BERITA PAJAK HARI INI

WFO dan WFH Pegawai DJP Bakal Dievaluasi Sesuai Perkembangan Covid-19

Redaksi DDTCNews | Jumat, 29 Mei 2020 | 08:00 WIB
WFO dan WFH Pegawai DJP Bakal Dievaluasi Sesuai Perkembangan Covid-19

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pengaturan pegawai Ditjen Pajak (DJP) yang bekerja dari kantor dan bekerja dari rumah akan terus dievaluasi sesuai perkembangan pandemi Covid-19. Hal tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (29/5/2020).

Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-30/PJ/2020, mulai 2 Juni 2020, sudah ada pegawai DJP yang bekerja dari kantor (work from office/WFO). Namun, masih ada sebagian pegawai yang tetap bekerja dari rumah (work from home/WFH).

Adapun pegawai yang mulai masuk kantor setiap hari kerja dan melaksanakan pekerjaannya dari kantor (WFO) mulai 2 Juni 2020 adalah staf ahli menteri, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, pejabat pegawas, supervisor pemeriksa/penyidik.

Baca Juga:
Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Selain pegawai tersebut, Dirjen Pajak memberlakukan dua ketentuan. Pertama, mulai 2 Juni 2020, pegawai WFO sebanyak 25% tiap unit kerja. Kedua, mulai 15 Juni 2020, pegawai WFO sejumlah 50% tiap unit kerja. Pengaturan jadwal dilakukan oleh kepala unit kerja masing-masing.

“Pengaturan pegawai WFO dan WFH … akan dievaluasi sesuai dengan perkembangan keadaan dan situasi tingkat penyebaran Covid-19,” demikian bunyi ketentuan dalam SE tersebut.

Selain pengaturan mengenai WFO dan WFH pegawai DJP, sejumlah media juga menyoroti kembali pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri. Seperti diketahui, ketentuan ini diatur dalam PMK 48/2020.

Baca Juga:
Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Layanan Tatap Muka

Dimulainya WFO bagi sebagian pegawai DJP, sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-30/PJ/2020, menjadi upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi serta layanan dalam rangka beradaptasi dengan situasi Covid-19.

Namun demikian, dalam SE tersebut tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait dengan pelayanan langsung atau tatap muka yang sesuai SE-23/PJ/2020 berakhir pada hari ini, Jumat (29/5/2020). SE itu hanya menyebut ketentuan terkait panduan pelaksanaan tugas dan fungsi serta upaya peningkatan kewaspadaan selama masa pencegahan penyebaran Covid-19 tetap berlaku.

Baca Juga:
Airlangga Minta Kendala Coretax Jangan Sampai Ganggu Penerimaan Negara

Salah satu ketentuan yang masih berlaku adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ/2020. SE itu memuat penghentian sementara layanan langsung. Simak artikel ‘Mulai 2 Juni 2020, Sebagian Pegawai DJP Kembali Bekerja dari Kantor’. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • PPN Produk Digital Luar Negeri

DJP mengatakan mulai 1 Juli 2020, pemanfaatan produk digital dari luar negeri akan dipungut PPN sebesar 10%. Pengenaan PPN produk digital luar negeri ini berguna untuk menciptakan kesetaraan antarpelaku usaha.Selama ini, baru pemanfaatan produk digital dari dalam negeri yang dipungut PPN.

Produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan gim digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.

Baca Juga:
Hanya Notaris dan PPAT yang Bisa Akses Fitur Validasi PPhTB di Coretax

DJP mengatakan pemungutan PPN atas produk digital dari luar negeri ini juga penting untuk meningkatkan penerimaan negeri. Pajak menjadi salah satu sumber pendapatan yang cukup besar dalam penanggulangan dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. (Kontan/DDTCNews)

  • Pengadaan Sistem Integrator

DJP telah mengumumkan proses pengadaan sistem integrator untuk sistem inti administrasi perpajakan atau core tax administration system. Sejauh ini, agen pengadaan telah mengumumkan beberapa pihak yang lolos dalam prakualifikasi.

Mayoritas pihak yang lolos merupakan perusahaan yang berdiri di Indonesia atau perusahaan patungan dan joint operation (JO) antara perusahaan asing dan perusahaan di dalam negeri. Pertama, JO LG CNS Co Ltd, PT LG CNS Indonesia, dan Qualysoft Gmbh. Kedua, JO UST Global Pte. Ltd dan PT Phintraco Technology. Ketiga, JO Fast Enterprises, LLC, PT Walden Global Services, dan PT Sigma Cipta Caraka. Keempat, PT IBM Indonesia. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
PIC Coretax Jangan Bingung! DJP Beri Panduan, Bahas Soal Role Akses
  • Pembayaran PBB Migas dan Panas Bumi

DJP menerbitkan petunjuk pelaksanaan administrasi pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor pertambangan migas dan panas bumi. Petunjuk pelaksanaan tersebut dimuat dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-25/PJ/2020.

SE ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam mengadministrasikan pembayaran PBB migas dan PBB panas bumi yang dilakukan melalui pemindahbukuan, mekanisme lain, atau pembayaran sendiri oleh wajib pajak. Simak artikel ‘SE Baru Soal Administrasi Pembayaran PBB Migas dan Panas Bumi’. (DDTCNews)

  • BI Borong SBN

Bank Indonesia (BI) telah memborong surat berharga negara (SBN) yang telah diterbitkan pemerintah senilai Rp200,25 triliun sejak awal tahun. Posisi kepemilikan SBN oleh BI hingga 26 Mei 2020 tercatat sebesar Rp 443,48 triliun. Kepemilikan atas SBN tersebut digunakan bank sentral untuk instrumen moneter, terutama dalam menstabilkan kondisi likuiditas di pasar keuangan dan perbankan.

"SBN ini dibeli baik di pasar sekunder maupun di pasar primer, termasuk yang telah diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 2 tahun 2020 sejak 16 April 2020," kata Gubernur BI Perry Warjiyo. (Kontan) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

29 Mei 2020 | 22:27 WIB

langkah evaluasi WFH untuk terus diterapkan menunjukan bahwa sistem administrasi pajak pemerintah mendekati level good governance dan terintegrasi dengan baik. dengan ini langkah DJP untuk mengevaluasi kebijakan akan cepat dan menjadi teladan untuk menerapkan "new normal"

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Airlangga Minta Kendala Coretax Jangan Sampai Ganggu Penerimaan Negara

Senin, 03 Februari 2025 | 12:30 WIB KPP PRATAMA SINTANG

Hanya Notaris dan PPAT yang Bisa Akses Fitur Validasi PPhTB di Coretax

BERITA PILIHAN
Senin, 03 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Terbitkan Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah

Senin, 03 Februari 2025 | 17:30 WIB PMK 136/2024

Ada De Minimis Exclusion, Pajak Minimum Global Bisa Jadi Nol

Senin, 03 Februari 2025 | 16:45 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pembetulan?

Senin, 03 Februari 2025 | 16:21 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Inflasi Januari Cuma 0,76 Persen, Diskon Listrik Jadi Penyebab

Senin, 03 Februari 2025 | 16:09 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 15:21 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Titipan Pesan dari Gibran ke Bahlil Soal Elpiji 3 Kg, Apa Isinya?

Senin, 03 Februari 2025 | 15:09 WIB AGENDA PAJAK

Hadapi 2025, DDTC Gelar Seminar Eksklusif di Cikarang

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Tata Ulang Lahan Kebun Sawit, Pastikan Kepatuhan Pengusaha