Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tengah serius menggodok strategi kebijakan untuk memajaki raksasa digital, seperti Netflix, Google, dan Facebook. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (30/10/2019).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengenaan pajak terhadap raksasa digital menjadi pekerjaan rumah pemerintah Indonesia hingga saat ini. Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan itu tidak memiliki kehadiran fisik yang menjadi syarat status bentuk usaha tetap (BUT).
“Oleh karena itu, dalam undang-undang yang kita usulkan [omnibus law], ada konsep mengenai [perusahaan] yang tidak memiliki BUT tapi aktivitasnya banyak. Mereka memiliki kehadiran ekonomis yang signifikan sehingga mereka wajib membayar pajak,” ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan Indonesia bisa melihat penerapan pajak serupa di beberapa negara seperti Australia dan Singapura. Kedua negara ini, sambungnya, sudah mengenakan pajak terhadap Netflix dan perusahaan digital lainnya.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti langkah sejumlah kantor pelayanan pajak (KPP) yang dilakukan untuk mengamankan target penerimaan menjelang akhir tahun. Sejumlah KPP terpantau tengah mengoptimalisasi data-data pihak ketiga.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Rencananya, dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan, pemerintah akan memasukkan dua aspek terkait pemajakan ekonomi digital. Pertama, pemungutan dan penyetoran PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa. Kedua, pengenaan pajak atas penghasilan terkait transaksi elektronik di Indonesia oleh SPLN yang tidak memiliki physical presence di Tanah Air.
“Jadi pasti kita akan bersungguh-sungguh dengan melihat volume aktivitasnya di sini. Meskipun belum ada undang-undangnya, kami akan cari cara untuk tetap mendapatkan hak perpajakan kita,” kata Sri Mulyani.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan pengejaran pajak perusahaan digital akan menjadi salah satu fokus kerjanya di Kabinet Indonesia Maju. Penerimaan pajak, sambungnya, merupakan hak negara karena perusahaan mendapatkan laba di Indonesia.
“Kami akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan hak negaranya tetap diperoleh, tetapi usahanya, iklimnya, suasananya, arenanya bisa terbuka dan berkembang dengan pesat,” kata Johnny.
Sejumlah KPP mulai melakukan penyisiran terhadap wajib pajak yang terindikasi tidak patuh. Mereka telah mengantongi data-data wajib pajak (WP) yang menjadi sasaran prioritas. Dari data tersebut, KPP melakukan konfirmasi kepada wajib pajak.
Selain optimalisasi data, otoritas juga menjalankan sejumlah strategi lain, seperti pemungutan pajak pembayaran dividen yang dilakukan perusahaan pada akhir tahun serta pembagian bonus. Hal tersebut diyakini dapat memperbaiki kinerja penerimaan pajak yang masih terus melambat hingga akhir Agustus 2019.
Dirjen Pajak Robert Pakpahan mengatakan sepanjang tahun ini penerimaan pajak dari sektor keuangan selalu tumbuh positif dan menjadi penopang saat sektor lainnya lesu. Otoritas berharap ada tren positif untuk penerimaan pajak di sektor ini. Apalagi, sejumlah bank buku IV mencatatkan pertumbuhan positif sepanjang kuartal III/2019.
“Sektor keuangan masih aman, paling positif kemudian juga yang lain bagus seperti sektor transportasi dan pergudangan,” katanya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Apa bukti kita sebagai warga negara Indonesia? jika kita tidak mampu berkontribusi untuk negara kita sendiri. Jangan hanya mampu mengkritik setiap kebijakan yang ada, tapi seharusnya kita inilah mulai sadar dengan tanggungjawab kita sebagai seorang WNI. Bantu negara untuk mendapatkan hak-hak perpajakannya. Pajak kita untuk Indonesia #MariBicara