Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berupaya menutup celah pelanggaran barang kena cukai hasil tembakau atau rokok, terutama yang menggunakan modus pita cukai salah peruntukan dan salah personifikasi.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pita cukai yang salah personifikasi termasuk yang sering digunakan pada rokok ilegal. Dalam hal ini, pita cukai rokok golongan 3 yang tarifnya murah dilekatkan pada produk dari golongan lebih tinggi.
"Dari salah peruntukan dan salah personifikasi ini, kami sudah melakukan review mendalam untuk memperketat alokasi dari pita cukai untuk golongan 3 sesuai dengan kebutuhan aktual di masing-masing perusahaan," katanya, dikutip pada Sabtu (23/9/2023).
Askolani mengatakan peredaran rokok ilegal menjadi salah satu tantangan besar dalam pengumpulan penerimaan cukai hasil tembakau. DJBC pun mengidentifikasi beberapa modus peredaran rokok ilegal antara lain tidak dilekati pita cukai atau polos, dilekati pita cukai bekas, dilekati pita cukai palsu, dilekati pita cukai salah peruntukan, serta dilekati pita cukai salah personifikasi.
Pada rokok ilegal dengan pita cukai salah peruntukan, biasanya akan dilekati pita cukai dari barang kena cukai lainnya seperti minuman mengandung etil alkohol. Sementara untuk pita cukai salah personifikasi, biasanya rokok dilekati cukai dari golongan yang lebih rendah.
Dengan adanya tendensi tersebut, dia menyebut DJBC bakal memperketat alokasi pita cukai rokok pada golongan 3. Melalui upaya ini, diharapkan tidak ada lagi pita cukai golongan 3 yang bocor dan digunakan oleh produk dari golongan lebih tinggi.
"Ada shifting dari alokasi untuk golongan 3 yang kemudian digunakan untuk golongan 2. Ini sejalan dengan turunnya produksi dari golongan 1," ujarnya.
Di sisi lain, Askolani menambahkan DJBC juga tetap berupaya menindak rokok ilegal dengan modus lainnya. Pengawasan dan penindakan rokok ilegal ini dilaksanakan bersama dengan aparat penegakan hukum.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi cukai hasil tembakau (CHT) hingga Agustus 2023 senilai Rp126,8 triliun atau kontraksi 5,8%. Kondisi ini disebabkan penurunan produksi sampai dengan Juni 2023 sebesar 5,7%.
Selain itu, tarif rata-rata tertimbang juga hanya naik 1,9% dari seharusnya naik 10% akibat penurunan sigaret kretek mesin (SKM) golongan 1 dan sigaret putih mesin (SPM) golongan 1. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.