JAKARTA, DDTCNews - Peserta debat pajak DDTCNews bertajuk PPN 12%: Setuju atau Tidak? meminta pemangku kebijakan untuk mempertimbangkan berbagai aspek menyangkut rencana kenaikan tarif pajak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Selama periode 21-29 November 2024, ada 150 pembaca DDTCNews yang turut serta menjadi peserta debat pajak. Hasilnya, sebanyak 86% peserta menyatakan tidak setuju dengan rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%. Sisanya, sebanyak 14% menyatakan setuju.
Menariknya, dari respons (komentar) para peserta debat pajak, ada beberapa aspek yang sering disebut. Hal ini perlu untuk diperhatikan dan dipertimbangkan oleh pemangku kebijakan, baik pemerintah maupun DPR, terkait dengan rencana kenaikan tarif PPN.
Beberapa aspek itu seperti daya beli masyarakat dan tingkat inflasi; stabilitas ekonomi; kondisi ketenagakerjaan; keadilan dan perlindungan terhadap masyarakat menengah-bawah; kalkulasi potensi pendapatan negara; transparansi alokasi uang pajak; kepercayaan masyarakat; dan lainnya.
Komentar yang beragam dan menarik pada akhirnya mendorong Redaksi DDTCNews untuk menambah jumlah komentar terpilih. Awalnya, ada 6 komentar yang akan dipilih. Sekarang, Redaksi DDTCNews memutuskan ada 8 komentar terpilih.
Dengan demikian, 8 peserta dengan komentar terpilih akan mendapatkan buku terbitan DDTC berjudul Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional. Buku ini merupakan cetakan kedua. Sebanyak 1.000 buku cetakan pertama April 2024 telah diterima banyak pihak.
“Dapat dipahami bahwa pemerintah memulai shifting penerimaan pajak yang berbasiskan penghasilan ke pajak berbasiskan konsumsi, yaitu PPN.
Hal ini tercermin dari kebijakan-kebijakan yang tertuang di dalam UU Ciptaker section perpajakan hingga ke UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan di tahun 2021 lalu.
Tarif PPh badan diturunkan agar dapat bersaing dengan negara yang satu region, sedangkan gantinya PPN dinaikkan dari 10% ke 11% hingga nanti di tahun 2025 yaitu menjadi 12%.
Namun, untuk kenaikan tarif PPN menjadi 12% menurut saya perlu untuk dikaji kembali dan ditunda mengingat kondisi masyarakat sebagai end user consumer/PPN saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Mengacu dari beberapa sumber, terdapat kenaikan angka PHK di Januari-Oktober tahun 2024 yang sudah mencapai 64.000 PHK, dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 45.000 PHK.
Jika tarif PPN 12% jadi dinaikkan, dikhawatirkan akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.”
“Saya setuju dengan kenaikan PPN menjadi 12%, tapi ini harus dilihat sebagai langkah reformasi yang lebih besar, bukan sekadar mencari penerimaan negara.
Indonesia perlu beranjak dari ketergantungan pada pajak penghasilan yang rentan terhadap fluktuasi ekonomi, menuju sistem yang lebih stabil seperti pajak konsumsi.
Kenaikan ini dapat mendorong efisiensi ekonomi dengan mengurangi ketimpangan antara sektor formal dan informal, terutama jika pengawasan atas kepatuhan PPN diperketat.
Namun, penting bagi pemerintah untuk mengalokasikan tambahan penerimaan ini secara transparan, misalnya untuk program sosial yang langsung mendukung masyarakat kecil dan menengah.
Dengan begitu, kenaikan tarif tidak hanya menjadi beban, tetapi juga dirasakan manfaatnya secara nyata oleh masyarakat. Ini bukan hanya soal menaikkan pajak, tapi memperbaiki tata kelola fiskal demi mendorong pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan.”
“Saya tidak setuju dengan kenaikan tarif PPN 12% karena akan memberikan dampak buruk terhadap masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah jika tidak diiringi dengan kebijakan dan regulasi yang tepat.
Kenaikan tarif PPN 12% pastinya akan menyebabkan naiknya harga barang dan jasa, sehingga membebani konsumen, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
Tarif PPN yang semakin tinggi juga akan memicu kenaikan harga secara umum (inflasi), yang dapat memengaruhi daya beli masyarakat.
Namun, jika memang kebijakan ini harus tetap terlaksana saya berharap agar kiranya pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan kompensasi, seperti subsidi atau insentif, untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah dari dampak kenaikan tarif, serta melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pemungutan dan pelaporan PPN agar dapat mengurangi potensi kebocoran pajak sehingga hasil dari kenaikan tarif dapat lebih maksimal.”
“Setuju. Kenaikan tarif PPN dirancang untuk memperkuat penerimaan negara, terutama pascapandemi Covid-19 yang meningkatkan defisit anggaran.
Dengan PPN menjadi 12%, negara dapat memperoleh tambahan pendapatan untuk mendanai program pembangunan, pendidikan, dan kesehatan serta makan siang gratis untuk anak bangsa indonesia.
Sistem PPN bersifat adil secara ekonomi karena berlaku untuk konsumsi akhir. Dengan barang/jasa tertentu yang tetap bebas PPN (seperti kebutuhan pokok), dampaknya pada masyarakat berpenghasilan rendah dapat diminimalkan."
"Subjek PPN adalah konsumen tingkat akhir. Tidak semua konsumen tingkat akhir mempunyai daya ekonomi yang sama dan tidak semua dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayarnya.
Dampak jangka pendek penerimaan negara meningkat karena penerimaan dari kenaikan tarif PPN. Namun, dampak jangka panjangnya adalah inflasi menanti, di mana terjadi kenaikan harga barang dan jasa. Daya beli masyarakat pastinya akan menurun pada masyarakat menengah ke bawah, pendapatan riil masyarakat menurun, dan membuat tingkat kemiskinan meningkat.
Inflasi juga menyebabkan adanya tingkat perekonomian yang tidak stabil membawa kepada ketidakpastian pada pelaku ekonomi dalam investasi, produksi, yang pasti turunnya pertumbuhan ekonomi.
Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi membawa negara kedalam kemungkinan resesi.
Benar adanya pajak membiayai belanja negara (APBN & APBD). Mohon dikaji kembali sebelum di sahkan dan diketok palu, akankah tindakan menaikan Tarif PPN dirasa sangat efektif dan efisien.”
"Saya setuju jika PPN dinaikkan menjadi 12% asalkan hasilnya digunakan secara transparan dan efisien untuk meningkatkan fasilitas umum, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat.
Kenaikan ini dapat membantu pemerintah mengumpulkan dana lebih banyak untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup.
Agar adil dan dapat diterima masyarakat, pemerintah dapat memberikan subsidi atau insentif pajak bagi kebutuhan pokok, UMKM, dan masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga dampak kenaikan tidak terlalu memberatkan mereka.
Transparansi penggunaan pajak juga harus terus diperbaiki agar masyarakat merasa uang mereka benar-benar digunakan untuk kebaikan bersama.”
“Saya pribadi tidak setuju, dengan melihat ke belakang dahulu sehabis masa pandemi Covid-19, Indonesia terus membenahi diri dari semua sektor yang ada, dan banyak kebijakan di mana insentif pajak diberikan.
Berjalannya waktu, perekonomian di Indonesia mengalami pasang surut dengan tingkat inflasi yang ada. Untuk itu pemerintah yang memimpin saat ini, perlu berpikir ulang untuk menaikan tarif PPN menjadi 12% walaupun kenaikan tersebut sudah diundangkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Perlu langkah-langkah bijak untuk memutuskan hal tersebut sehingga rakyat tidak terkena dampak yang semakin parah, di mana banyak juga gelombang PHK, menurunnya daya beli dan kenaikan harga, dan sebagainya.
Pemerintah harus lihat dan hitung kembali dana/anggaran yang diperlukan untuk pembangunan, dan lain-lain.
Alasan menaikan PPN jadi 12% adalah untuk menunjang APBN. Saat inilah, dengan keterbatasan APBN yang ada harusnya pemerintah serta kementerian dan DPR duduk bareng untuk membahas penghematan pengeluaran-pengeluaran sehingga rakyat tidak terbebani dengan dampak kenaikan PPN menjadi 12%.”
“Tujuannya adalah menjadi tambahan pendapatan negara untuk mendukung program-program fiskal negara. Efek negatif pasti ada seperti biaya hidup jadi naik, inflasi meningkat, daya beli masyarakat berkurang, dan lain-lain.
Tapi yang paling penting adalah pengawasan pajak supaya tepat guna. Yang bikin enggak ikhlas itu ya adanya koruptor. Ini perlu dibasmi habis. Rakyat mati-matian bayar pajak tapi harapannya dapat digunakan dengan bijak.”
Kedelapan peserta debat dengan komentar tersebut akan dihubungi melalui surat elektronik (email) yang terdaftar menjadi akun DDTCNews untuk pengiriman buku. Seperti diketahui, buku ini sangat penting sebagai bekal awal setiap orang yang ingin berkecimpung atau mendalami dunia pajak.
Untuk membaca lebih lengkap seluruh komentar peserta debat pajak DDTCNews, publik dapat membacanya di sini. Sampai berjumpa lagi pada debat pajak DDTCNews selanjutnya!
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.