PMK 74/2024

Terbit, Peraturan Baru Soal Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih

Redaksi DDTCNews | Senin, 04 November 2024 | 10:55 WIB
Terbit, Peraturan Baru Soal Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih

PMK 74/2024. 

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) baru terkait dengan pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Peraturan yang dimaksud adalah PMK 74/2024.

Terbitnya PMK ini untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, serta kemudahan dalam penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih bagi usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit; sewa guna usaha dengan hak opsi; perusahaan pembiayaan konsumen; serta perusahaan anjak piutang untuk keperluan perpajakan.

“… perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan … PMK 81/2009 s.t.d.d PMK 219/2012… ; … serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (3) PP 55/2022,” bunyi pertimbangan dalam PMK 74/2024, dikutip pada Senin (4/11/2024).

Baca Juga:
Airlangga Tegaskan Batas Omzet PPh Final UMKM Tetap Rp4,8 Miliar

Adapun berdasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) PMK 74/2024, wajib pajak dapat membebankan penghapusan piutang tak tertagih melalui 2 opsi skema pada pembukuan yang dilakukan secara taat asas.

Pertama, penghapusan piutang tak tertagih pada saat piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih. Skema ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Kedua, pembentukan cadangan, yaitu pembebanan atas penghapusan piutang tak tertagih melalui penyisihan yang dibentuk sejak awal pengakuan piutang. Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak, skema ini hanya digunakan untuk wajib pajak usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit; sewa guna usaha dengan hak opsi; perusahaan pembiayaan konsumen; dan perusahaan anjak piutang.

Baca Juga:
Pemerintah Ingin Turunkan Batas Omzet PPh Final UMKM ke Rp3,6 Miliar

Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 PMK 74/2024, wajib pajak usaha bank tersebut meliputi bank umum dan bank perekonomian rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha menyalurkan kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah.

Kemudian, wajib pajak sewa guna usaha dengan hak opsi adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha sewa pembiayaan (konvensional ataupun syariah). Wajib pajak perusahaan pembiayaan konsumen adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan pembiayaan konsumen (konvensional ataupun syariah).

Wajib pajak perusahaan anjak piutang adalah perusahaan yang melaksanakan pembiayaan anjak piutang (konvensional ataupun syariah). Anjak piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Baca Juga:
Perpanjangan PPh Final 0,5% untuk UMKM yang Sudah Manfaatkan 7 Tahun

Wajib pajak badan usaha lain merupakan badan usaha selain bank dan selain perusahaan yang masuk ketiga kelompok di atas, yang melaksanakan kegiatan usaha menyalurkan kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Adapun wajib pajak badan usaha lain tersebut mencakup:

  • koperasi simpan pinjam yang telah terdaftar dan/atau memiliki izin pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah;
  • PT Perusahaan Pengelola Aset;
  • Penyelenggara usaha jasa pembiayaan, meliputi perusahaan pembiayaan; perusahaan modal ventura; perusahaan pembiayaan infrastruktur; dan perusahaan pergadaian;
  • Lembaga Keuangan Mikro;
  • PT Permodalan Nasional Madani;
  • PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero);
  • Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; dan
  • PT Sarana Multigriya Finansial (Persero).

Adapun wajib pajak usaha bank; sewa guna usaha dengan hak opsi; perusahaan pembiayaan konsumen; perusahaan anjak piutang; penyelenggara usaha jasa pembiayaan; Lembaga Keuangan Mikro; PT Permodalan Nasional Madani; PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero); Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) merupakan perusahaan yang telah terdaftar dan/atau memperoleh izin pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Baca Juga:
PPN 12% Mulai 2025, Periode PPh Final 0,5% UMKM Diperpanjang

“[Perusahaan tersebut … dinyatakan diawasi oleh OJK,” bunyi penggalan Pasal 3 ayat (6) PMK 74/2024.

Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih

Berdasarkan pada Pasal 4 ayat (1) PMK 74/2024, wajib pajak tersebut boleh mengurangkan pembentukan cadangan piutang tak tertagih dari penghasilan bruto. Penghitungan berdasarkan pada standar akuntansi keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia sepanjang tidak melebihi batasan tertentu.

“Pembentukan cadangan piutang tak tertagih … merupakan biaya yang diperoleh dari nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih awal,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (2) PMK 74/2024.

Baca Juga:
Penagihan Tak Mempan, Petugas Pajak Blokir dan Sita Rekening Milik WP

Cadangan piutang tak tertagih awal adalah nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak setelah memperhitungkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih selama tahun pajak berjalan sebagai pengurang.

Adapun sesuai dengan Pasal 4 ayat (4) PMK 74/2024, batasan tertentu diterapkan pada penghitungan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak. Batasan tertentu tercantum dalam Lampiran huruf A. Batasan tertentu ditentukan dan dapat dilakukan penyesuaian setelah berkoordinasi dengan OJK.

Nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak harus menggunakan nilai yang lebih kecil antara nilai yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia; atau nilai batasan tertentu.

Baca Juga:
Penghasilan Ini Tak Bisa Dipotong PPh Final 0,5% Meski Punya Suket

Nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak menjadi nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak berikutnya.

Adapun jika hasil penghitungan biaya bernilai lebih kecil dari nol, nilai tersebut diakui sebagai penghasilan pada tahun pajak berjalan. Contoh penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih tercantum dalam Lampiran huruf B PMK 74/2024.

Penghitungan untuk Tahun Pajak 2024

Berdasarkan pada Pasal 10 ayat (2) PMK 74/2024, nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak 2024 merupakan cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak 2023, yang dihitung sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini.

Baca Juga:
Omzet Usaha Lebih Rp4,8 Miliar, UMKM Bayar Pajak dengan Ketentuan Umum

Kemudian, nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak 2024 dihitung sesuai dengan ketentuan dalam PMK 74/2024.

Jika terdapat selisih antara nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak 2024 dan cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak 2023 yang dihitung sesuai PMK 81/2009 s.t.d.d PMK 219/2012, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • untuk selisih lebih, diakui sebagai biaya yang dibebankan paling lama dalam jangka waktu 2 tahun pajak, yaitu pada tahun pajak 2024 dan/atau tahun pajak 2025; serta
  • untuk selisih kurang, diakui sebagai penghasilan pada tahun pajak 2024.

Bank perkreditan rakyat dan bank pembiayaan rakyat syariah yang telah ada dan belum mengalami perubahan nomenklatur dapat mengurangkan pembentukan cadangan piutang tak tertagih dari penghasilan bruto sesuai ketentuan dalam PMK 74/2024.

Baca Juga:
Banyak UMKM Tak Tahu Omzet Rp500 Juta Bebas Pajak, DPR Beri Catatan

Adapun perubahan nomenklatur yang dimaksud adalah perubahan menjadi bank perekonomian rakyat dan bank perekonomian rakyat syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan penguatan sektor keuangan.

“Ketentuan penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih sebagaimana diatur dalam peraturan menteri ini berlaku sejak tahun pajak 2024,” bunyi Pasal 12 PMK 74/2024.

Adapun PMK 74/2024 mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 18 Oktober 2024. Pada saat PMK 74/2024 mulai berlaku, ketentuan Pasal 1 huruf a dan Pasal 2 sampai dengan Pasal 11 PMK 74/2024 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 20 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Airlangga Tegaskan Batas Omzet PPh Final UMKM Tetap Rp4,8 Miliar

Selasa, 17 Desember 2024 | 16:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pemerintah Ingin Turunkan Batas Omzet PPh Final UMKM ke Rp3,6 Miliar

Senin, 16 Desember 2024 | 12:43 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Perpanjangan PPh Final 0,5% untuk UMKM yang Sudah Manfaatkan 7 Tahun

Senin, 16 Desember 2024 | 12:08 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN 12% Mulai 2025, Periode PPh Final 0,5% UMKM Diperpanjang

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra