AUSTRALIA

Sengketa Pajak Berakhir, Perusahaan Tambang Ini Bayar Rp10 Triliun

Vallencia | Minggu, 31 Juli 2022 | 12:00 WIB
Sengketa Pajak Berakhir, Perusahaan Tambang Ini Bayar Rp10 Triliun

Ilustrasi.

CANBERRA, DDTCNews – Perusahaan raksasa pertambangan multinasional Rio Tinto menyepakati untuk membayar hampir AUD1 miliar atau sekitar Rp10 triliun kepada Australian Taxation Officer, sekaligus mengakhiri kasus sengketa pajak telah berlangsung dalam 1 dekade.

Chief Financial Officer Rio Tinto Peter Cunningham mengatakan perusahaan bisa bernafas lega telah menyelesaikan perselisihan yang sudah berlangsung lama. Dengan demikian, Rio Tinto mendapatkan kepastian atas ketentuan pajak terkait dengan pemasaran di Singapura.

"Rio Tinto tetap berkomitmen untuk kegiatan komersial kami di Singapura dan peran berharga yang dimainkan oleh tim komersial terpusat kami," katanya seperti dikutip dari abc.net.au, Minggu (31/7/2022).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Sengketa pajak Rio Tinto timbul sebagai akibat dari pajak yang belum dibayar karena menggunakan Singapura sebagai pusat pemasaran produk, termasuk aluminium dan bijih besi untuk mengurangi tagihan pajak Australia. Praktik ini dikenal sebagai transfer pricing.

Sementara itu, Wakil Komisaris Australian Taxation Officer (ATO) Rebecca Saint mengatakan kasus sengketa pajak yang telah diselesaikan tersebut akan membuat Australia mendapatkan penerimaan dari Rio Tinto pada masa mendatang.

"Ini berarti keuntungan tambahan dari penjualan komoditas milik Rio di Australia akan dikenakan pajak di Australia pada tahun-tahun mendatang," ujarnya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Di sisi lain, Rio Tinto juga telah mencapai kesepakatan dengan Singapura terkait dengan transfer pricing untuk periode yang sama. Kesepakatan dilakukan untuk memastikan Rio Tinto tidak dikenakan pajak berganda.

Tindakan ATO telah mengurangi proliferasi pengalihan keuntungan dan praktik transfer pricing yang dapat merugikan negara dengan cara perusahaan menggeser beban pajak mereka ke negara dengan pajak yang lebih rendah. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra