JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (14/12) kabar datang dari Dirjen Pajak Robert Pakpahan yang berharap rasio pajak 2018 dapat meningkat melalui tambahan informasi yang masuk ke dalam sistem perpajakan. Seperti diketahui, rasio pajak terhadap produk domestik bruto sejak 2009 hingga tahun ini stagnan di bawah 10% dengan kecenderungan turun.
Tambahan data informasi yang dimaksud mencakup dua faktor. Faktor pertama adalah data nasabah lembaga keuangan, termasuk bank. Mulai April 2018, setiap lembaga keuangan di dalam negeri wajib melaporkan data nasabah domestik dan asing. Adapun faktor kedua, data harta warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri. Seperti diketahui, Indonesia mengikuti skema pertukaran informasi secara otomatis (automatic exchange of information/AEoI) yang berlaku per September 2018.
Akses data keuangan dari sumber domestik dan skema AEoI, menurut Robert, dinilai cukup andal untuk meningkatkan kepatuhan pajak secara menyeluruh. Ia yakin peningkatan rasio pajak terhadap PDB pada 2018 akan berlanjut. Keyakinan ini didasarkan atas pembangunan sistem teknologi informasi pajak yang tengah disiapkan Ditjen Pajak.
Pengadaan barang dan jasa untuk membangun sistem informasi ini dilakukan bertahap mulai 2018 dan akan tuntas pada 2021. Artinya Ditjen Pajak akan memiliki sistem teknologi informasi pajak mutakhir dan andal yang bisa digunakan secara efektif mulai 2021.
Pengamat Pajak DDTC Darussalam berpendapat, menghadapi 2018, Ditjen Pajak mempunyai dua modal utama untuk menaikkan penerimaan pajak dari tahun-tahun sebelumnya, sekaligus meningkatkan rasio pajak secara bertahap. Dua modal dasar itu antara lain penambahan basis pajak berupa subyek dan obyek pajak yang didapatkan melalui kebijakan pengampunan pajak serta berlakunya program pertukaran informasi keuangan secara otomatis.
Kabar lainnya mengenai Ditjen Pajak yang yakin Indonesia lolos penilaian AEoI. Berikut ulasan ringkas berita selengkapnya:
Ditjen Pajak optimistis Indonesia bisa mengikuti program pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau AEoI pada pertengahan 2018. Optimisme ini didasari atas jawaban pemerintah atas kuesioner-kuesioner dari asesor untuk AeoI belum lama ini. Direktur Pajak Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan yang dinilai adalah data safeguard yang dibangun. Rambu-rambu yang menjamin informasi yang kami terima dari negara lain maupun yang dikirim benar-benar aman dari hijacking. Untuk menjawab itu, pemerintah bertumpu pada UU No. 9/2017.
Pemerintah terus berusaha menciptakan kesetaraan antara pelaku bisnis konvensional dan digital. Selain rencana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tetang perlakuan fiskal terhadap dagang elektronik, pemerintah juga menjajaki pembahasan aturan melalui Peraturan Pemerintah (PP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE). Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan rencana tersebut dalam pembahasan oleh pemerintah. Salah satunya adalah unsur perpajakan yang akan dikenakan dalam transaksi berbasis digital.
Bank Indonesia tengah mengkaji pada titik mana Bitcoin bisa dilegalkan. Direktur Fintech Office Bank Indonesia, Yosamartha menjelaskan dalam menghadapui euforia Bitcoin saat ini, pihaknya sudah mempunyai Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pemrosesan Sistem Pembayaran. Lebih lanjut, ada kemungkinan PBI tentang uang elektronik dipertegas lagi. Kemungkinannya bisa diperluas atau justru dipersempit terkait transaksi Bitcoin. Kesemuanya itu menurutnya tergantung dinamika dan kebutuhan di masyarakat.
Sejumlah bank kembali menjanjikan bunga mengambang atau floating di level satu digit untuk kredit pemilikan rumah pada tahun depan. Janji serupa sudah pernah dilontarkan pada tahun lalu namun nyatanya, rata-rata bunga KPR masih dilevel dua digit yakni 10% sampai 13%. Sejauh ini baru tiga bank yang sudah menerapkan bunga KPR dibawah 10%. Mereka adalah Bank Central Asia dengan 9,9%, Bank CIMB Niaga 9,5% dan Maybank Indonesia 9,5%. Sementara itu, bank plat merah masih mematok bunga diatas 10% yakni Bank Mandiri 10,25%, BRI 10,25%, BNI 10,5% dan BTN 10,25%.
Dua korporasi besar, Google dan Temasek merilis proyeksi perekonomian digital di Asia Tenggara akan melaju kencang dalam dua tahun ke depan. Ekonomi digital diproyeksikan naik 6,5 kali lipat dari US$31 miliar pada tahun 2015 menjadi US$197 miliar pada 2025. Dua korporasi itu memperkirakan nilai ekonomi digital di Asia Tenggara pada tahun ini bakal melampaui US$50 miliar . Artinya, dalam kurun waktu dua tahun aktivitas ekonomi digital telah tumbuh 27% per tahun. Angka ini melebihi ekspektasi di mana hanya di patok sebesar 20%.
Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini pada kamis (14/12) hari ini. Ekonom memperkirakan, BI akan menahan suku bunga acuannya di level 4,25% hingga akhir 2017. Tapi BI perlu menyiapkan langkah antisipasi risiko global pada 2018. Ekonom Maybank Indonesia Juniman mengatakan, pada 2018 The Fed akan kembali menaikan suku bunganya dibarengi dengan pengurangan neraca The Fed. Perkiraan Juniman, rupiah di akhir 2017 akan ada di kisaran Rp13.500-Rp13.600 per dolar AS. Dan melemah ke level Rp13.500-Rp13.800 per dolar AS di kuartal I dan Kuartal II-2018. Ekonom Development Bank of Singapore (DBS) Gundy Cahyadi menebak, BI akan mengerek suku bunga lagi di kuartal IV-2018 untuk ke level 5% di pertengahan 2019 guna mengantisipasi pergerakan dolar AS.
Pemerintah berencana untuk mempercepat penyaluran Dana Desa pada tahun depan. Ini demi mendukung penyaluran Dana Desa dengan skema cash for work atau pencairan secara tunai untuk program padat karya. Direktur Jendral Perimbangna Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan penyaluran Dana Desa tahun depan akan tetap berlangsung dua tahap. Tahap pertama sebesar 60% dari total pagu anggaran dan sisanya 40% pada tahap kedua. Boediarso menambahkan, Sesuai skema cash for work yang tadinya Februari bisa jadi Januari. Tahap kedua yang tadinya Juli bisa dimajukan menjadi Juni.
Otak-Atik kebijakan menjadi solusi pemerintah mencegah pelebaran defisit anggaran tahun ini. Hal itu dilakukan karena Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara membatasi besaran defisit anggaran pemerintah pusat dan daerah maksimal 3% dari PDB. Sedangkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perubahan 2017 dipatok 2,92% terhadap PDB. Agar tidak melanggar Undang-Undang, Kemenkeu mempersempit batas maksimal total defisit Anggara Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun ini menjadi 0,08% dari PDB. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng berpendapat perubahan kebijakan ini hal yang biasa. Perubahan defisit anggaran daerah memang selalu menyesuaikan kondisi keuangan pemerintah pusat. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.