RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi Kekurangan Pembayaran BPHTB

Rinaldi Adam Firdaus | Jumat, 02 Februari 2024 | 18:35 WIB
Sengketa atas Koreksi Kekurangan Pembayaran BPHTB

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak tentang koreksi kekurangan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang dilakukan otoritas pajak. Dalam perkara ini, wajib pajak melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT X.

Otoritas pajak berpendapat dokumen permohonan pengurangan nilai BPHTB yang diajukan oleh wajib pajak tidak lengkap. Hal ini dikarenakan dalam permohonan tersebut tidak melampirkan fotokopi keputusan menteri kehakiman tentang persetujuan perubahan anggaran dasar.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat sudah melengkapi dokumen permohonan pengurangan nilai BPHTB. Menurut wajib pajak, pihaknya tidak mungkin dapat memperoleh surat keputusan menteri kehakiman tentang persetujuan perubahan anggaran dasar.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Hal tersebut dikarenakan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT), atas penambahan modal ditempatkan dan disetor cukup diberitahukan kepada menteri.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi kekurangan pembayaran BPHTB senilai Rp310.992.000 dalam Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) No. S-1739/WPJ.29/KB.0304/2008 yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak tepat.

Terhadap permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 23697/PP/M.II/32/2010 pada 28 Mei 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 6 September 2010.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi kekurangan pembayaran BPHTB senilai Rp310.992.000 melalui SKBKB oleh otoritas pajak yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini diketahui Termohon PK melakukan merger dengan PT X. Berdasarkan pada hasil merger itu, Termohon PK bertindak sebagai perusahaan penerus (surviving company).

Selain itu, melalui merger tersebut, terdapat pengalihan aktiva tetap, di antaranya berupa tanah dan/atau bangunan, dari PT X kepada Termohon PK. Atas pengalihan tanah dan/atau bangunan tersebut, Termohon PK mengajukan permohonan pengurangan BPHTB.

Namun demikian, Pemohon PK menilai Termohon PK belum melengkapi dokumen yang disyaratkan untuk memperoleh pengurangan BPHTB sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (8) huruf f PER-16/PJ/2005.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Adapun dokumen yang belum dilengkapi oleh Termohon PK ialah fotokopi keputusan menteri kehakiman tentang persetujuan perubahan anggaran dasar bila terjadi perubahan anggaran dasar setelah penggabungan. Oleh karenanya, Pemohon PK menolak permohonan yang diajukan oleh Termohon PK dengan menerbitkan Surat Penolakan No. S-6698/PJ.071/2008.

Kemudian, dengan berdasarkan surat penolakan tersebut, Pemohon PK menerbitkan SKBKB No. S-1739/WPJ.29/KB.0304/2008 untuk menagih kekurangan pembayaran BPHTB yang terutang sebesar Rp310.992.000.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya sudah benar. Dengan demikian, pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (contra legem).

Baca Juga:
Pajak Hiburan Hingga 40%, Ini Daftar Tarif Pajak di Manokwari Selatan

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK berpendapat merger yang dilakukan antara Termohon PK dan PT X hanya menyangkut penambahan modal yang ditempatkan dan disetor serta tidak mengubah nilai modal dasar.

Oleh karena itu, Termohon PK tidak mungkin dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) huruf f PER-16/PJ/2005. Sebab, hal tersebut tidak sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) UU PT.

Adapun dalam beleid tersebut dijelaskan apabila terdapat perubahan anggaran dasar, perubahan tersebut dapat meliputi penyesuaian besarnya modal dasar atau pengurangan modal ditempatkan dan disetor yang harus mendapatkan persetujuan dari menteri.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Selanjutnya, ketentuan itu juga mengatur atas perubahan anggaran dasar berkenaan dengan penambahan modal ditempatkan dan disetor cukup diberitahukan kepada menteri. Dengan demikian, Termohon PK menyatakan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak benar sehingga harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 23697/PP/M.II/32/2010 yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar.

Mahkamah Agung menyatakan alasan-alasan permohonan PK atas koreksi terkait dengan kekurangan pembayaran BPHTB yang tertuang dalam SKBKB No. S-1739/WPJ.29/KB.0304/2008 tidak dapat dibenarkan. Mahkamah Agung menilai tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah