Ilustrasi, Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyiapkan mekanisme pengolahan data hasil pengawasan berbasis kewilayahan yang dilakukan oleh KPP Pratama.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan data yang diperoleh akan dibagi ke dalam dua kelompok. Pembagian kategori tersebut berdasarkan status perpajakan pelaku usaha dalam bentuk nomor pokok wajib pajak (NPWP).
"Adapun data hasil pengawasan berbasis kewilayahan ini dapat berupa data WP yang telah memiliki NPWP dan data yang belum memiliki NPWP," katanya Selasa (21/9/2021).
Neilmaldrin menyatakan DJP melakukan pendekatan yang berbeda terhadap kedua kategori wajib pajak tersebut. Bagi yang sudah memiliki NPWP maka pengolahan data fokus pada kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Sementara itu, data yang belum ada di dalam sistem administrasi perpajakan akan masuk bidang ekstensifikasi. Dengan demikian, proses bisnis pengawasan berbasis kewilayahan mencakup uji kepatuhan wajib pajak terdaftar sekaligus memperluas basis pajak baru pada level Pratama.
"Dapat disimpulkan bahwa pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan dilakukan dengan tujuan pengawasan kepatuhan atas WP yang telah terdaftar serta perluasan basis pajak melalui kegiatan ekstensifikasi atas WP yang belum terdaftar sebagai wajib pajak," ungkapnya.
Seperti diketahui, proses bisnis pengawasan berbasis kewilayahan merupakan agenda kerja DJP yang sudah berlaku sejak tahun lalu. Namun, pandemi membuat proses bisnis tersebut mengalami kendala karena adanya pembatasan mobilitas dan kenaikan kasus aktif Covid-19 di Indonesia.
Pengawasan berbasis kewilayahan menjadi bagian penting dalam rencana strategis (Renstra) DJP 2020-2024. Metode pengawasan kepatuhan wajib pajak berbasis wilayah yang menjadi tugas KPP Pratama menuntut perubahan cara kerja fiskus untuk lebih banyak terjun ke lapangan dan mengetahui seluk beluk wilayah kerja. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Sudah pernah disarankan..baiklah klo skg petugas AR (fiskus) ..lkk penyisiran, Jgn dibalakng meja dan dibebani hanya target pekerjaan admin.. sebaiknya lkk penggalian potensi berbasis data.. . contoh dari realisasi pagu anggaran APBN/D dan penelursuran PM/PK, juga usahakan mencari data yg material sperti putusan Pengadilan dlm sengketa ekonomi. Data "Minuta" dari kementrian kehakiman..ttg perubahan2 dan pendirian baik atas saham dan lainnya, Cari data mutasi tanah dan perijinan baik untuk ijin usaha juga untuk IMB di di pemda setempat, perlu juga disasar data di Bursa efek ...dari para pialang/perush ttg transaksi investasi (harus disyaratkan punya NPWP sbg Investor baik subyek pajak DN dan atau LN). Dulu Data spasial per wilayah pernah dibangun DJP namun baiknya diaktifkan lagi. Penting juga data BPJS tenaga kerja..u di rangking/disortir. Maka ketika sdh banyak data mk DJP mudah mlkk uji kepatuhan. Masyalahnya Apakah DJP sdh KS pertukaran data perpajakan dgn Instansi terkait?