Ilustrasi.
SURAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak, termasuk pelaku UMKM, perlu memahami perbedaan pembukuan dan pencatatan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Topik tersebut disampaikan oleh Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Jawa Tengah II dalam sebuah dialog interaktif di radio beberapa waktu lalu. Fungsional Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jateng II Wieka Wintari lantas membeberkan perbedaan mendasar antara pencatatan dan pembukuan, serta siapa saja yang perlu menjalankannya.
"Pencatatan adalah pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto," kata Wieka dilansir pajak.go.id, dikutip Rabu (23/11/2022).
Pencatatan tersebut, imbuhnya, kemudian dipakai wajib pajak untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Kemudian, pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara wajib dan teratur dalam mengakumulasikan semua jenis data dan informasi keuangan. Data yang dimaksud mencakup harta, kewajiban, modal penghasilan, dan biaya.
Lantas siapa saja yang menjalankan pembukuan dan pencatatan?
Pembukuan dijalankan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan. Namun, dikecualikan dari pelaksanaan pembukuan adalah wajib pajak dengan kriteria tertentu.
Kriteria yang dimaksud adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pengecualian juga berlaku terhadap wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu, yakni wajib pajak orang pribadi usahawan yang memiliki omzet atau peredaran usaha paling banyak Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.
Perlu dicatat, wajib pajak orang pribadi usahawan beromzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak diwajibkan melakukan pencatatan. Kendati begitu, tidak ada format baku yang perlu dijalankan bagi wajib pajak dalam melakukan pencatatan.
PMK 54/2021 mengatur adanya 4 ketentuan yang perlu diperhatikan ketika wajib pajak melakukan pencatatan. Pertama, wajib pajak perlu memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya serta didukung dokumen yang menjadi dasar pencatatan.
Kedua, pencatatan dilakukan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab dan satuan mata uang rupiah sebesar nilai yang sebenarnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan perpajakan.
Ketiga, dilakukan dalam suatu tahun pajak berupa jangka waktu 1 tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Keempat, dilakukan secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.