Ilustrasi. (foto: imarticus.org)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) melirik data nasabah financial technology (fintech) sebagai informasi pihak ketiga. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Senin (18/3/2019).
Informasi keuangan dari nasabah fintech ini akan digunakan sebagai salah satu data dalam pertukaran otomatis (automatic exchange of information/AEoI). DJP melihat data dari pelaku fintech juga cukup kuat sebagai data pembanding dalam sistem pajakself assessment di Indonesia.
“Sekarang yang sedang boombing adalah fintech. [Mereka] harus lapor ke DJP mengenai nasabahnya,” tutur Kepala Sub Direktorat Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional DJP Leli Listianawati.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ditjen Pajak telah memiliki data nasabah Indonesia di luar negeri dengan nilai aset Rp1.300 triliun dari implementasi AEoI. Di dalam negeri, hingga 11 Maret 2019, sudah ada 6.378 lembaga keuangan yang terdaftar di DJP. Dari jumlah tersebut, 6.143 merupakan lembaga keuangan pelapor.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti perkembangan insentif tax holiday. Pascarelaksasi regulasi terkait tax holidaypada November 2018, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat ada sebanyak enam perusahaan yang telah mengajukan insentif melalui online single submission (OSS).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Hingga saat ini, perkembangan fintech masih menyisakan masalah. Masih banyak fintech yang belum terdata dan memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan data OJK, jumlah rekening perdana P2P lending pada 2018 sebanyak 207.506. Sementara, dari sisi jumlah rekening, peminjam tahun lalu tercatat sebanyak 4,35 juta.
“Kami meminta daftar dari OJK, asosiasi termasuk kementerian yang terkait. Ternyata, jauh lebih banyak populasinya dibandingkan yang terdaftar,” ujar Leli Listianawati.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan segera mengusut temuan aset lebih dari Rp1.300 triliun dalam AEoI. Dalam tahap pertama, otoritas akan menguji kebenaran data tersebut. Namun, dia belum bisa memastikan waktu selesainya proses penelitian data.
“Saat ini prosesnya kami sedang meneliti data tersebut,” katanya.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat temuan aset Rp1.300 di luar negeri bisa menjadi data pembanding yang bisa dicocokkan dengan data di Surat Pemberitahuan (SPT). Dengan data ini, DJP akan terbantu untuk menguji kebenaran SPT yang telah dilaporkan.
“Singkatnya, data itu bisa dijadikan alat menguji kepatuhan wajib pajak,” kata Bawono.
Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal BKPM Husen Maulana mengatakan dari enam perusahaan yang mengajukan fasilitastax holiday melalui OSS, sebanyak tiga perusahaan sudah mendapatkan persetujuan dari otoritas. Sisanya, tiga perusahaan masih menunggu proses klarifikasi dari DJP.
Tiga perusahaan yang sudah disetujui itu, sambung Husen, adalah dua perusahaan di bidang usaha pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan satu perusahaan di bidang usaha industri pembuatan logam dasar bukan besi. Total rencana investasi ketiga perusahaan itu senilai Rp20,2 triliun.
Selain enam perusahaan yang sudah masuk melalui OSS, ada dua perusahaan yang mengajukan fasilitas tax holiday secara khusus. Pengajuan secara khusus ini dikarenakan bidang usaha mereka tidak tercantum dalam daftar pasal 5 PMK 150/2018. Mereka menganggap sektor usahanya merupakan industri pionir.
“Tapi, karena berkas permohonan belum lengkap dan benar, permohonan sudah dikembalikan by system,” kata Husen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan terus mewaspadai perkembangan kinerja ekspor—impor meskipun neraca perdagangan pada Februari 2019 sudah mulai surplus. Meskipun memberikan sinyal positif, performa itu dinilai masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.
“Kita tetap terus waspada. Kenapa? Karena neraca perdagangan ini positif karena dua-duanya yakni ekspor dan impor negatif. Ekspor negatif dan impornya turun lebih dalam lagi,” kata Sri Mulyani. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.