BERITA PAJAK HARI INI

Wah, Pemerintah Tambah Daftar PKP yang Dapat Restitusi Dipercepat

Redaksi DDTCNews | Senin, 26 Agustus 2019 | 08:29 WIB
Wah, Pemerintah Tambah Daftar PKP yang Dapat Restitusi Dipercepat

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menambah daftar kelompok usaha yang bisa memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat. Hal tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (26/8/2019).

Penambahan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 117/PMK.03/2019. Beleid yang diundangkan dan mulai berlaku pada 19 Agustus 2019 ini mengubah beberapa ketentuan yang ada dalam Peraturan Menteri Keuangan No.39/PMK.03/2018.

Dalam beleid itu, pemerintah menambah daftar pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah. Seperti diketahui, PKP berisiko rendah dapat memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Pertama, pedagang besar farmasi. Kedua, distributor alat kesehatan. Ketiga, perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham lebih dari 50%, yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan BUMN induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Pedagang besar farmasi besar yang bisa memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat harus memiliki Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi serta Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik. Selanjutnya, distributor alat kesehatan wajib memiliki Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan serta Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti risiko pelebaran shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak. Kinerja pajak yang hingga akhir Juli 2019 hanya tumbuh 2,9% menjadi alarm bagi pemerintah untuk meningkatkan extra effort.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Dukung Program JKN

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan kebijakan ini untuk membantu Program Jaminan Kesehatan Nasional serta likuiditas Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan Pemungut PPN.

Pasalnya, para pedagang besar farmasi dan distributor alat kesehatan acap kali bertransaksi dengan rumah sakit negeri yang merupakan pemungut PPN. Dua kelompok usuha ini secara langsung dan tidak langsung merupakan mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Melalui restitusi PPN yang dipercepat, pedagang besar farmasi dan distributor alat kesehatan akan terbantu likuiditasnya. Otoritas pajak mengharapkan fasilitas ini dapat menjadi instrumen dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional.

“Kami harap likuiditas mereka terbantu dan mendukung program JKN,” kata Hestu.

  • Auditor Independen

Untuk mendapatkan fasilitas restitusi dipercepat, perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN wajib melampirkan Laporan Keuangan Konsolidasi BUMN induk yang telah diaudit oleh auditor independen.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

“Untuk tahun pajak terakhir sebelum permohonan diajukan,” demikian bunyi penggalan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 117/PMK.03/2019.

  • Kinerja Extra Effort

Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan rendahnya penerimaan pajak merupakan dampak dari dinamika eksternal. Dinamika tersebut mulai dari perlambatan aktivitas impor hingga normalisasi harga komoditas. Selain itu, ada tekanan dari sisi restitusi.

“Perlu menjadi perhatian bersama bahwa kinerja extra effort utama kita belum cukup baik, diantaranya dapat dilihat dari effort pengawasan yang negatif 28,8% dan secara total effort negatif 15,5%,” ujarnya.

Baca Juga:
Deposit di Coretax Tidak Otomatis Jadi Tempat Pengembalian Pajak
  • PPh Bunga Obligasi

Pemerintah merilis aturan yang memberikan relaksasi pajak penghasilan atas bunga obligasi dalam bentuk DIRE, DINFRA dan KIK EBA melalui PP No.55/2019. Kebijakan yang diarahkan untuk menarik minat investor pada instrumen investasi dibidang infrastruktur.

Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan secara prinsip ketiga instrumen investasi tersebut serupa dengan reksa dana. Oleh karena itu, pemerintah merilis aturan terbaru yang mengakomodasi ketiga instrumen tersebut agar mendapat perlakuan pajak atas bunga atau PPh final yang sama dengan invetasi reksadana.

“Kita persamakan ketiga [instrumen investasi] itu dengan reksa dana. Jadi semua pembiayaan terkait infrastruktur dikenai 5%,” kata Robert.

Baca Juga:
Biaya Transfer Pengembalian PPN ke Turis Asing, Siapa yang Tanggung?
  • Temuan BPK

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan banyaknya pelaku usaha di industri kelapa sawit yang melanggar undang-undang. Ini terlihat dari hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) BPK atas perizinan, sertifikasi, dan implementasi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Pelanggaran itu berupa masih ada pengusaha yang belum memiliki guna usaha, banyaknya perusahaan yang belum membangun lahan plasma, masih ada lahan perkebunan yang tumpang tindih dengan pertambangan, serta ada perusahaan yang menjalankan perkebunan di atas hutan konservasi, hutan lindung, dan taman nasional. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?