LAPORAN WORLD BANK

World Bank Sebut Batas Omzet PKP RI Terlalu Tinggi, Perlu Dipangkas?

Muhamad Wildan | Selasa, 25 Juni 2024 | 13:00 WIB
World Bank Sebut Batas Omzet PKP RI Terlalu Tinggi, Perlu Dipangkas?

Laporan World Bank mengenai tingginya batas omzet bagi PKP.

JAKARTA, DDTCNews - World Bank kembali mendorong Indonesia untuk menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak.

Berdasarkan catatan World Bank, threshold PKP senilai Rp4,8 miliar yang berlaku di Indonesia jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan threshold PKP di negara-negara tetangga dan negara-negara anggota OECD.

"Di Indonesia, threshold yang berlaku adalah senilai US$320.000, 6 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata di negara OECD [US$57.000 pada 2022]. Artinya, hanya perusahaan dengan omzet senilai US$320.000 yang wajib mendaftarkan diri sebagai PKP," tulis World Bank dalam Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Juni 2024, dikutip Selasa (25/6/2024).

Baca Juga:
Permanent Safe Harbour Pajak Minimum Global, Pajak Tambahan Bisa Nol

Threshold PKP yang tinggi pada akhirnya menekan jumlah badan usaha yang berpartisipasi dalam pemungutan dan penyetoran PPN. Berdasarkan enterprise survey yang dilakukan oleh World Bank pada tahun lalu, hanya sekitar 0,3% dari total usaha kecil di Indonesia yang menyetorkan PPN.

"Tingginya threshold PKP telah mempersempit basis PPN secara signifikan. Selain itu, terdapat banyak sektor di Indonesia yang dibebaskan dari pengenaan pajak, seperti pertambangan dan drilling," tulis World Bank.

Berkaca pada kondisi ini, World Bank kembali mendorong Indonesia untuk menurunkan threshold PKP serta mengurangi fasilitas pembebasan dan pengecualian PPN. Dana yang terkumpul dari penurunan threshold PKP dan pemangkasan insentif bisa digunakan untuk mendanai beragam program bantuan sosial yang dicanangkan pemerintah.

Baca Juga:
Ketentuan Terkini Soal Virtual Office sebagai Tempat Pengukuhan PKP

Untuk diketahui, pelaku usaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP bila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku peredaran brutonya sudah melebihi Rp4,8 miliar.

Threshold PKP senilai Rp4,8 miliar ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 197/2013 dan mulai berlaku sejak 2014. Sebelum tahun tersebut, threshold PKP yang berlaku di Indonesia hanyalah senilai Rp600 juta.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu pun mencatat belanja pajak yang timbul akibat threshold PKP senilai Rp4,8 miliar terus naik dari tahun ke tahun. Pada 2023, belanja pajak akibat kebijakan tersebut diproyeksikan Rp52,43 triliun.

Baca Juga:
Presiden Trump Nyatakan Solusi 2 Pilar dari OECD Tak Berlaku Bagi AS

Pada tahun ini, belanja pajak yang timbul akibat threshold PKP yang tinggi tersebut diproyeksikan mencapai Rp56,53 triliun. Pada tahun depan, belanja pajak akibat threshold PKP Rp4,8 miliar diproyeksikan akan naik menjadi Rp61,22 triliun.

Perumusan kebijakan PPN dengan mempertimbangkan threshold PKP sebenarnya pernah diulas secara mendalam oleh DDTC melalui buku Desain Sistem Perpajakan Indonesia: Tinjauan Atas Konsep Dasar dan Pengalaman Internasional.

Buku itu memuat 3 pertanyaan yang perlu dijawab oleh setiap negara dalam menentukan batasan omzet bagi pengusaha kena pajak. Pertama, faktor atau variabel apa yang menjadi batasan sehingga pengusaha bisa disebut sebagai pengusaha kecil?

Kedua, kebijakan seperti apa yang perlu disusun untuk menyederhanakan prosedur PPN pengusaha kecil? Ketiga, adakah cara untuk memastikan pengusaha kecil benar-benar telah memenuhi ambang batas pengusaha kecil untuk tujuan PPN? (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 23 Januari 2025 | 18:21 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Permanent Safe Harbour Pajak Minimum Global, Pajak Tambahan Bisa Nol

Selasa, 21 Januari 2025 | 11:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Presiden Trump Nyatakan Solusi 2 Pilar dari OECD Tak Berlaku Bagi AS

BERITA PILIHAN
Kamis, 23 Januari 2025 | 19:30 WIB DDTC TOWN HALL 2025

DDTC Town Hall: From Vision to Action, Empowering Tomorrow

Kamis, 23 Januari 2025 | 19:25 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemeriksaan Kesehatan Gratis Dilaksanakan Mulai Bulan Depan

Kamis, 23 Januari 2025 | 18:21 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Permanent Safe Harbour Pajak Minimum Global, Pajak Tambahan Bisa Nol

Kamis, 23 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Surat Keterangan PP 55/2022 di Coretax DJP

Kamis, 23 Januari 2025 | 17:45 WIB DDTC TOWN HALL

Town Hall 2025, DDTC Apresiasi dan Dukung Pengembangan Karier Pegawai

Kamis, 23 Januari 2025 | 17:00 WIB KABUPATEN SUKOHARJO

Tarif PBB-P2 Lahan Produksi Lebih Rendah, Bisa Dukung Ketahanan Pangan

Kamis, 23 Januari 2025 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sederet Kondisi yang Bikin WP Tidak Kena Denda Telat Lapor SPT Masa

Kamis, 23 Januari 2025 | 15:40 WIB DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Seminar DDTC Academy soal P2DK, Pemeriksaan, dan Bukper di Era Coretax