata tapi juga faktor ‘sosial’ yang sulit untuk dijelaskan, seperti simpati dan empati.

Baca Juga:
Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Terakhir, pengampunan pajak adalah program yang dapat memperbaiki kepatuhan selama bersifat transisi ke era yang baru dan harus diikuti oleh penegakan hukum. Tanpa adanya penegakan hukum, kepatuhan wajib pajak secara kolektif akan menurun pasca program tersebut. Selain itu, walau dirasa berhasil, pengampunan pajak tidak boleh dilakukan berkali-kali dalam waktu yang berdekatan.

Tiga Paradigma

Lebih lanjut lagi, Alm juga menjelaskan saat ini terdapat tiga paradigma dalam meningkatkan kepatuhan. Pertama, paradigma penegakan hukum (enforcement). Dalam paradigma ini, wajib pajak diasumsikan berpotensi sebagai penjahat. Oleh karena itu, sanksi yang berat serta intensitas pemeriksaan harus ditingkatkan.

Baca Juga:
Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

Kedua, paradigma pelayanan (service) yang percaya bahwa otoritas pajak harus berperan sebagai fasilitator dan bertugas melayani. Paradigma ini mengharuskan adanya transformasi dari otoritas pajak untuk berorientasi kepada customers, yakni wajib pajak.

Terakhir, paradigma kepercayaan (trust). Dalam paradigma ini, wajib pajak dianggap akan patuh jika terdapat suatu kepercayaan terhadap otoritas pajak. Otoritas pajak yang jujur akan menciptakan kepatuhan sukarela, oleh karena itu diperlukan perubahan ‘wajah’ dan budaya organisasi.

Lalu, paradigma mana yang paling tepat? Hal yang penting untuk diingat adalah pada dasarnya, wajib pajak adalah sekumpulan individu yang kompleks dan memiliki profil, psikologis serta perilaku yang berbeda-beda. “Oleh karena itu, dibutuhkan full house of strategies untuk meningkatkan kepatuhan dari individu yang berbeda-beda,” ujar Alm.

Alm menegaskan pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan yang merupakan bauran atas ketiga paradigma tersebut. Dengan demikian, motivasi setiap orang untuk patuh tergugah. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 08 Januari 2025 | 17:00 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

Wah! Driver Ojol Dapat Apresiasi dari KPP karena Lapor SPT Lebih Awal

Selasa, 07 Januari 2025 | 09:51 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: Rasio Kepatuhan Wajib Pajak di 2024 Sebesar 85,75 Persen

Senin, 30 Desember 2024 | 13:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

Apa Saja Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Setelah Punya NPWP?

BERITA PILIHAN
Kamis, 09 Januari 2025 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Tegaskan DPP 11/12 dari Harga Jual Untuk Hitung PPN, Bukan PPh

Kamis, 09 Januari 2025 | 11:30 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

Naikkan Kelulusan USKP, Bakal Ada e-Learning Pajak untuk Bahan Belajar

Kamis, 09 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Ketentuan Faktur Pajak dalam Masa Transisi PPN 12 Persen

Kamis, 09 Januari 2025 | 10:30 WIB CORETAX SYSTEM

Sepekan Diterapkan, Sri Mulyani Kembali Kunjungi ‘Dapur’ Coretax

Kamis, 09 Januari 2025 | 09:30 WIB PMK 32/2024

Dorong Industri Ramah Lingkungan, Fasilitas Bea Masuk Ini Direvisi

Kamis, 09 Januari 2025 | 08:30 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Jangan Bingung, Faktur Pajak Masih Boleh Pakai PPN 11% Hingga 31 Maret

Rabu, 08 Januari 2025 | 19:30 WIB CORETAX SYSTEM

Tenang! DJP Jamin Tak Ada Sanksi Akibat Kendala Teknis pada Coretax

Rabu, 08 Januari 2025 | 18:30 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Daftar Kuesioner Audit Kepabeanan?