BERITA PAJAK HARI INI

Ditjen Pajak: Sanksi Bunga Makin Ringan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 02 Desember 2020 | 08:03 WIB
Ditjen Pajak: Sanksi Bunga Makin Ringan

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Skema baru sanksi administrasi pajak berupa bunga resmi berlaku. Tarif bunga akan lebih rendah jika wajib pajak segera melakukan koreksi atas kesalahan dalam pelaporan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (2/12/2020).

Melalui akun media sosial, Ditjen Pajak (DJP) mengatakan dengan skema baru sanksi administrasi berupa bunga yang ada dalam UU KUP sebagaimana telah diubah melalui UU Cipta Kerja, ada tingkatan besaran tarif bunga.

“Sanksi bunga makin ringan. Semakin awal #KawanPajak mengoreksi, semakin ringan sanksinya!” tulis DJP.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Dalam perkembangan terbaru, melalui KMK 52/KM.10/2020, pemerintah menetapkan tarif bunga yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga pada periode 1—31 Desember 2020.

Terdapat 4 tingkatan tarif bunga untuk sanksi administrasi yaitu mulai dari 0,53% sampai dengan 1,78%, lebih rendah ketimbang tarif pada periode November 2020 mulai dari 0,57% sampai dengan 1,82%. Selengkapnya dapat dilihat pada artikel ‘Lebih Rendah, Ini Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Desember 2020’.

Selain mengenai sanksi administrasi berupa bunga, ada pula bahasan mengenai pajak atas ekonomi digital. Meskipun belum memberlakukan pajak penghasilan (PPh) dan pajak transaksi elektronik (PTE), otoritas bisa mengestimasinya dari setoran pajak pertambahan nilai (PPN).

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Kepatuhan Sukarela

Analisis Kebijakan Ahli Madya BKF Suwardi mengatakan diperkenalkannya uplift factor dalam formula penghitungan sanksi administrasi pajak untuk mendorong kepatuah sukarela. Skema yang baru memberikan pembeda besaran sanksi tergantung pada tingkat kesalahan wajib pajak.

“Jadi ada komponen tambahan berupa uplift factor mulai dari 5%, 10% dan 15%. Ini mencerminkan adanya gradasi wajib pajak dalam penerapan rezim self assessment," katanya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Menurut dia, skema lama sanksi administrasi dengan bunga 2% per bulan justru kurang mengakomodasi keadilan perlakuan pajak atas kesalahan yang dibuat oleh wajib pajak. Alhasil, wajib pajak cenderung memilih diperiksa ketimbang melakukan pembetulan secara sukarela. (DDTCNews)

  • Bukan Berarti Tidak Bisa Pungut Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan PPN dari perusahaan digital multinasional bisa digunakan untuk mengestimasi PPh yang dibayar oleh penyedia layanan digital asing ke depan. Hal ini bisa menjadi acuan DJP dalam memungut PPh nantinya.

Meski PPh dan PTE atas perusahaan digital multinasional yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan sudah diatur pada UU 2/2020, Sri Mulyani berpandangan upaya untuk menunggu konsensus global tetap diperlukan.

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

"Tentu kami berharap agreement bisa tercapai karena ini memberikan kepastian. Meski demikian, kalau tidak tercapai bukan berarti Indonesia tidak bisa memungut pajaknya," ujar Sri Mulyani. (DDTCNews/Kontan)

  • Perbaikan Beberapa Klausul P3B

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan multilateral instrument on tax treaty (MLI) mulai berlaku pada 2021 seiring dengan disampaikannya notifikasi oleh Indonesia kepada Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) selaku depositary pada 26 November 2020.

"Harapan besarnya ke depan aktivitas untuk Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) tidak hanya BEPS Action Plan 15 tetapi juga rencana aksi lain bisa berjalan baik. Kami memperbaiki beberapa klausul pada P3B agar sesuai dengan tujuan untuk menjalankan BEPS Action Plan 15," ujar Suryo. (DDTCNews)

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • Naik ke Level Optimis

Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat mampu bertumbuh ke level optimis sebesar 50,6 pada November 2020. Performa ini membaik bila dibandingkan dengan posisi PMI Manufaktur pada bulan sebelumnya yang berada pada level pesimis 47,8.

IHS Markit mencatat terdapat beberapa perbaikan pada sektor manufaktur sepanjang November 2020. Produksi tercatat mencapai level tertinggi diimbangi oleh permintaan baru yang ikut meningkat meski tipis.

"Perpindahan ke PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) transisi memberikan dorongan bagi sektor manufaktur dengan data PMI menunjukkan peningkatan kondisi bisnis selama November," ujar Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun
  • Tantangan Penerimaan PPh

Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Suwardi mengatakan pada tahun depan, penerimaan pajak masih akan terdampak penerapan UU Cipta Kerja. Efek relaksasi kebijakan dan pemotongan tarif masih menjadi tantangan dalam upaya mengamankan penerimaan pajak, terutama PPh.

Terdapat dua tantangan dalam mengamankan penerimaan PPh pada tahun depan. Pertama, efek penurunan tarif PPh badan masih akan terasa pada tahun depan. Kedua, relaksasi kebijakan pajak dividen untuk wajib pajak badan dan orang pribadi juga ikut menambah tantangan.

"Dalam UU Cipta Kerja sudah ada potential loss Rp10 triliun dari penurunan tarif PPh badan dan masih ada tantangan di PPh 26 karena adanya ketentuan baru dalam pajak dividen. Kami berharap hal tersebut memberikan dampak kepada investasi," katanya. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

02 Desember 2020 | 21:35 WIB

Semoga perubahan ini dapat secara efektif mendorong compliance Wajib Pajak walaupun ditengah kondisi seperti sekarang ini!

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?