Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengantongi data nasabah dengan nilai simpanan atau aset sekitar Rp1.300 triliun dari implementasi automatic exchange of information (AEoI). Ironisnya, sebagian besar simpanan atau aset itu disinyalir belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) ataupun dideklarasikan saat mengikuti program amnesti pajak.
Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (15/3/2019). Hingga 11 Maret 2018, DJP telah mengirimkan informasi data keuangan kepada 54 negara. Sebaliknya, DJP juga telah menerima data dari 66 negara.
“Hasilnya, ada lebih dari Rp1.300 triliun [simpanan atau aset WNI yang didapat dari implementasi AEoI],” ujar Kepala Sub Direktorat Pertukaran Informasi Direktorat Perpajakan Internasional DJP Leli Listianawati.
Menurut Leli, data yang didapatkan ini akan meningkat karena jumlah negara atau yurisdiksi yang akan bertukar informasi dengan Indonesia terus bertambah. Tahun ini, DJP akan mengirim data kepada 81 negara. Sebaliknya, DJP akan menerima data dari 94 negara.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti topik dicabutnya sekitar 93 regulasi pajak oleh Kementerian Keuangan. Langkah ini ditempuh untuk memberikan kepastian karena beberapa regulasi sudah tidak relevan dan tumpang tindih.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Kepala Sub Direktorat Pertukaran Informasi Direktorat Perpajakan Internasional DJP Leli Listianawati mengatakan ada gap dalam pengungkapan simpanan atau aset dalam pelaporan SPT maupun deklarasi saat program amnesti pajak berlangsung. Artinya, ada harta yang belum dideklarasikan dalam sistem pajak Tanah Air.
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan semua lembaga keuangan akan melaporkan informasi rekening keuangan tahun pajak 2018 kepada otoritas pajak. Semua data akan dikirimkan secara elektronik pada April tahun ini.
“Selanjutnya, September 2019, kami akan mempertukarkan dengan lebih dari 90 yurisdiksi secara resiprokal,” katanya.
Hingga 11 Maret 2019, jumlah lembaga keuangan yang terdaftar di DJP sebanyak 6.378 dengan rincian 6.143 merupakan lembaga keuangan pelapor dan 235 lembaga keuangan nonpelapor.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan ribuan triliun data keuangan seharusnya menjadi momentum bagi DJP untuk merombak struktur penerimaan pajak. Selama ini, struktur penerimaan pajak masih sangat timpang karena penerimaan PPh orang pribadi (OP) masih lebih rendah dibandingkan dengan PPh badan.
“Salah satu hal untuk mendorong kepatuhan WP di negara yang menganut self assessment adalah data yang valid. Karena dengan data tersebut otoritas pajak dapat menguji kebenaran SPT WP yang dilaporkan,” katanya.
Menurut Darussalam, optimalisasi data atau informasi keuangan dari AEoI harus dilakukan dengan beberapa langkah strategis.Pertama, menganalisis data keuangan tersebut ke masing-masing profil SPT WP. Kedua, imbauan kepada WP yang terbukti belum melaporkan asetnya. Imbauan itu difokuskan pada pembetulan SPT dan penyelesaian konsekuensi pajaknya.
Jika imbauan tidak ditanggapi, terbuka kemungkinan, WP yang bandel bisa saja diperiksa dengan segala bentuk konsekuensinya. “Termasuk konsekuensi dilanjutkan ke pemeriksaan bukti permulaan dan bisa juga dilanjutkan ke penyidikan tindak pidana perpajakan,” tutur Darussalam.
Ajib Hamdani, Ketua Hipmi Tax Center mengatakan DJP harus membuat instrumen sebagai pengukur kepatuhan kepatuhan pajak. Cara ini akan memberikan keadilan bagi wajib pajak lain yang sudah dari awal patuh terhadap ketentuan pajak.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.