JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (13/2) berita datang dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang akan menggelar pemeriksaan selepas program amnesti pajak pada 31 Maret 2017. Selain menyasar 400.000 wajib pajak, pemeriksaan ini juga akan menyasar peserta amnesti pajak yang ditengarai tidak melaporkan selutuh harta dalam surat penyertaah harta (SPH).
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengungkapkan akan mengerahkan 5.000 pegawai untuk terjun melakukan pemeriksaan. Hestu menambahkan data 400.000 wajib pajak target pemeriksaan tersebut akan dikirimkan ke kantor wilayah dan kantor pelayanan pajak (KPP) pada Agustus 2017.
Selain itu, Ditjen Pajak akan memprioritaskan penerima surel untuk menjadi dasar pemeriksaan pasca-amnesti pajak. Kabar lainnya datang dari kabar perekonomian yang tidak diikuti dengan perluasan basis penerimaan pajak. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Penerima Surel Diprioritaskan
Penerima surat elektronik (surel) imbauan amnesti pajak akan menjadi prioritas awal Ditjen Pajak dalam pemeriksaan tahun ini. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan setelah implementasi amnesti pajak, Ditjen Pajak akan melakukan penelitian data penerima surel dan pelaporan SPT 2016. Dia mengklaim bahwa ada banyak penerima surel yang langsung mengikuti amnesti pajak.
- Tax Buoyancy Butuh Ekstra Reformasi
Perekonomian tahun lalu tercatat sedikit membaik jika dibandingkan tahun sebelumnya. Namun di balik perbaikan tersebut, elastisitas penerimaan pajak terhadap laju produk domestik bruto (PDB) justru kembali mengerut. Elastisitas penerimaan pajak terhadap laju PDB tahun lalu hanya sekitar 0,8% atau berada dalam tren koreksi sejak 2011. Penurunan tax buoyancy ini menunjukkan penurunan kapasitas Otoritas Pajak dalam memungut tambahan potensi pajak baru.
Pengamat Pajak dari DDTC Bawono Kristiaji berpendapat bahwa fakta ini menunjukkan laju PDB tidak diikuti dengan perluasan basis penerimaan pajak. Atas fakta tersebut, pemerintah dinilai perlu membuat kajian tax gap per sektor untuk mengtahui dua hal. Pertama, aspek-aspek yang perlu diperbaiki mulai dari kebijakan, administrasi, hingga penegakan hukum. Kedua, upaya pendorongan sektor yang memiliki elastisitas pajak tinggi.
- Jeli Memacu Daya Beli
Peningkatan daya beli masyarakat masih menjadi agenda klasik yang harus dijalankan pemerintah sebagai upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk menjaga konsumsi rumah tangga dalam distribusi PDB saja, tetapi juga sektor manufaktur sebagai penyumbang terbesar perekonomian dari sisi produksi. Porsi distribusi maupun pertumbuhan sektor manufaktur melanjutkan tren penurunan dalam enam tahun terakhir. Stimulasi kebijakan ekonomi makro yang kondusif sangat dibutuhkan untuk mendorong siklus bisnis yang baru.
- BI Akan Tambah Instrumen Moneter
Menghadapi ketidakpastian kebijakan ekonomi AS, Bank Indonesia (BI) akan terus melakukan pendalaman pasar keuangan dengan mengeluarkan produk derivatif dan hedging. Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan bank sentral akan menambah instrument transaksi derivatif dan lindung nilai (hedging) pada tahun ini. Selain itu, BI akan terus menyosialisasikan produk call spread, cross currency swap, ataupun interest rate swap yang telah ada.
- REI Nantikan Kriteria dari Tanah 'Nganggur'
Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia masih menantikan kriteria yang jelas dari pemerintah terkait dengan objek tanah yang dianggap menganggur atau terlantar dalam perumusan kebijakan mengenai pajak progresif. Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat REI Soelaeman Soemawinata mengungkapkan bahwa pihaknya menghargai fungsi pemerintah selaku regulator dan tujuan pemerintah demi kebaikan masyarakat. Meski begitu, REI berharap agar pemerintah segera bisa membuat kriteria yang jelas terkait dengan objek tanah yang dianggap menganggur. (Gfa)