OMNIBUS LAW

Soal Perkembangan Terbaru Omnibus Law Perpajakan, Ini Kata Sri Mulyani

Redaksi DDTCNews | Selasa, 26 November 2019 | 13:38 WIB
Soal Perkembangan Terbaru Omnibus Law Perpajakan, Ini Kata Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah masih menggodok rancangan omnibus law perpajakan. Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan itu diperkirakan rampung dalam waktu dekat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyusunan rancangan omnibus law perpajakan sudah masuk dalam tahap finalisasi. Dalam waktu dekat, akan dilakukan harmonisasi dengan kebijakan yang sudah berlaku saat ini.

“Untuk draf [RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan] sudah hampir final. Dalam waktu dekat kita harapkan sudah finalisasi,” katanya dalam acara Financial Times-Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), Selasa (26/11/2019).

Baca Juga:
Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut poses harmonisasi akan memakan waktu beberapa bulan. Pasalnya, proses tersebut dilakukan lintas kementerian dengan Kemenkumham sebagai pemangku kepentingan utama dari proses harmonisasi rancangan kebijakan pemerintah.

Seperti diketahui, ada beberapa rencana kebijakan yang masuk dalam omnibus law. Pertama, penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 22% (2021-2022) dan 20% (2023). Selain itu, pemerintah memberikan pengurangan 3 poin persentase dari tarif normal itu untuk perusahaan yang akan go public.

Selain itu, akan ada penurunan tarif atau pembebasan tarif PPh dividen dalam negeri. Dalam hal ini, dividen yang diterima oleh wajib pajak badan maupun orang pribadi akan dibebaskan. Aturan lebih lanjut akan dimasukkan dalam peraturan pemerintah.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Kedua, penyesuaian tarif PPh pasal 26 atas bunga dari dalam negeri yang selama ini diterima oleh subjek pajak luar negeri. Tarif ini dapat diturunkan lebih rendah dari tarif pajak 20% yang selama ini berlaku. Ketentuan akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Ketiga, penggunaan sistem teritorial untuk penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Keempat, relaksasi relaksasi pengkreditan pajak masukan oleh pelaku usaha yang belum ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Batasan pengkreditan maksimal 80%.

Kelima, pengaturan ulang sanksi administrasi pajak untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Keenam, redefinisi bentuk usaha tetap (BUT) yang tidak hanya terbatas pada kehadiran fisik. Selain itu, terkait dengan pemajakan ekonomi digital, pemerintah akan meminta para perusahaan digital untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN.

Baca Juga:
Soal Daya Saing RI saat Tarif PPN Jadi 12 Persen, Ini Kata Kepala BKF

Ketujuh, rasionalisasi pajak daerah untuk mengatur kembali kewenangan pemerintah pusat dalam menetapkan tarif pajak daerah secara nasional. Kedelapan, mengumpulkan seluruh fasilitas perpajakan di dalam satu bagian.

Selain omnibus law bidang perpajakan, Sri Mulyani juga menyampaikan perkembangan dari omnibus law cipta lapangan kerja yang kemungkinan besar lebih cepat pembahasannya. Dia menyebutkan pada akhir tahun ini, omnibus law cipta lapangan kerja bisa dirampungkan oleh pemerintah.

“Untuk finalisasi omnibus law [cipta lapangan kerja] diharapkan selesai pada akhir tahun ini dan itu di bawah kordinasi Kantor Kemenko Perekonomian,” paparnya.

Baca Juga:
Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

Seperti diketahui, untuk menggenjot kegiatan investasi, pemerintah menggulirkan rencana aturan dalam skema omnibus law. Ada tiga area yang menjadi garapan utama dari omnibus law. Ketiga area itu adalah ketenagakerjaan, UMKM, dan kebijakan perpajakan.

DPR menyebut terobosan kebijakan omnibus law cipta lapangan kerja akan menganulir lebih banyak aturan dari proyeksi pemerintah yang sebanyak 74 UU. Perkembangan terbaru dari Anggota Komisi XI DPR Andreas Susetyo menunjukan omnibus law cipta lapangan kerja akan menganulir berbagai aturan dalam 86 UU. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Minggu, 22 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal Daya Saing RI saat Tarif PPN Jadi 12 Persen, Ini Kata Kepala BKF

Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?