JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (27/11) kabar datang dari nama Robert Pakpahan yang muncul menjadi satu-satunya kandidat dalam bursa calon Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan untuk menggantikan Ken Dwijugiasteadi. Meski dibantah oleh istana, rumor ini telah berhembus dan ditanggapi positif oleh berbagai pihak.
Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengatakan, dengan melihat rekam jejak Robert, menurutnya, Robert adalah sosok ideal untuk menjadi Dirjen Pajak dan mendukung program-program pemerintah. Sebab, Indonesia membutuhkan Dirjen Pajak yang bisa mengumpulkan penerimaan tetapi tidak mengganggu perekonomian. Ia mengatakan, jangan sampai terulang kembali ribut-ribut soal yang terjadi belakangan ini. Contohnya soal adanya bukper yang dikeluarkan tidak dalam koridor peraturan yang ada.
Ia pun melihat, Robert adalah sosok yang market-friendly sehingga disukai oleh para pelaku ekonomi. Namun demikian, menurut dia, hal tersebut tidak utama. Sebab, yang terpenting adalah target penerimaan pajak harus tercapai. Anggota Komisi XI Hendrawan Supratikno juga mengatakan, urusan menjamin risiko, Robert sudah jagoan apalagi dengan rekam jejak yang baIK dan integritas yang teruji. Tinggal harapannya, Robert bisa membangun sinergi internal DJP dan antar-instansi.
Berita lainnya adalah mengenai pemajakan ekonomi digital. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Pemajakan Ekonomi Digital
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dewasa ini, kita menjadi saksi derasnya perkembangan bisnis ekonomi digital. Sayangnya, dalam konteks pajak, perkembangan dan inovasi bisnis digital tersebut cenderung belum bisa direspons sepenuhnya denga aturan yang ada. Kondisi tersebut tentu akan menimbulkan beberapa persoalan seperti tidak tergalinya potensi pajak yang ada dan tidak adanya kepastian hukum yang akan menimbulkan ruang terbuka untuk terjadinya sengketa pajak. Mendefinisikan ekonomi digital sebgai hasil dari proses transformatif yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi dan komunikasi. Tidak mengherankan jika ekonomi digital mencakup aktivitas yang luas, mulai dari e-commerce, took aplikasi, jasa periklanan online, hingga komputasi awam.
- Pengendara Tak Bisa Ditilang Jika Telat Bayar Pajak Kendaraan
Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, polisi tidak berwenang menjatuhkan bukti pelanggaran (tilang) terhadap pengendara yang pajak kendaraan bermotornya terlambat, demikian kata praktisi hukum Th. Yosep Parera. Jerat pidana hanya bisa diberikan, kata dia, jika masa berlaku 5 tahun surat tanda nomor kendaraan (STNK) sudah mati dan tidak diperpanjang. "Jadi, bukan karena pajaknya yang mati," kata Ketua Peradi Semarang ini. Hal tersebut, lanjut dia, diatur dalam Pasal 67 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa surat pengesahan pajak yang menjadi satu kesatuan dan STNK serta rutin dibayarkan tiap tahun bukan bagian dalam ketentuan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang bisa dijatuhkan sanksi. Sanksi yang diberikan, lanjut dia, bisa berupa administrasi, seperti sejumlah denda yang harus dibayarkan. Sementara itu, bila polisi tetap menjatuhkan tilang terhadap pengendara yang terlambat membayar pajak kendaraan bermotor, kemudian diajukan ke persidangan, kata dia, pengadilan wajib menolaknya.
- Wajib Pajak Mesti Tahu, Ini Aturan Baru Tax Amnesty Jika Tidak Ingin Kena Sanksi
Baru-baru ini, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas PMK 118/2016 mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 soal Pengampunan Pajak. PMK 165/2017 ini resmi berlaku per 17 November 2017 dan sudah mulai diundangkan pada 20 November 2017. Pokok PMK 165/2017 ada dua. Pertama, soal tidak perlu menyertakan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKB PPh) final saat mengurus balik nama harta yang telah dideklarasikan ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kedua, penegasan wajib pajak (WP) agar melaporkan hartanya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak sebelum harta tersebut ditemukan dan diperiksa oleh petugas pajak.
- Akomodasi Miliaran Data Wajib Pajak, DJP Ganti Sistem Informasinya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat ada sekitar 10,5 miliar data wajib pajak yang terekam oleh pihaknya. Data itu dipastikan akan bertambah terus, sehingga DJP sedang mengupayakan untuk mengganti sistem informasi yang digunakan sebelumnya dengan teknologi lain yang bisa mengelola miliaran data tersebut. Direktur Peraturan Perpajakan II Yunirwansyah menyebutkan, penggantian sistem informasi ini sebagai bagian dari reformasi perpajakan yang dilakukan oleh pihaknya. Selain itu, sistem informasi dengan teknologi yang baru nantinya diharapkan bisa mempermudah kerja pegawai pajak yang dinilai masih terbatas. Selain mengelola data para wajib pajak, DJP juga akan mengelola basis data untuk kegiatan e-commerce yang regulasinya masih dibahas. Pengelolaan basis data tersebut akan menjadi dasar untuk data perpajakan jangka panjang yang bisa digunakan kapan saja untuk kepentingan perpajakan.