Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi memperpanjang masa berlaku insentif tax holiday hingga 31 Desember 2025. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Senin (4/11/2024).
Perpanjangan tax holiday ini memang sudah ditunggu-tunggu beberapa bulan belakangan. Perpanjangan tax holiday diterapkan berdasarkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/2024 yang merevisi PMK 130/2020.
"Pengurangan PPh badan ... diberikan atas usulan pemberian pengurangan PPh badan yang disampaikan kepada menteri keuangan…yang disampaikan paling lambat 31 Desember 2025," bunyi Pasal 21 PMK 130/2020 s.t.d.d PMK 69/2024.
Untuk mendapatkan fasilitas tax holiday, wajib pajak badan harus dinyatakan memenuhi kriteria yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 130/2020 s.t.d.d PMK 69/2024. Penentuan terpenuhinya kriteria Pasal 3 ayat (1) dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Bila sistem OSS menyatakan penanaman modal baru oleh wajib pajak badan memenuhi kriteria Pasal 3 ayat (1) PMK 130/2020 s.t.d.d PMK 69/2024, wajib pajak bisa melanjutkan permohonan melalui sistem OSS.
Permohonan dilakukan dengan mengunggah dokumen berupa salinan digital perincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal.
Setelah permohonan diterima secara lengkap, permohonan akan disampaikan oleh sistem OSS kepada menteri keuangan sebagai usulan pemberian tax holiday. OSS juga akan memberikan notifikasi kepada wajib pajak bahwa permohonan tax holiday sedang diproses.
Berdasarkan usulan dimaksud, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menerbitkan surat keputusan pemberian tax holiday untuk dan atas nama menteri keuangan.
Fasilitas tax holiday mulai dimanfaatkan oleh wajib pajak badan sejak tahun pajak saat mulai berproduksi komersial. Khusus bagi wajib pajak yang mendapatkan penugasan pemerintah, fasilitas tax holiday mulai dimanfaatkan saat seluruh rencana penanaman modal baru telah direalisasikan.
PMK 69/2024 telah diundangkan pada 9 Oktober 2024 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Selain bahasan mengenai perpanjangan tax holiday, media nasional juga mengangkat beragam isu lainnya seperti permintaan pengusaha atas relaksasi angsuran PPh Pasal 25, ketentuan baru mengenai perlakuan pajak bagi kerja sama operasi (KSO), hingga analisis mengenai pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat.
Di tengah perpanjangan masa berlaku tax holiday, muncul anggapan bahwa sebenarnya insentif tersebut dinilai tidak lagi menarik. Tax holiday disebut bukan menjadi faktor utama untuk mendongkrak investasi.
Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Chandra Wahjudi mengatakan aspek-aspek prioritas dalam menarik investasi adalah kepastian hukum, konsistensi regulasi, dan birokrasi yang sederhana.
"Pengurusan izin yang tidak berbelit akan jauh lebih menarik bagi investor," kata Chandra. Kendati begitu, bagaimanapun tax holiday tetap menyumbang daya tariknya bagi investor. (Kontan)
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2024 diprediksi stagnan, bahkan berisiko melambat. Hal ini disebabkan tidak ada booster atau pendorong akivitas ekonomi yang berlangsung pada kuartal III/2024.
Selain itu, pelemahan daya beli juga menjadi faktor penyebab stagnansi pertumbuhan ekonomi. Deflasi yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan menjadi pembuktiannya.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menjabarkan perlambatan ekonomi pada kuartal III/2024 juga disebabkan oleh penurunan gelontoran berbagai bantuan sosial setelah pemerintah jorjoran memberikannya pada awal 2024. "Juga penurunan sektor manufaktur dan ritel, serta meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Wijayanto. (Kontan)
Apindo meminta pemerintah kembali memberikan relaksasi angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 di tengah tekanan pada perekonomian.
Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto mengatakan beberapa sektor usaha sedang mengalami tekanan dan membutuhkan insentif pajak. Relaksasi pembayaran angsuran PPh Pasal 25 utamanya dibutuhkan oleh perusahaan padat karya yang sedang mengalami kontraksi usaha.
Sebenarnya, pemerintah sempat memberikan relaksasi pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ketika pandemi Covid-19. Insentif ini bertujuan melonggarkan arus kas perusahaan yang sedang mengalami tekanan. (DDTCNews)
Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 79/2024 yang memerinci perlakuan PPN/PPnBM atas penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dilakukan oleh kerja sama operasi (KSO).
Secara umum, penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh anggota KSO kepada KSO dan oleh KSO kepada pelanggan dikenai PPN/PPnBM sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
"Saat terutangnya PPN/PPnBM atas penyerahan BKP/JKP ... yaitu pada saat terjadinya penyerahan BKP/JKP oleh KSO kepada pelanggan," bunyi Pasal 6 ayat (2) PMK 79/2024. (DDTCNews)
KSO yang tidak memenuhi kriteria dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 79/2024 tidak harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 79/2024, KSO wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai wajib pajak badan bila perjanjian kerja sama KSO atau pelaksanaan kerja samanya memenuhi kriteria bahwa KSO dimaksud: melakukan penyerahan barang atau jasa atas nama KSO; menerima penghasilan atas nama KSO; dan/atau mengeluarkan biaya atas nama KSO.
"KSO tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam hal perjanjian kerja sama KSO atau pelaksanaan kerja samanya tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)," bunyi Pasal 18 ayat (1) PMK 79/2024. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.