Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sekitar 12% dari 600 perusahaan multinasional Amerika Serikat (AS) tidak mematuhi ketentuan hukum terkait publikasi strategi pajak yang berlaku di Inggris.
Hal ini terungkap dari laporan Tax Justice Network bertajuk ‘How US multinationals treat UK requirements for tax strategy disclosure’ pada Januari 2019. Alex Cobham, Kepala Eksekutif Tax Justice Network mengatakan pengungkapan pajak (tax disclosures) dari 71 perusahaan multinasional AS yang beroperasi di Inggris tidak ditemukan.
Secara keseluruhan, 71 perusahaan itu – termasuk diantaranya Hewlett Packard Enterprise, Wayfair, UPS, Clorox dan Delta Airlines – memiliki pendapatan lebih dari 10,4 miliar pound sterling (sekitar Rp187,6 triliun) di Inggris pada 2017.
Penelitian, sambungnya, menunjukkan bahwa kewajiban perusahaan untuk mempublikasikan rincian aktivitas, laba, dan pajak dapat membantu pencegahan pengalihan laba. Namun, perusahaan multinasional AS tidak berterus terang dan pemerintah Inggris tampak tidak melakukan apapun.
Di antara perusahaan multinasional AS yang mematuhi hukum, panjang rata-rata dari semua pengungkapan pajak yang diterbitkan adalah 621 kata atau hanya sekitar sepertiga panjang kata yang sudah disiapkan.
Penelitian menemukan pengungkapan pajak yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan multinasional AS setidaknya memiliki kemiripan (identik) rata-rata sebanyak 30%. Pengungkapan pajak yang diterbitkan oleh NIKE Inc dan Alphabet Inc (perusahaan induk Google) memiliki kesamaan 86%.
Alex Cobham mengatakan kemiripan ini diduga juga karena adanya peran firma akuntansi besar. Akibatnya, perusahaan multinasional ini tidak bersikap tebuka dan jujur kepada publik tentang strategi pajak yang dijalankan.
“Satu dari sembilan perusahaan multinasional AS memilih untuk mengabaikan hukum sementara setidaknya banyak yang menerbitkan salinan dan menempelkan (copy-paste) deklarasi,” katanya, seperti dikutip dari laman Tax Justice Network, Kamis (7/2/2019).
Undang-Undang Keuangan 2016 Inggris mewajibkan semua perusahaan di Inggris yang memiliki total aset 2 miliar pound sterling (Rp36,1 triliun) atau pendapatan 200 juta pound sterling (Rp3,6 triliun) untuk secara terbuka mengungkapkan strategi pajak mereka.
Kewajiban ini juga berlaku untuk perusahaan Inggris yang merupakan bagian dari grup multinasional dengan pendapatan global 750 juta euro (sekitar Rp11,8 triliun). Temuan di laporan meunjukkan lebih dari sepertiga perusahaan AS mengabaikan tanggung jawab hukum mereka atau secara umum menerbitkan deklarasi singkat yang disalin dari perusahaan lain.
Masih dalam amanat Undang-Undang Keuangan 2016 Inggris, pemerintah bisa mewajibkan perusahaan multinasional untuk mempublikasikan data tentang keuntungan dan kegiatan ekonomi lainnya yang dirinci untuk setiap negara tempat mereka beroperasi.
Pendekatan ini kemudian diadopsi oleh OECD dan dikenal sebagai country by country reporting. Sayangnya, Pemerintah Inggris belum menjalankan kekuasaan meskipun ada penelitian yang mengatakan country by country reporting dapat mencegah penghindaran pajak sekitar 2,5 miliar pound sterling per tahunnya. Inggris sendiri diperkirakan kehilangan sekitar 25 miliar pound sterling (sekitar Rp451 triliun) per tahun dalam pendapatan pajak korporasi akibat pengalihan laba.
“Pemerintah tidak bisa berpangku tangan, sementara dia memiliki kekuatan hukum untuk mencegah perusahaan multinasional mengalihkan laba ke luar negeri dan menjadi 25 miliar pound sterling dalam pajak perusahaan yang hilang setiap tahun,” tutur Alex Cobham. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.