RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak Interpretasi Objek PPN Kuasa Pertambangan Batu Bara

Hamida Amri Safarina | Senin, 13 April 2020 | 18:15 WIB
Sengketa Pajak Interpretasi Objek PPN Kuasa Pertambangan Batu Bara

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai perbedaan interpretasi objek pajak pertambahan nilai (PPN) atas kuasa pertambangan batu bara.

Perlu dipahami bahwa wajib pajak dan pihak ketiga telah melakukan perjanjian kerja sama pelaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di dalam wilayah kuasa pertambangan yang dimiliki wajib pajak.

Berdasarkan perjanjian kerja sama, wajib pajak menyatakan pemberian kuasa untuk melakukan suatu kegiatan tidak dapat diartikan sebagai penyerahan hak kuasa pertambangan. Pihaknya memberikan kuasa kepada pihak ketiga untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di wilayah kuasa tambangnya.

Baca Juga:
Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Adapun biaya eksplorasi dan eksploitasi ditanggung oleh wajib pajak dan pihak ketiga. Oleh karena itu, dalam perkara ini tidak terdapat permohonan pengalihan kuasa pertambangan sehingga tidak dikenakan PPN.

Sebaliknya, otoritas pajak berdalil bahwa seluruh kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan penjualan batu bara dilakukan sepenuhnya oleh pihak ketiga. Wajib pajak tidak melakukan kegiatan penambangan batu bara.

Mengacu pada bukti-bukti tersebut, menurut otoritas, wajib pajak telah melakukan penyerahan hak atas kuasa pertambangan yang dimilikinya. Atas penyerahan hak kuasa pertambangan tersebut seharusnya dikenakan PPN.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak pada 24 April 2015. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa tidak terdapat penyerahan kuasa pertambangan dari wajib pajak kepada pihak ketiga.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Pemberian kuasa oleh wajib pajak tidak menyebabkan adanya peralihan atau pemanfaatan hak atas barang kepada pihak ketiga. Sebab, penerima kuasa terbatas pada pelaksanaan suatu pekerjaan/urusan yang ditugaskan oleh pemberi kuasa.

Perjanjian antara wajib pajak dengan pihak ketiga hanya berkaitan dengan kerja sama bagi hasil atas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Dalam perjanjian ditekankan pembagian tanggung jawab antara kedua belah pihak. Atas kegiatan tersebut bukan merupakan objek PPN. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak tepat.

Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.73108/PP/M.IIIB/16/2016 tertanggal 9 Agustus 2016, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 25 November 2016.

Baca Juga:
Jasa Travel Agent Kena PPN Besaran Tertentu, PM Tak Dapat Dikreditkan

Pokok sengketa atas perkara ini adalah koreksi atas dasar pengenaan pajak (DPP) pajak PPN atas penyerahan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud masa pajak November 2010.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dasar koreksi yang dilakukan Pemohon PK ialah perjanjian kerja sama antara Termohon PK dengan pihak ketiga. Dalam perjanjian disebutkan seluruh kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan penjualan batu bara dilakukan sepenuhnya oleh pihak ketiga.

Berdasarkan perjanjian, dapat diketahui bahwa Termohon PK tidak melakukan kegiatan penambangan batu bara. Pemeriksaan terhadap laporan keuangan Termohon PK juga menunjukan tidak adanya pencatatan persediaan batu bara. Dalam perjanjian juga disebutkan pihak ketiga akan menanggung semua biaya eksplorasi dan eksploitasi.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Mengacu pada bukti-bukti tersebut, Termohon PK telah melakukan penyerahan hak atas kuasa pertambangan yang dimilikinya kepada pihak ketiga. Berdasarkan Pasal 1A ayat (1) juncto Pasal 4 huruf a UU No. 42/2009, kegiatan penyerahan hak kuasa pertambangan yang dilakukan Termohon PK termasuk dalam penyerahan BKP yang dikenakan PPN.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Pemohon PK berkesimpulan bahwa Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (contra legem). Pertimbangan yang diberikan juga tidak sesuai fakta dan bukti yang terungkap selama persidangan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak terdapat permohonan pengalihan kuasa pertambangan. Hak kuasa pertambangan telah dimiliki Termohon PK baik sebelum, selama, maupun setelah dilakukan perjanjian kerja sama. Pemberian kuasa untuk melakukan suatu kegiatan tidak dapat diartikan sebagai penyerahan hak kuasa pertambangan.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Pada dasarnya perjanjian yang dilakukan Termohon PK dengan pihak ketiga merupakan perjanjian bagi hasil. Hasil produksi batu bara akan diterima Termohon PK setiap bulannya. Biaya produksinya ditanggung oleh Termohon dan pihak ketiga.

Termohon PK akan mendapatkan bagian sebesar 12% dari produksi yang dihasilkan, sedangkan pihak ketiga mendapat 88%. Dengan demikian, telah terbukti tidak ada penyerahan hak kuasa penambangan sehingga tidak dikenakan PPN.

Pertimbangan Mahkamah Agung
ALASAN-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan dan menetapkan pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan benar.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Koreksi DPP PPN atas penyerahan BKP tidak berwujud masa pajak November 2010 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji dalil-dalil yang diajukan, permohonan Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta atau melemahkan bukti-bukti yang diungkapkan di persidangan.

Dalam perkara ini terikat dengan ketentual Pasal 8 perjanjian kerja sama antara Termohon PK dengan pihak ketiga. Dalam perjanjian tersebut telah mengatur pembagian pendapatan berdasarkan production sharing.
Berdasarkan ketentuan tersebut, jual beli tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dan masih dalam batas-batas kewajaran. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan Pasal 91 UU No. 14/2002. Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan otoritas pajak dinyatakan ditolak. Pemohon PK sebagai pihak yang kalah dihukum untuk membayar biaya perkara.


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru