Ilustrasi. (foto: esigngenie.com)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memberikan ketentuan terkait kontrak elektronik dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.80/2019. Dalam beleid yang mulai berlaku pada 25 November 2019 ini, pemerintah memaparkan enam aspek yang membuat kontrak elektronik sah dan mengikat para pihak.
“PMSE dapat menggunakan mekanisme kontrak elektronik atau mekanisme kontraktual lainnya sebagai perwujudan kesepakatan para pihak,” demikian bunyi pasal 50 PP tersebut.
Adapun enam aspek yang dimaksud adalah pertama, sesuai dengan syarat dan kondisi dalam penawaran secara elektronik. Kedua, informasi yang tercantum dalam kontrak elektronik sesuai dengan informasi yang tercantum dalam penawaran secara elektronik.
Ketiga, terdapat kesepakatan para pihak, yaitu syarat dan kondisi penawaran yang dikirimkan oleh pihak yang menyampaikan penawaran, diterima dan disetujui oleh pihak yang menerima penawaran.
Keempat, dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kelima, terdapat hal tertentu. Keenam, objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Adapun kontrak elektronik dapat berupa perjanjian/perikatan jual beli atau perjanjian/perikatan lisensi. Perjanjian/perikatan lisensi itu mencakup perjanjian/perikatan lisensi pengguna akhir; lisensi pengubahan, pengembangan, atau modifikasi; lisensi publik; lisensi untuk berbagi (creative common license); dan lisensi kembali kepada pihak (relicensing).
Pemerintah menegaskan informasi dalam kontrak elektronik harus sesuai dengan penawaran. Selain itu, harus memuat paling sedikit sembilan hal. Kesembilan hal tersebut adalah identitas para pihak; spesifikasi barang dan/atau Jasa yang disepakati; legalitas barang dan/atau jasa; nilai transaksi perdagangan.
Selanjutnya, ada persyaratan dan jangka waktu pembayaran; prosedur operasional pengiriman barang dan/atau jasa; prosedur pengembalian barang dan/atau jasa dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara barang dan/atau jasa yang diterima dengan yang diperjanjikan; prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak; dan pilihan hukum penyelesaian sengketa PMSE.
“Kontrak elektronik dilarang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Perlindungan Konsumen,” demikian amanat dalam PP tersebut.
Kontrak elektronik dapat menggunakan tanda tangan elektronik sebagai tanda persetujuan para pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kontrak Elektronik yang ditujukan kepada konsumen di Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia. Pelaku usaha wajib menyediakan kontrak elektronik yang dapat diunduh dan/atau disimpan oleh konsumen.
Pemerintah menegaskan kontrak elektronik dianggap otomatis menjadi batal demi hukum apabila terjadi kesalahan teknis akibat sistem elektronik tidak aman, andal, dan bertanggung jawab. Apabila terjadi kesalahan teknis, pihak penerima tidak wajib mengembalikan barang dan/atau Jasa yang telah dikirimkan dan diterima.
“Kerugian akibat terjadinya kesalahan teknis sepenuhnya menjadi tanggung jawab pelaku usaha,” demikian penggalan bunyi pasal 57 ayat (3) PP tersebut. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.