EKONOMI DIGITAL

Pajaki Raksasa Digital, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Redaksi DDTCNews | Selasa, 29 Oktober 2019 | 19:42 WIB
Pajaki Raksasa Digital, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tengah mempersiapkan langkah unilateral untuk bisa memajaki raksasa ekonomi digital atau perusahaan over the top. Kebijakan serupa di negara lain menjadi rujukan otoritas fiskal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk bisa memajaki raksasa seperti Google dan Facebook, pemerintah perlu melihat kebijakan negara lain. Ada dua negara menjadi rujukan Kemenkeu untuk bisa menarik penerimaan dari entitas bisnis digital.

“Sejumlah negara sudah menerapkan pajak digital. Australia dan Singapura sudah menetapkan untuk mengambil pajak, mereka disebutnya Netflix Tax,” katanya di Hotel Borobudur, Selasa (29/10/2019).

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan tantangan utama memajaki entitas digital adalah adanya syarat kehadiran fisik untuk bisa menjadi Bentuk Usaha Tetap (BUT). Oleh karena itu, perubahan skema penentuan BUT menjadi agenda pertama yang akan dilakukan pemerintah.

Untuk menjadi BUT, sambungnya, tidak harus ada syarat kehadiran fisik. Namun, dengan melihat nilai tambah yang dihasilkan di Indonesia maka perusahaan over the top yang tidak memiliki kantor perwakilan di Indonesia bisa ditarik pajak penghasilannya.

Aksi pemerintah tersebut akan dilakukan Kemenkeu dalam bentuk omnibus law Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Paket undang-undang (UU) perpajakan – UU KUP, UU PPh dan UU PPN – akan terkena dampak dengan adanya omnibus law.

Baca Juga:
Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

“Oleh karena itu, di dalam undang-undang yang kami usulkan, mereka yang memiliki kehadiran ekonomis yang signifikan wajib untuk membayar pajak,” ujar Sri Mulyani.

Seperti diketahui, terdapat 7 poin yang menjadi inti dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Ketujuh poin tersebut antara lain pemangkasan PPh badan dari 25% menjadi 20%, perubahan rezim pajak menjadi teritorial untuk WP orang pribadi, dan penghapusan PPh atas dividen.

Kemudian relaksasi skema pengkreditan pajak masukan dalam sistem PPN, pengaturan ulang denda administrasi, konsolidasi fasilitas insentif fiskal, hingga mempersiapkan instrumen untuk memajaki raksasa ekonomi digital. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

18 November 2019 | 01:52 WIB

Yang menjadi masyalah adalah membdakan transaksinya.. taxable atau enggak.. kedua klo di gebyak uyah.. yang konjur vendor ..atau penyedia jasa dan barang pengusaha kecil2.. ketiga. ktt UU harus kuat dlm pengenaannya. apakah bisa menembus ktt (KUP, UU-PPN dan PPh) ... Jelas bisnis spt Unicorn/marketplace ..ini perolehan sangat variative tergantung kontraknya dengan merchant masing2... silahkan pusing u cari system yang tepat.. monggo

18 November 2019 | 01:45 WIB

Mana dong alas kententuannya ..keluarin apa mau dilembur spt revisi uu KPK atau mau diperpukan gak maslah.. yang jelas pihak WP bisa dibuka ... datanya... mampukah IT DJP ? mudah2an .. "ada pepatah asu gede menang kerahe...yang besar punya kekuatan alibi besar... "

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:15 WIB KABINET MERAH PUTIH

Anggito: Belum Ada Pembagian Tugas yang Formal Antar Wamenkeu

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN