Ilustrasi. (foto: soekarnohatta-airport.co.id)
JAKARTA, DDTCNews – Merespons tingginya harga avtur, otoritas fiskal akan melakukan kajian atau evaluasi terkait pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap bahan bakar pesawat terbang tersebut. Apalagi, tingginya harga avtur telah membuat harga angkutan udara terkerek.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan mengkaji pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk bahan bakar jenis avtur. Opsi relaksasi beban pajak pun bisa diambil jika PPN terbukti menjadi penyebab naiknya harga jual avtur di Indonesia.
“Saya menyampaikan, Garuda pernah menyampaikan. Kalau itu soal level playing field, kita bersedia membandingkan dengan negara-negara lain,” katanya di Kantor Kemenkeu, Selasa (12/2/2019).
Level playing field yang dimaksud Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu adalah terkait pengenaan PPN terhadap avtur di negara-negara Asean. Desain kebijakan fiskal, menurutnya, untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi.
Lebih lanjut, dia mewanti-wanti agar tidak terjadi perang tarif pajak di kawasan Asean terkait pajak bahan bakar pesawat terbang. Jika perang tarif pajak terjadi, iklim ekonomi yang sudah baik di kawasan Asia Tenggara justru berisiko terdistorsi.
“Kita selalu dibandingkan dengan Singapura atau Malaysia, kalau menyangkut PPN semua negara lakukan hal yang sama. Kita mau lihat supaya tidak ada kompetisi yang tidak sehat antara Indonesia dengan negara lain,” ungkapnya.
Sri Mulyani tidak menutup peluang untuk merelaksasi pengenaan PPN atas avtur. Dia mengaku akan menggandeng Pertamina – yang saat ini sebagai penyalur tunggal bahan bakar pesawat terbang di Indonesia – untuk melakukan kajian tersebut.
“Ya nanti dengan Pertamina, kita akan review. Nanti kita lihat apa ada implikasinya,” tandasnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.