Foto udara depot Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) PT Pertamina (Persero) Labuha-Bacan di Desa Babang, Pulau Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Rabu (10/1/2024). ANTARA FOTO/Andri Saputra/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Indeks ketahanan energi Indonesia pada 2023 mencatatkan skor 6,64. Dengan skor tersebut, RI masih bertahan di level 'Tahan' (rentang 6 hingga 7,99). Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan indeks ketahanan energi RI idealnya berada di atas 7.
Sekjen DEN Djoko Siswanto mengatakan pemerintah sebenarnya sudah mengupayakan sejumlah langkah untuk menggenjot indeks ketahanan energi Indonesia.
"Kita sudah bisa menyelesaikan perhitungannya di angka 6,64. Alhamdulillah kategori tahan," kata Djoko dalam keterangannya, dikutip pada Sabtu (20/1/2024).
Djoko menambahkan, dalam mengukur indeks ketahanan energi, para pakar energi menggunakan 4 aspek yakni, availability, accessibility, affordability, dan acceptability.
"Kita belum di angka 7, baru 6. Jadi kita baru masuk tahan, belum sangat tahan," kata Djoko.
Khusus kategori penilaian affordability, Djoko menambahkan, ada beberapa faktor yang membuat skor Indonesia belum terlalu tinggi. Di antaranya, pemerintah RI yang masih memberikan harga subsidi atas batu bara untuk PT PLN (persero), subsidi elpiji, hingga subsidi BBM. Pemerintah juga masih menetapkan harga atas BBM.
"Kalau sudah tidak impor kemudian seluruh infrastruktur terbangun, harga sudah tidak subsidi kita bisa affordable," kata Djoko.
Kemudian, untuk energi baru terbarukan (EBT), angka baurannya juga masih bertahan di level 13,09% pada 2023.
"Kalau EBT sesuai target, kalau affordable, tidak ada subsidi dan infrastruktur terbangun dan tidak impor, maka bisa angka 10 untuk indeks ketahanan energi kita," jelasnya.
Pengukuran ketahanan energi sendiri selain menggunakan aspek 4A (availability, affordability, accessibility, dan acceptability) juga menggunakan metode pembobotan menggunakan AHP (analisa hierarchy process). Aspek availability adalah ketersediaan sumber energi dan energi baik dari domestik maupun luar negeri.
Selanjutnya, aspek affordability yaitu keterjangkauan biaya investasi energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi dan distribusi, hingga keterjangkauan konsumen terhadap harga energi.
Kemudian, aspek accesibility adalah kemampuan untuk mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografik dan geopolitik. Sedangkan aspek acceptability adalah penggunaan energi yang peduli lingkungan (darat, laut dan udara) termasuk penerimaan masyarakat. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.