UU HKPD

Serupa UU Ciptaker, UU HKPD Izinkan Pemerintah Ubah Tarif Pajak Daerah

Muhamad Wildan | Senin, 17 Januari 2022 | 17:30 WIB
Serupa UU Ciptaker, UU HKPD Izinkan Pemerintah Ubah Tarif Pajak Daerah

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ketentuan mengenai kewenangan pemerintah pusat untuk mengubah tarif pajak daerah serta mengevaluasi perda tentang pajak daerah pada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dicantumkan kembali di dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Sebagaimana diatur dalam UU HKPD, pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian terhadap kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) oleh pemda.

"Kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi berupa dapat mengubah tarif pajak dan tarif retribusi dengan penetapan tarif pajak dan tarif retribusi yang berlaku secara nasional; pengawasan dan evaluasi terhadap perda mengenai pajak dan retribusi yang menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha," bunyi Pasal 97 ayat (2) UU HKPD, dikutip Senin (17/1/2022).

Baca Juga:
Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Ketentuan yang sejenis sesungguhnya telah ditetapkan pada UU Cipta Kerja yang turut mengubah UU 28/2009 tentang PDRD. Aturan pelaksana mengenai perubahan tarif pajak daerah oleh pemerintah pusat dan evaluasi perda sudah ditetapkan dalam PP 10/2021.

Dengan diaturnya kembali aturan ini pada UU HKPD, maka aturan yang sejenis pada UU Cipta Kerja pun dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

"Pasal 114 dan Pasal 176 angka 4 ayat (4) dalam Pasal 252 dan angka 7 UU Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," bunyi Pasal 189 ayat (1) huruf d UU HKPD.

Baca Juga:
Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Khusus untuk PP 10/2021, PP dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan di dalam UU HKPD.

UU diketahui, UU HKPD memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk mengubah tarif PDRD melalui penetapan tarif PDRD secara nasional, mengevaluasi rancangan perda DPRD, serta mengevaluasi perda PDRD yang sudah berlaku.

Ketika menyusun perda, rancangan perda provinsi yang sudah disetujui DPRD dan gubernur harus disampaikan kepada menteri dalam negeri dan menteri keuangan paling lama 3 hari setelah persetujuan.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Untuk perda PDRD wilayah kabupaten/kota, rancangan perda juga harus disampaikan kepada gubernur, menteri dalam negeri, dan menteri keuangan paling lama 3 hari kerja sejak tanggal persetujuan antara DPRD dan bupati/walikota tercapai.

Menteri dalam negeri akan melakukan evaluasi rancangan perda dengan mengaji kesesuaian rancangan perda dengan UU HKPD, kepentingan umum, dan aturan yang lebih tinggi, sedangkan menteri keuangan akan mengevaluasi dari sisi kebijakan fiskal nasional.

Setelah dievaluasi, hasil evaluasi akan disampaikan kepada kepala daerah. Bila ditolak, pemerintah akan menyampaikan alasan dari penolakan. Bila disetujui, rancangan perda PDRD dapat langsung ditetapkan.

Baca Juga:
Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

Menteri dalam negeri dan menteri keuangan juga dapat mengevaluasi perda PDRD yang berlaku guna menguji kesesuaiannya dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan kebijakan fiskal nasional.

Bila perda bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, ataupun kebijakan fiskal nasional, menteri keuangan akan merekomendasi perubahan perda melalui menteri dalam negeri.

Rekomendasi perubahan perda harus ditindaklanjuti dengan perubahan perda dalam waktu 15 hari kerja. Bila tidak, menteri dalam negeri akan menyampaikan rekomendasi pemberian sanksi kepada menteri keuangan.

Sanksi yang diberikan bisa berupa penundaan hingga pemotongan DAU ataupun DBH. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:00 WIB PROVINSI DAERAH KHUSUS JAKARTA

Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 12:30 WIB KABUPATEN PURWOREJO

Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Selasa, 24 Desember 2024 | 10:00 WIB PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Antisipasi Dampak Opsen, Pemprov Kalbar Beri Keringanan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra