PER-1/PJ/2023

Simak! Contoh Penghitungan Pajak Royalti bagi WP OP yang Pakai NPPN

Redaksi DDTCNews | Selasa, 21 Maret 2023 | 13:30 WIB
Simak! Contoh Penghitungan Pajak Royalti bagi WP OP yang Pakai NPPN

Poster penghitungan pajak royalti dengan tarif baru oleh DJP.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas royalti khusus bagi wajib pajak orang pribadi yang menghitung penghasilan netonya menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN).

Peraturan Dirjen Pajak PER-1/PJ/2023 menetapkan PPh Pasal 23 bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menggunakan NPPN adalah sebesar 15% dari 40% nilai royalti. Artinya, tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti kini menjadi 6%.

"Jumlah bruto ... bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerapkan penghitungan PPh menggunakan NPPN yaitu sebesar 40% dari jumlah penghasilan royalti," bunyi Pasal 2 ayat (3) PER-1/PJ/2023, dikutip Selasa (21/3/2023).

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Lantas seperti apa contoh penghitungan PPh Pasal 23 atas royalti dengan tarif baru ini? Ditjen Pajak (DJP) memberikan 2 contoh kasus untuk menghintung PPh Pasal 23 yang dipotong dari penghasilan yang diperoleh wajib pajak orang pribadi pengguna NPPN. Berikut adalah detailnya.

Contoh 1

Tuan Barkat adalah seorang aktor dan juga penulis yang telah menghasilkan beberapa buku bestseller. Pada Januari 2023, Tuan Barkat menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN untuk tahun pajak 2023 ke KPP Pratama Jakarta Senen.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Selama 2023, Tuan Barkat menerima penghasilan sebagai aktor sejumlah Rp400 juta dan telah dipotong PPh Pasal 21 oleh pemotong sebesar Rp15 juta.

Kemudian, pada Agustus 2023, Tuan Barkat memperoleh penghasilan royalti atas penerbitan buku 'Koala Coklat' dari PT Taat Pajak senilai Rp100 juta.

Tuan Barkat sudah menyerahkan fotokopi bukti penerimaan surat pemberitahuan penggunaan NPPN dari KPP Pratama Jakarta Senen kepada PT Taat Pajak sebelum dilakukan pemotongan.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Perlu dicatat, NPPN bagi pekerja seni adalah 50%. Atas transaksi royalti tersebut, PT Taat Pajak sebagai pemotong wajib melakukan:

1. Memotong PPh Pasal 23 atas royalti sejumlah 15% x 40% x Rp100 juta = Rp6 juta.
2. Membuat bukti potong PPh Pasal 23 atas royalti dan menyerahkannya kepada Tuan Berkat.
3. Menyetorkan PPh Pasal 23 royalti dengan kode 411124-103 paling lambat 10 September 2023 serta melaporkan bupot PPh Pasal 23 dalam SPT Masa PPh Unifikasi masa Agustus 2023 paling lambat 20 September 2023.

Di sisi lain, Tuan Berkat selaku penerima penghasilan perlu melakukan:

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

1. Mengkreditkan PPh Pasal 21 senilai Rp15 juta dan PPh Pasal 23 senilai Rp6 juta sebagai pengurang PPh terutang SPT Tahunan tahun pajak 2023.
2. Melaporkan penghasilan sebagai aktor dan royaltinya ke dalam SPT Tahunan tahun pajak 2023 pada kolom penghasilan neto dari pekerjaan bebas dengan perhitungan sebagai berikut:

(penghasilan bruto aktor Rp500 juta + penghasilan bruto royalti Rp100 juta) x NPPN 50% = neto pekerja bebas Rp250 juta

Contoh 2

Baca Juga:
Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Tuan Bagas adalah seorang pencipta lagu yang telah menghasilkan lagu-lagu yang banyak dipakai oleh perusahan rekaman.

Pada Januari 2023, Tuan Bagas telah menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN untuk tahun pajak 2023 ke KPP Pratama Surabaya Rungkut.

Kemudian, pada Juni 2023, Tuan Bagar memperoleh penghasilan royalti atas penggunaan lagunya dari PT Tertib Pajak senilai Rp4 miliar.

Baca Juga:
Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Tuan Bagas sebelumnya telah menyerahkan fotokopi bukti penerimaan surat pemberitahuan penggunaan NPPN dari KPP Pratama Surabaya Rungkut kepada PT Tertib Pajak.

Selama 2023, Tuan Bagar tidak memperoleh penghasilan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

Perlu dicatat, besaran NPPN bagi pekerja seni adalah 50%. Atas transaksi royalti di atas, PT Tertib Pajak sebagai pemotong wajib melakukan:

Baca Juga:
Coretax DJP Bakal Batasi Pelaporan SPT Tahunan Berbentuk Kertas

1. Memotong PPH Pasal 23 atas royalti senilai 15% x 40% x Rp4 miliar = Rp240 juta.
2. Membuat bukti potong PPh Pasal 23 atas royalti dan menyerahkannya kepada Tuan Bagas.
3. Menyetorkan PPh Pasal 23 royalti dengan kode 411124-103 paling lambat 10 Juli 2023 serta melaporkan bupot PPh Pasal 23 dalam SPT Masa Unifikasi masa Juni 2023 paling lambat 20 Juli 2023.

Di sisi lain, Tuan Bagar sebagai penerima penghasilan perlu melakukan:

1. Menkreditkan PPh Pasal 23 senilai Rp240 juta sebagai pengurang PPh terutang SPT Tahunan tahun pajak 2023.
2. Melaporkan penghasilan sebagai royalti ke dalam SPT Tahunan tahun pajak 2023 pada kolom penghasilan neto pekerjaan bebas dengan perhitungan sebagai berikut:

Baca Juga:
WP Bisa Terima Bukti Potong Unifikasi secara Langsung di DJP Online

Penghasilan bruto royalti Rp4 miliar x NPPN 50% = neto pekerja bebas Rp2 miliar.

Perlu dicatat juga, perhitungan di atas hanya berlaku apabila orang pribadi pekerja bebas yang dipotong sudah menyampaikan bukti penerimaan surat pemberitahuan penggunaan NPPN untuk tahun pajak yang bersangkutan kepada pemberi penghasilan sebelum dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.

NPPN adalah persentase untuk menentukan besarnya penghasilan neto sehingga wajib pajak dapat lebih mudah menghitung besarnya PPh terutang dalam SPT Tahunan. Yang boleh menggunakan NPPN adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam 1 tahun kurang dari Rp4,8 miliar. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Minggu, 20 Oktober 2024 | 08:00 WIB CORETAX SYSTEM

Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja