HANOI, DDTCNews – Kementerian Keuangan Vietnam mengusulkan untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 12% pada 2019. Ini sebagai upaya untuk mengurangi utang publik dengan cara mendongkrak penerimaan pajak.
Direktur Departemen Kebijakan Kementerian Keuangan Vietnam Phạm Đình Thi mengatakan draf amandemen Undang-Undang tentang PPN, Pajak Konsumsi Khusus, Pajak Penghasilan Badan dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi telah masuk dalam pembahasan parlemen.
“Amandemen Undang-Undang tersebut diperlukan untuk mengatasi kesulitan yang harus dihadapi oleh perusahaan dan individu yang membayar pajak, dan memastikan kerangka hukum yang koheren,” tuturnya dalam konferensi yang dilakukan, Selasa (15/8).
Đình Thi memaparkan bahwa dibawah amandemen Undang-Undang PPN, akan ada beberapa barang dan jasa yang mendapatkan tarif preferensial sebesar 5%. Kemudian, diusulkan kenaikan tarif dari 10% menjadi 12% mulai tahun 2019 dan dinaikan kembali dari 12% menjadi 14% mulai tahun 2021.
Perubahan lainnya yaitu pengurangan PPN untuk pembayaran non tunai dengan menggunakan faktur tidak dapat diterapkan untuk pembelian yang kurang dari VNĐ10 juta atau Rp5,8 juta . Adapun saat ini aturan yang berlaku adalah untuk pembelian yang kurang dari VNĐ20 juta atau Rp11,7 juta.
Sementara itu, dalam amandemen Undang-Undang Pajak Konsumsi Khusus (Special Consumption Tax/SCT) akan memasukkan daftar minuman ringan ke dalam daftar barang dan jasa yang dikenakan PPN sebesar 10% dan akan mulai dipungut pada 2019.
SCT pada produk tembakau akan meningkat dari 70% menjadi 75% pada 2019. Selain itu, SCT sebesar VNĐ1.000 per bungkus denga nisi 20 batang rokok dan VNĐ1.500 per cerutu akan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2020.
Perubahan lainnya seperti dilansir dalam vietnamnews.vn, juga akan dipertimbangkan untuk memfasilitasi bisnis domestik dan mendorong investasi dalam memproduksi barang dengan nilai tambah tinggi, di industri pendukung dan layanan berkualitas tinggi.
Penyesuaian pajak juga akan berusaha memfasilitasi bantuan untuk daerah terpencil dengan kondisi sosial ekonomi yang buruk. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Pajak tidak langsung lainya sering diluakan justru bukn krn kecil mesti dilihat dr potensi pembayran pajak yg lain (informasi perpjkn) .. pengelolaan scr admin dan system informasi perpajakn perlu dikaji mendalam bukan dr internal saza namun pada system eksternal sbg sumber2 informasi belum terkoneksi scr kelembagaan dan juga regulasi pendorongnya.
Sisi PPh masih banyak agio saham dan atau capital-gain tidak lagi scr keadilan filosofis pemajakannya dilaksanakan... bagi penasilan pasif .. seperti bunga dll masih banyak tarif..dan terminologi yang berbeda ... Lalu apakah tarif PPh final itu dpt dikatakan efektif? mesti diuji... krn akan mencetak konglomerat baru sekaligus menumbuhkan kemiskinan baru pula, masih banyak lagi tentang definisi scr filosifis yg harus dikaji
JKP dan BKP dlm system VAT sekarang memang rumit ..arus barang dan uang tidak akan sama ..(baik transak tunai non tunai) ..Ada kerugian bg para pengusaha Menangah kecil ( katagori UMKM ) .. PPN masukannya gak bisa dibiayakan dan juga tdk dpt dikreditkan (krn bukan PKP) .. Syklus terpotong.. mk salah satu solusinya bikin saza PPn 0.5% tanpa terkuacil... mk bisa dihitung akan ada kenaikan sebangding lurus dgn kenaikan GDP..