Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil atas UU 39/2008 tentang Kementerian Negara sebagai dasar pemisahan Ditjen Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan penempatan DJP di bawah Kementerian Keuangan merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy.
"Hal dimaksud sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada maupun sesuai dengan perkembangan ruang lingkup urusan pemerintahan, atau dapat pula melalui upaya legislative review," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan Putusan MK Nomor 155/PUU-XXI/2023, Rabu (31/1/2024).
Enny mengatakan MK selaku pengawal UUD 1945 tidak memiliki alasan untuk membatalkan atau memaknai suatu norma sepanjang norma yang diuji tidak bertentangan dengan UUD 1945, tidak melampaui kewenangan pembentuk undang-undang, serta tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan.
Oleh karena itu, MK tidak dapat membatalkan ataupun memberikan pemaknaan baru terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, dan Pasal 15 UU Kementerian Negara sebagaimana yang dimohonkan pemohon dalam pengujian materiil.
Dengan demikian, permohonan pemohon atas UU Kementerian Negara guna memisahkan DJP dari Kemenkeu tidaklah beralasan menurut hukum. "Adanya kepentingan untuk membentuk lembaga khusus setingkat kementerian yang memiliki otoritas memungut pajak/pendapatan negara terpisah dari Kemenkeu adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Enny.
MK berpandangan norma Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, dan Pasal 15 UU Kementerian Negara tidaklah bertentangan dengan Pasal 17 ayat (4) dan Pasal 23A UUD 1945 sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon.
"Dengan demikian, permohonan pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain tidak dipertimbangkan oleh mahkamah karena dinilai tidak ada relevansinya," ujar Enny.
Untuk diketahui, permohonan pengujian materiil atas UU Kementerian Negara dalam rangka memisahkan DJP dari Kemenkeu diajukan oleh pemohon bernama Sangap Tua Ritonga.
Melalui kuasa hukumnya Pither Ponda Barany, Sangap berpandangan kedudukan DJP selaku subordinat dari Kemenkeu adalah bentuk pencampuradukan nomenklatur keuangan dan nomenklatur pajak. Menurut pemohon, UUD 1945 sesungguhnya mengamanatkan adanya pemisahan antara nomenklatur keuangan dan nomenklatur pajak.
"Secara konstitusi sejak amendemen ketiga UUD 1945 antara nomenklatur keuangan dan nomenklatur pajak secara nyata dan jelas telah dipisahkan, menjadi Pasal 23 untuk nomenklatur keuangan dan Pasal 23A UUD 1945 untuk nomenklatur pajak," ujar Pither dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Desember tahun lalu. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Membedakan nomenklatur penerimaan negara untuk terjadinya nomenklatur pengelolaan keuangan negara, harusnya menyebut kata dasar, bukan kata pisah, sehingga cukup lembaganya dipisah, tetapi sifat bernegaranya tidak dipisah. Salah menyebut nomenklatur dipisah.