Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2023 senilai Rp1.718 triliun atau tumbuh 0,07% dari realisasi tahun lalu Rp1.716,8 triliun.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan realisasi pajak pada 2022 mampu tumbuh tinggi di antaranya karena ditopang kenaikan harga komoditas dan pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS). Menurutnya, pemerintah akan terus mengamati realisasi pajak setelah PPS berakhir dan harga komoditas melandai.
"Harus kita hitung dulu ya. Secara realisasi ke realisasi, seolah naiknya sedikit, tetapi kalau kita keluarkan kemarin ada PPS dan dampak harga komoditas, secara riil pertumbuhannya tidak nol persen begitu. Kita lihat dulu, kami evaluasi selama triwulan I," katanya, dikutip pada Rabu (11/1/2023).
Yon mengatakan realisasi pajak 2022 turut dipengaruhi faktor yang tidak akan terulang tahun ini. Misalnya penyelenggaraan PPS yang hanya diadakan pada Januari hingga Juni tahun lalu.
Penyelenggaraan PPS tersebut telah memberikan kontribusi setoran PPh final senilai Rp61,01 triliun.
Kemudian, penerimaan pajak tahun lalu juga didorong oleh kenaikan berbagai harga komoditas global. Faktor harga komoditas ini salah satunya tercermin dari realisasi PPh migas yang senilai Rp77,8 triliun atau menembus 120,4% dari target.
Dia menjelaskan penerimaan PPh migas pada tahun ini diperkirakan tidak setinggi tahun lalu. Harga batubara yang sempat nyaris menyentuh US$120 per ton, kini sudah turun di kisaran US$70-US$80 per ton sehingga akan menggerus basis penerimaan pajak.
Yon menyebut penetapan target pajak 2023 memang telah mempertimbangkan berakhirnya PPS dan penurunan harga komoditas. Dalam hal ini, asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia crude price (ICP) hanya dipatok US$90 per barel, bukan US$120 seperti yang terjadi pada 2022.
Menurutnya, pertumbuhan target pajak 2023 sudah relatif tinggi jika faktor PPS dan kenaikan harga komoditas pada tahun lalu tidak diperhitungkan.
"Dalam hitungan kami tetap tumbuhnya cukup signifikan. Artinya, implisit growth-nya itu sudah cukup tinggi," ujarnya.
Tanpa adanya faktor PPS dan harga komoditas, Yon menambahkan pemerintah pada tahun ini juga akan tetap melaksanakan berbagai langkah optimalisasi penerimaan. Salah satunya, melalui kegiatan pengawasan pembayaran masa (PPM) dan pengawasan kepatuhan material (PKM). (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.