BERITA PERPAJAKAN HARI INI

Waktu Penundaan Pembayaran Cukai Diperpanjang Lagi Jadi 90 Hari

Redaksi DDTCNews | Jumat, 23 Juli 2021 | 08:00 WIB
Waktu Penundaan Pembayaran Cukai Diperpanjang Lagi Jadi 90 Hari

Ilustrasi. Petugas Bea Cukai melakukan pengawasan aktivitas salah satu pabrik rokok. (foto: DJBC)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah kembali memperpanjang waktu penundaan pembayaran cukai untuk pengusaha pabrik yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai. Kebijakan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (23/7/2021).

Melalui PMK 93/2021, pemerintah memperpanjang waktu penundaan pembayaran cukai untuk pengusaha pabrik yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai dari sebelumnya 2 bulan menjadi 90 hari. PMK tersebut merupakan perubahan kedua dari PMK 57/2017.

“untuk memberikan keberlanjutan dukungan dalam menjaga produktivitas dan arus kas pengusaha pabrik barang kena cukai di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung,” bunyi penggalan pertimbangan pemberian relaksasi dalam PMK 93/2021.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf a PMK 57/2017, terhadap pengusaha pabrik yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai dapat diberikan penundaan waktu selama 2 bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai.

Melalui PMK 93/2021, Kementerian Keuangan memperpanjang jangka waktu penundaan tersebut menjadi 90 hari. Perpanjangan jangka waktu penundaan ini berlaku untuk dua kondisi.

Pertama, pemesanan pita cukai dengan penundaan yang belum dilakukan pembayaran cukai sampai dengan jatuh tempo penundaan pada saat PMK 93/2021 berlaku (12 Juli 2021). Kedua, pemesanan pita cukai dengan penundaan yang diajukan pada saat PMK 93/2021 berlaku hingga 31 Oktober 2021.

Baca Juga:
Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Selain mengenai penundaan pembayaran cukai untuk pengusaha pabrik yang melaksanakan pelunasan dengan cara pelekatan pita cukai, ada pula bahasan mengenai realisasi restitusi hingga semester I/2021 dan kinerja tax ratio Indonesia.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Penyerahan Jaminan

Penundaan jangka waktu 90 hari dapat diberikan setelah Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Kepala Kanwil Bea dan Cukai menetapkan keputusan pemberian penundaan berdasarkan pada permohonan pengusaha pabrik. Selain itu, pengusaha pabrik menyerahkan jaminan yang akan dipergunakan untuk jangka waktu penundaan 90 hari.

Terhadap pemesanan pita cukai dengan penundaan yang jatuh tempo penundaannya melewati 31 Desember 2021, Kementerian Keuangan menetapkan jatuh tempo penundaan pada tanggal 31 Desember 2021. (DDTCNews)

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Realisasi Restitusi Pajak Semester I/2021

Realisasi restitusi pajak sepanjang semester I/2021 senilai Rp 110,79 triliun. Realisasi tersebut sekaligus menunjukkan kenaikan sekitar 15,87% dari performa pada semester I/2020 senilai Rp 93,21 triliun.

Restitusi pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) senilai Rp74,1 triliun atau tumbuh 8,65% secara tahunan. Kemudian, restitusi pajak penghasilan (PPh) Pasal 25/29 badan senilai Rp31,3 triliun atau naik 31,28% secara tahunan. Adapun sisanya berasal dari jenis pajak lainnya. (Kontan)

Tax Ratio Indonesia

Berdasarkan pada data yang dipublikasikan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2021, tax ratio Indonesia tercatat mencapai 11,6% dan hanya lebih tinggi dibandingkan dengan Laos dan Bhutan.

Baca Juga:
Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

"Tax ratio Indonesia menurun 0,4 poin persentase dari 12% pada 2018 menjadi 11,6% pada 2019. Bila dibandingkan dengan 2007, tax ratio Indonesia menurun 0,6 poin persentase," tulis OECD dalam laporannya.

Bila dibandingkan dengan rata-rata tax ratio Asia dan Pasifik, tax ratio Indonesia juga tercatat jauh berada di bawah rata-rata. OECD mencatat rata-rata tax ratio 24 negara Asia dan Pasifik yang disurvei mencapai 21%. Simak ‘OECD: Tax Ratio RI Terendah Ketiga di 24 Negara Asia dan Pasifik’. (DDTCNews)

Pengawasan Kepatuhan Materiel Wajib Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pengawasan kepatuhan materiel dilakukan dengan memanfaatkan data dan informasi yang telah dikumpulkan. Sinergi dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) serta Ditjen Anggaran (DJA) juga terus diperkuat.

Baca Juga:
Efisiensi Logistik, Pemerintah Kombinaskan INSW dan NLE

“Kami tetap melakukan pengawasan kepatuhan terhadap wajib pajak secara materiel [dengan] memanfaatkan data dan informasi yang terus menerus kami kumpulkan dan kami kelola,” ujar Suryo.

Suryo mengatakan pengawasan kepatuhan materiel wajib pajak menjadi bagian dari upaya optimalisasi penerimaan, khususnya pada semester II/2021. Pemerintah memproyeksi penerimaan pajak tahun ini akan mencapai Rp1.176,3 triliun atau setara 95,7% dari target Rp1.229,6 triliun. (DDTCNews)

Bea Masuk Ditanggung Pemerintah

Pemerintah memberikan fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (BM DTP) atas barang dan bahan yang diimpor oleh 42 sektor industri yang produktivitasnya terdampak pandemi Covid-19. Perincian sektor industri yang mendapatkan fasilitas BM DTP itu tertuang dalam lampiran PMK 68/2021.

Baca Juga:
Asistensi Fasilitas Kepabeanan, DJBC Beri Pelatihan Soal IT Inventory 

Pemerintah memberikan fasilitas BM DTP untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui peningkatan produktivitas sektor industri tertentu. Pemerintah juga ingin menjamin ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri dan penyerapan tenaga kerja. Simak ‘Pemerintah Beri Fasilitas Bea Masuk DTP untuk 42 Sektor Industri’. (DDTCNews)

Suku Bunga Acuan Bank Indonesia

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75% dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, baik global maupun domestik. Selain itu, keputusan tersebut sejalan dengan perlunya menjaga nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi yang tetap rendah. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 20:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 15:30 WIB BEA CUKAI JAKARTA

Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN