DEBAT APBN

Shortfall Pajak Melebar, Tambah Utang atau Pangkas Belanja?

Redaksi DDTCNews | Senin, 14 Oktober 2019 | 17:50 WIB
Shortfall Pajak Melebar, Tambah Utang atau Pangkas Belanja?

JAKARTA, DDTCNews—Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Agustus 2019 mencapai Rp801,02 triliun setara dengan 50,78% dari target APBN 2019 sebesar Rp1.577,56 triliun. Capaian tersebut hanya tumbuh 0,21% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp799,46 triliun.

Pertumbuhan penerimaan pajak yang sangat rendah itu terjadi karena dua komponennya, yakni setoran pajak penghasilan (PPh) migas serta pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM), sama-sama tumbuh negatif.

PPh migas tumbuh negatif 6,22% menjadi Rp39,42 triliun, PPN dan PPnBM tumbuh negatif 6,36% menjadi Rp288,01 triliun. Beruntung, PPh nonmigas masih tumbuh 3,97% menjadi Rp454,78 triliun, dan pajak bumi dan bangunan serta pajak lainnya tumbuh 52,41% menjadi Rp18,94 triliun.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Atas realisasi tersebut, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong mengatakan target penerimaan pajak 2019 tidak akan tercapai. “Kelihatannya outlook APBN 2019 itu kita mungkin kepeleset dari target penerimaan pajak sampai Rp200 triliun,” ujarnya, Senin (7/10/2019).

Dengan kondisi kas yang tekor itu, opsinya tinggal menambah utang atau memangkas belanja. Namun, menambah utang bukan hal mudah. Lembaga pemeringkat Moodys, International Monetary Fund, juga Badan Pemeriksa Keuangan, sudah memberikan catatan atas peningkatan utang pemerintah.

Hal yang sama juga terjadi pada pemangkasan belanja. Tidak mudah memangkas belanja dalam situasi seperti ini. Dampak lanjutannya yang lebih besar, seperti kontribusinya pada konsumsi rumah tangga, harus ditimbang agar tidak membuat pertumbuhan ekonomi semakin terkoreksi.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Ekonom Indef Enny Sri Hartati memprediksi realisasi defisit akan makin melebar karena pertumbuhan ekonomi tahun ini akan meleset dari target 5,3%. “Melihat realisasi semester satu, kemungkinan PDB sampai akhir tahun hanya sekitar 5% dan ini akan semakin menambah shortfall pajak,” katanya.

Enny menilai, pemerintah terlalu banyak memberi insentif perpajakan yang membuat penerimaan berkurang, tetapi tidak bertaji menstimulasi pertumbuhan ekonomi sesuai dengan ekspektasi. “Insentif fiskal memang bagus untuk stimulus, tapi kalau tidak tepat justru menimbulkan komplikasi,” ujar Enny.

Kepala Riset LPEM UI Febrio Kacaribu menambahkan insentif pajak tidak sejalan dengan percepatan produksi industri. “Idealnya, produksi naik lebih cepat daripada penurunan penerimaan pajak akibat insentif, tapi ternyata tidak. Artinya, elastisitas dari pemberian insentif ini rendah,” katanya.

Baca Juga:
Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

Sepanjang semester I-2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya melaju 5,06%. Dalam prognosisnya, pemerintah memperkirakan outlook pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun sebesar 5,%, dan defisit APBN diproyeksi melebar dari target awal 1,84% terhadap PDB menjadi 1,93% terhadap PDB.

Dengan shortfall pajak yang melebar itu, konseksuensi yang dihadapi Bendahara Negara hanya dua, menambah utang untuk menutup kekurangan pembiayaan akibat shortfall tersebut, atau pangkas belanja dan menjaga defisit tidak melebar. Anda pilih mana? Tulis komentar Anda di sini.



Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Tambah Utang atau Pangkas Belanja lalu tuliskan komentar Anda
Tambah Utang
Pangkas Belanja
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Tambah Utang
12
31.58%
Pangkas Belanja
26
68.42%

16 Oktober 2019 | 22:05 WIB
Jika ditinjau dari dua kondisi dan fakta tersebut, yaitu adanya program pemerintahan yang besar terkait pembangunan infrastruktur, bansos, dll, dan posisi realisasi utang, kebijakan penambahan utang dapat menjadi pilihan terbaik yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dilandasi beberapa hal, yang pertama, pemerintah dapat mengoptimalkan pinjaman untuk pembangunan infrastruktur yang sudah berjalan hingga saat ini. Selain mampu menarik investasi dalam dan luar negeri, pembangunan ini juga mampu meningkatkan kesejahteraan dan trust rakyat pada pemerintah. Kedua, dilihat dari porsi utang terhadap PDB tersebut, kapasitas ekonomi Indonesia secara agregat mampu menutup lebih dari 3 kali jumlah posisi utang Pemerintah. Dengan adanya penambahan utang yang dikelola dengan efektif, efisien, dan pruden, justru akan menghasilkan pembiayaan yang baik bagi kebutuhan dan kondisi ekonomi Indonesia dengan syarat masih tetap dalam koridor persentase dan rasio utang yang aman. #MariBicara (Bagian3)

16 Oktober 2019 | 21:58 WIB
Berdasarkan laporan tersebut, sampai dengan akhir Agustus tahun 2019, realisasi Belanja Negara tahun anggaran 2019 adalah sebesar Rp1.388,3 triliun (56,4 persen dari pagu APBN 2019). Realisasi tersebut meningkat sebesar 6,51 persen (yoy). Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan akhir Agustus 2019 mengalami peningkatan sebesar 6,94 persen (yoy), hal ini untuk pembayaran gaji, insentif kinerja, dan THR. Sedangkan, posisi utang Pemerintah per akhir Agustus 2019 berada di angka Rp4.680,19 triliun, dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi 29,80 persen. Realisasi rasio defisit per PDB sebesar 1,23 persen dengan batas aman 3 persen serta realisasi rasio posisi utang sebesar 29,80 persen dengan batas aman 60 persen. #MariBicara (Bagian 2)

16 Oktober 2019 | 21:57 WIB
Saat ini, pemerintah dihadapkan pada berbagai tantangan di tahun 2019. Mulai dari rancangan pemindahan ibu kota, kontroversi RUU dan isu pelemahan KPK, hingga bencana karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Tentu menghadapi hal-hal tersebut, belanja negara harus direalisasikan secara efektif dan seefisien mungkin demi kesejahteraan masyarakat. . Berdasarkan Laporan Bulanan APBN Kita Kinerja dan Fakta Edisi September 2019, capaian penerimaan pajak sampai dengan tanggal 31 Agustus 2019 telah menembus angka Rp800 triliun, tepatnya Rp801,16 triliun. Posisi penerimaan pajak saat ini mencapai 50,78 persen dari target APBN 2019 yang ditargetkan sebesar Rp1.577,56 triliun. Adanya shortfall pajak tersebut menjadikan pemerintah harus memutar otak untuk menerapkan kebijakan memangkas belanja atau menambah utang. . #MariBicara (Bagian 1)

16 Oktober 2019 | 14:01 WIB
Memangkas belanja di akhir tahun ini lebih bijak daripada menambah utang yang di kemudian hari akan menjadi beban. Memangkas pos-pos dana yang sepertinya belum efektif terealisasikan dan terus berupaya mengoptimalkan pundi-pundi penerimaan negara dapat dijadikan pilihan di kuartal terakhir ini.

16 Oktober 2019 | 06:11 WIB
Dengan tidak tercapainya penerimaan pajak maka pemerintah diharapkan dapat melakukan penghematan belanja rutin sekitar Rp 200 triliun dari melesetnya target penerimaan tersebut dan mengoptimalkan belanja pemerintah pusat yang belum terserap secara optimal misalnya belanja modal. Jadi secara keseluruhan pemerintah masih tetap mendorong efektivitas belanja pemerintah pusat yang disalurkan melalui belanja infrastruktur dan belanja sosial sedemikian sehingga defisit tetap kredibel dijaga di level 2% terhadap PDB. karena untuk mengambil solusi dengan tambah utang, waktu yang hanya 2 1/2 bulan mungkin waktu yang kurang ideal, mengingat kondisi ekonomi tidak stabil, kondisi pelantikan presiden dan pembentukan kabinet baru serta citra masyarakat pada pemerintah yang memburuk dengan pemberitaan utang negara yang terus bertambah. Solusinya pangkas belanja sesuatu yang bijak dalam kondisi saat ini. #MariBicara

16 Oktober 2019 | 06:10 WIB
Dengan tidak tercapainya penerimaan pajak maka pemerintah diharapkan dapat melakukan penghematan belanja rutin sekitar Rp 200 triliun dari melesetnya target penerimaan tersebut dan mengoptimalkan belanja pemerintah pusat yang belum terserap secara optimal misalnya belanja modal. Jadi secara keseluruhan pemerintah masih tetap mendorong efektivitas belanja pemerintah pusat yang disalurkan melalui belanja infrastruktur dan belanja sosial sedemikian sehingga defisit tetap kredibel dijaga di level 2% terhadap PDB. karena untuk mengambil solusi dengan tambah utang, waktu yang hanya 2 1/2 bulan mungkin waktu yang kurang ideal, mengingat kondisi ekonomi tidak stabil, kondisi pelantikan presiden dan pembentukan kabinet baru serta citra masyarakat pada pemerintah yang memburuk dengan pemberitaan utang negara yang terus bertambah. Solusinya pangkas belanja sesuatu yang bijak dalam kondisi saat ini.

16 Oktober 2019 | 05:53 WIB
Saya berharap pada pemerintah untuk menjaga defisit anggaran tetap sesuai target, maka solusinya pengereman belanja pemerintah. Dengan defisitnya disetel dari pengeluaran, realisasi pengeluaran beberapa tahun ini kan tidak tercapai 100%. Jadi ini semacam blessing in this guise, sehingga defisitnya enggak naik. Karena pencapaian belanja hanya sekitar 90%an #MariBicara

16 Oktober 2019 | 05:39 WIB
Sebagai seorang muslim saya berharap penerimaan pajak itu memiliki prinsip yang sama dengan bayar zakat, alangkah eloknya negara yang mayoritas beragama Islam memiliki prinsip & spirit dalam membayar pajak dengan konsep zakat. Bayangkan dalam setiap uang yang didapat ada perhitungan dan amaliah amalan dalam berzakat (sepengetahuan dari ustad). Saya berharap pemerintah dan pihak terkait bisa menerapkan pola bagaimana agar masyarakat sadar akan pentingnya membayar pajak dengan prinsip membayar zakat, didukung sosialisasi "dakwah" seperti ustad yang menyampaikan pentingnya berzakat, begitupun pajak yang disosialiasi banyak pihak yang berafiliasi terhadap pentingnya membayar pajak. Pada akhirnya kesadaran masyarakat meningkat, bahwa zakat dan pajak dua hal berbeda tapi memiliki prinsip yang sama, dalam konteks amaliah dalam membangun sebuah peradaban besar yang mencakup kemaslahatan umat banyak, peran rohaniawan pun turut dilibatkan dalam membangun kesadaran #MariBicara

15 Oktober 2019 | 21:55 WIB
Sudut pandang liar saya, bagaimana kalau sebelumnya pemerintah melakukan analisis mendalam lebih dahulu apa saja yang sebenarnya pengeluaran yang dianggap mubadzir lalu menghapus pengeluaran tersebut. lalu juga meneliti berbagai faktor penyebab dari pengeluaran tersebut apakah ada masalah dalam organisasi atau kelompok bahkan individu yang menjalankannya bermasalah. maka setelah itu baru dilakukan langkah berupa tambah hutang maupun pangkas belanja. #MariBicara

15 Oktober 2019 | 21:50 WIB
Lalu saya memiliki sudut pandang tambahan yang menyetujui apabila pemerintah nantinya malah melaksanakan kedua langkah tersebut. Karena bisa masuk kategori manapun jadi saya memasukannya kedalam tambahan hutang karena orang yang memasukan pendapat pada kategori tersebut cukup sedikit hehehehe. disini saya menyetujui apabila pemerintah dalam menghadapi shortfall tersebut memilih untuk melakukan pemangkasan belanja kepada sektor-sektor yang kurang urgent sekaligus menambah hutang yang mereka gunakan untuk menjaga anggaran anggaran yang telah di bentuk sebelumnya bisa lebih ramping serta efektif karena dengan pemangkasan tersebut pemerintah dapat mengetahui skala prioritas pembangunan di indonesia dan mengurangi belanja sektor yang kurang urgent tersebut dan melakukan utang dalam rangka membiayai sektor urgent tersebut dengan harapan sektor tersebut bisa berkembang atau dibangun lebih cepat agar segera menjadi salah satu pemasukan bagi negara serta mengurangi beban negara. #MariBicara
ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:13 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Senin, 23 Desember 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak