KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Sebut Bangun Peradaban Butuh Institusi Pajak yang Bersih

Dian Kurniati | Rabu, 17 Juli 2024 | 09:30 WIB
Sri Mulyani Sebut Bangun Peradaban Butuh Institusi Pajak yang Bersih

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan pemerintah terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023 dalam rapat paripurna ke-20 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara II, kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (4/7/2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pembangunan negara dan peradaban membutuhkan institusi pajak yang bersih.

Sri Mulyani mengatakan instrumen pajak diperlukan dalam membangun suatu negara, peradaban, serta mencapai kesejahteraan yang berkeadilan. Demi mencapai cita-cita ini, pajak turut diatur dalam UUD 1945.

"Membangun institusi pajak yang bersih, kompeten, modern dan profesional harus terus dilakukan untuk Indonesia mampu mencapai cita-citanya," katanya melalui Instagram @smindrawati, dikutip pada Rabu (17/7/2024).

Baca Juga:
Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Sri Mulyani mengatakan Pasal 23A UUD 1945 telah mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Dalam perjalanannya, pemerintah melaksanakan reformasi pajak bersamaan dengan perkembangan ekonomi Indonesia.

Dia menjelaskan lini masa reformasi perpajakan dimulai sejak diberlakukannya sistem self assessment dalam peraturan perpajakan Indonesia pada awal 1980.

Pada 1983, penerimaan pajak yang hanya senilai Rp13,87 triliun, tetapi kemudian dinaikkan menjadi Rp100 triliun dalam waktu hampir 15 tahun.

Baca Juga:
Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Angka ini lantas menyentuh Rp143,63 triliun pada 1998. Sayangnya, krisis keuangan dan ekonomi yang dahsyat pada 1998-1999 sempat menghantam sehingga Indonesia juga masuk dalam program IMF.

Pada 2002, pemerintah membentuk kantor pelayanan untuk wajib pajak besar atau large taxpayer office (LTO) serta meningkatkan penerimaan pajak menjadi Rp249,4 triliun.

Sri Mulyani menyebut era reformasi 2004 ditandai dengan reformasi perpajakan jilid II. Pada tahun ini, untuk pertama kali penerimaan pajak mencapai di atas Rp300 triliun. Pada 2007, pemerintah memberlakukan sunset policy sehingga penerimaan pajak menembus Rp571,7 triliun.

Baca Juga:
Target Tercapai, Setoran Pajak di Kanwil DJP Ini Tembus Rp9,27 Triliun

Memasuki 2014, Indonesia mulai memperkenalkan e-filling dan penerimaan pajak mulai mencapai seribu triliun, yakni Rp1.060 triliun. Pada 2016, pemerintah juga melakukan kebijakan pengampunan pajak, meningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), serta mengenakan tarif pajak final 0,5% untuk UMKM.

Pada 2017, Indonesia mulai melakukan pertukaran informasi otomatis secara global (automatic exchange of information/AEoI). Adapun saat pandemi Covid-19 pada 2020 hingga 2022, pemerintah memanfaatkan momentum untuk melanjutkan reformasi perpajakan.

"Melaksanakan UU HPP dan coretax merupakan reformasi selanjutnya," ujarnya.

Baca Juga:
Kanwil DJP Jawa Timur II Kukuhkan 474 Relawan Pajak 2025

UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan dengan ruang lingkup yang luas, meliputi ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), program pengungkapan sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.

Sementara itu, pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system dilaksanakan untuk membuat proses bisnis di bidang pajak lebih efektif dan efisien. Proses bisnis perpajakan yang terdampak yakni pendaftaran, pembayaran, pelaporan SPT, layanan permohonan dan edukasi, serta akun wajib pajak. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:00 WIB KANWIL DJP BENGKULU DAN LAMPUNG

Target Tercapai, Setoran Pajak di Kanwil DJP Ini Tembus Rp9,27 Triliun

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:00 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Kanwil DJP Jawa Timur II Kukuhkan 474 Relawan Pajak 2025

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China