KEBERADAAN burung walet serta keistimewaan sarangnya sudah dikenal sejak ratusan tahun silam. Khasiat sarang burung walet bagi kesehatan tubuh sangat populer dan banyak diminati masyarakat. Bahkan, sarang burung walet juga menjadi komoditas ekspor dan memiliki nilai jual tinggi.
Terdapat dua jenis jenis sarang burung walet, yaitu yang berasal dari gua atau alam dan yang berasal dari hasil ternak atau budidaya di sebuah bangunan khusus. Harga kedua jenis sarang burung walet tersebut berbeda dan lebih mahal yang diperoleh dari gua atau alam.
Banyaknya peminat serta potensi nilai jual yang tinggi membuat pajak sarang burung walet menjadi salah satu potensi penerimaan pajak daerah yang patut digali. Namun, beberapa daerah mengaku jenis pajak ini sulit untuk dipungut. Lantas, sebenarnya apa itu pajak sarang burung walet?
Definisi
PAJAK sarang burung walet merupakan salah satu dari sekian pajak yang tergolong pada jenis pajak kabupaten/kota. Dengan demikian, diketahui proses pemungutan pajak sarang burung walet dapat dilaksanakan pada tingkat kabupaten/kota.
Berdasarkan Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Pajak Daerah dan retribusi Daerah (UU PDRD) pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
Adapun yang dimaksud dengan burung walet, sesuai Pasal 1 angka 36 adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
Burung walet memiliki kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah atau gedung yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap. Burung walet ini menggunakan langit-langit gua atau rumah tersebut untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.
Sarang burung walet yang tersusun dari air liur burung walet mempunyai daya jual yang tinggi karena dapat dimakan dan baik bagi kesehatan. Sarang tersebut biasanya dimasak untuk campuran obat tradisional atau makanan mewah.
Namun, tidak semua kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan yang sarang burung walet dikenakan pajak. Berdasarkan Pasal 72 ayat (2) UU PDRD terdapat dua kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet yang dikecualikan dari objek pajak sarang burung walet.
Pertama, pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kedua, kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda).
Adapun merujuk pada Pedoman Umum PDRD yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, pengambilan sarang burung walet yang merupakan objek PNBP adalah yang berasal dari habitat alami, seperti hutan dan gua.
Selain itu, tidak semua daerah kabupaten/kota memiliki potensi sarang burung walet. Untuk itu, dapat dikatakan pajak sarang burung walet ini termasuk salah satu potensi daerah yang unik yang hanya dapat ditemui pada daerah tertentu.
Daerah yang potensi pajak sarang burung waletnya termasuk signifikan di antaranya Kabupaten Musi Banyuasin-Sumatera Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur-Kalimantan Tengah, Kabupaten Kebumen-Jawa Tengah, Kabupaten Muaro Jambi-Jambi, dan Kota Semarang-Jawa Tengah.
Apabila potensi sarang burung walet dibarengi dengan proses pengambilan dan/atau pengusahaan secara signifikan, maka dipandang mampu mendorong peningkatan pendapatan asli daerah.
Sebelum berlakunya UU No.28/2009, pajak sarang burung walet pada dasarnya telah banyak diterapkan oleh pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia. Pungutan atas budidaya sarang burung walet dilakukan oleh berbagai kabupaten/kota dengan nama yang berbeda.
Sebelumnya, ada yang mengatur pungutan atas sarang burung walet sebagai pajak daerah dan ada pula yang menyatakannya sebagai retribusi daerah. Hal ini berarti, pajak sarang burung walet yang diatur dalam UU No.28/2009 (UU PDRD) bukan suatu hal yang baru.
Pengaturan pajak sarang burung walet pada UU PDRD pada dasarnya merupakan penegasan atas aturan pemungutan atas budidaya sarang burung walet di Indonesia. Ketentuan lebih lanjut dapat disimak dalam UU PDRD atau simak “Inilah Salah Satu Jenis Pajak Daerah yang Sulit Dipungut”
Simpulan
INTINYA, pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Namun, tidak semua pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet dikenakan pajak karena terdapat pula yang dikecualikan dari objek pajak.
Pemungutan pajak ini merupakan salah satu jenis pajak daerah yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota. Namun, pengenaan pajak ini tidak mutlak ada pada setiap daerah karena bergantung pada potensi sarang burung walet di daerah tersebut. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
wah baru tau tentang pajak sarang burung walet, terimakasih ddtc sekarang jadi mengerti