BERITA PAJAK HARI INI

Soal Pengenaan PPh Minimum untuk Wajib Pajak Badan, Ini Rencananya

Redaksi DDTCNews | Senin, 07 Juni 2021 | 08:00 WIB
Soal Pengenaan PPh Minimum untuk Wajib Pajak Badan, Ini Rencananya

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menerapkan skema alternative minimum tax (AMT) dengan tarif 1% terhadap penghasilan bruto. Rencana pemerintah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (7/6/2021).

Dalam pemberitaan sejumlah media nasional, melalui revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah berencana mengenakan pajak penghasilan (PPh) minimum kepada wajib pajak badan.

Rencananya, PPh minimum dikenakan terhadap wajib pajak badan yang pada satu tahun pajak memiliki PPh terutang (dengan perhitungan sesuai dengan Pasal 17 UU PPh) tidak melebihi 1% dari penghasilan bruto. Adapun tarif PPh minimum direncanakan sebesar 1% terhadap penghasilan bruto.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi dari pemerintah mengenai detail batasan dan besaran tarif PPh minimum yang akan didikenakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya hanya menegaskan skema AMT diambil untuk merespons adanya celah penghindaran pajak.

“Kita akan melakukan alternative minimum tax approach supaya compliance menjadi lebih bisa diamankan," ujar Sri Mulyani. Simak pula ‘WP Badan Bersiap, Pemerintah Bakal Kenakan Pajak Penghasilan Minimum’.

Selain mengenai pengenaan skema AMT, ada pula bahasan terkait dengan perubahan skema kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN). Kemudian, ada pula bahasan mengenai diluncurkannya aplikasi M-Pajak dan resmi ditutupnya investasi baru pada bidang usaha minuman keras.

Baca Juga:
Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pengecualian dari Pengenaan PPh Minimum

Batasan pengenaan PPh minimum bagi wajib pajak badan rencananya dapat diubah dengan peraturan pemerintah. Ketentuan yang sama juga berlaku untuk besaran tarif dan dasar pengenaan PPh minimum yang dalam revisi UU KUP diusulkan sebesar 1% terhadap penghasilan bruto.

Pemerintah juga berencana mengecualikan pengenaan PPh minimum untuk wajib pajak badan dengan kriteria tertentu, seperti wajib pajak badan yang belum berproduksi komersial, yang secara natural memang mengalami kerugian, atau mendapatkan fasilitas PPh tertentu. Simak pula 'Menimbang Penerapan Alternative Minimum Tax di Indonesia'. (Bisnis Indonesia/Kontan)

Baca Juga:
Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran
  • Pajak Minimum Global

Negara G7 yang mencakup Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) menyepakati pajak minimum perusahaan global sebesar 15%. Perjanjian telah disepakati pada pertemuan menteri keuangan di London pada akhir pekan lalu.

“Kesepakatan minimal 15% ini merupakan terobosan bersejarah dalam reformasi pajak global. Apa yang Anda lihat adalah kebangkitan multilateralisme. Kemauan negara-negara terkemuka di G7 dan G20 untuk bekerja sama mengatasi tantangan paling kritis yang dihadapi ekonomi global,” ujar Menkeu AS Janet Yellen. (Kompas/Bisnis Indonesia/Kontan)

  • Konsensus Global

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat adanya kesepakatan dari negara-negara G7 terkait pengenaan pajak minimum bagi perusahaan multinasional menjadi sinyal komitmen dari negara-negara maju untuk menyepakati konsensus global pajak digital pada semester II 2021.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

“Salah satu pilar dari proposal pajak digital global di bidang PPh yakni mengenai pajak minimum global. Selama ini konsensus terkendala karena adanya faktor komitmen politik. Jadi, jika negara maju dalam G7 sudah sepakat maka akan memudahkan kesepakatan yang lebih luas,” katanya. (Berita Satu)

  • Tidak Terlalu Mendistorsi

Sesuai dengan pemberitaan sebelumnya, pemerintah berencana mengenakan skema PPN multitarif dengan tarif umum yang semula 10% menjadi 12%. Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan kenaikan tarif PPN perlu dipahami bahwa secara internasional.

Selain besaran tarif yang masih berada di bawah tarif global, PPN digunakan sebagai salah satu jenis pajak konsumsi yang juga relatif less distortive terhadap perekonomian. Menurutnya, opsi kenaikan PPN bisa dikatakan sebagai keputusan yang relatif tepat.

Baca Juga:
Anggito: Belum Ada Pembagian Tugas yang Formal Antar Wamenkeu

“Belajar dari krisis sebelumnya, pola penerimaan PPN juga umumnya lebih cepat pulih dibanding pajak lainnya sehingga pos ini relatif lebih bisa diandalkan sebagai mesin penerimaan pascakrisis,” kata Bawono. Simak pula ‘Ternyata, Tarif PPN/GST Secara Global Naik 10 Tahun Terakhir Ini’. (Kontan)

  • Pengecualian Pengenaan PPN

Pemerintah berencana mengurangi fasilitas-fasilitas pengecualian dan pembebasan guna menciptakan sistem pajak pertambahan nilai (PPN) yang lebih baik.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Hidayat Amir mengatakan pada saat ini, terlalu banyak pengecualian dan pembebasan dalam sistem PPN yang berlaku di Indonesia. Hal ini mengganggu efektivitas sistem PPN. Simak pula ‘Perubahan Sistem PPN, Kebijakan Komplementer Penurunan Tarif PPh Badan’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru
  • Aplikasi M-Pajak

Ditjen Pajak (DJP) meluncurkan aplikasi bernama M-Pajak. Aplikasi versi mobile situs web pajak.go.id ini dapat diunduh melalui Play Store. Dalam laman resminya, DJP menyatakan aplikasi M-Pajak memiliki banyak keunggulan yang dapat dimanfaatkan wajib pajak.

“Dengan M-Pajak, wajib pajak akan mendapatkan layanan yang lebih personal, mudah, dan cepat,” tulis DJP, Sabtu (5/6/2021).

M-Pajak juga memudahkan wajib pajak dalam pembuatan kode billing. Kode ini harus dibuat sebelum membayar pajak. Petunjuk pengisian dan pembuatan kode billing juga tersedia untuk wajib pajak di sudut kanan atas aplikasi dengan menekan tombol tanda tanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Investasi Bidang Miras

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menetapkan industri minuman keras sebagai bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 49/2021. Beleid ini merevisi Perpres 10/2021 yang diterbitkan sebagai tindak lanjut atas diundangkannya UU Cipta Kerja.

Pada Pasal 2 ayat (2) huruf b Perpres 49/2021, industri minuman keras mengandung alkohol (KBLI 11010), industri minuman mengandung alkohol: anggur (KBLI 11020), dan industri minuman mengandung malt (KBLI 11031) dinyatakan sebagai bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal.

Pada perpres sebelumnya, penanaman modal pada ketiga sektor tersebut masih diperbolehkan apabila investasi dilakukan di 4 provinsi. Adapun keempat provinsi yang dimaksud adalah Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. (DDTCNews/Kontan) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

09 Juni 2021 | 09:32 WIB

Terima kasih kepada DDTC News yang sudah memberikan berita yang informatif. Pemerintah berencana untuk menetapkan tarif 1% terhadap penghasilan bruto melalui AMT. PPh minimum akan dikenakan bagi wajib pajak yang memiliki PPh terutang tidak lebih dari 1% dari penghasilan bruto. Rencananya, tarif PPh minimum akan dikenakan sebesar 1% dari penghasilan bruto

07 Juni 2021 | 10:23 WIB

tidak setuju

07 Juni 2021 | 09:33 WIB

Terima kasih keapda DDTC News yang sudah memberikan berita yang informatif. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengusulkan penerapan AMT dengan tujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak atas korporasi. AMT ditujukan bagi WP Badan dengan pajang penghasilan (PPh) terutang kurang dari batasan tertentu akan dikenai pajak penghasilan minimum. Pajak penghasilan minimum yang dihitung tersebut merupakan PPh terutang pada tahun pajak dikenakannya pajak penghasilan minimum. Pajak penghasilan minimum diperhitungkan dalam penetapan pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN