JAKARTA, DDTCNews – Influencer seperti selebgram dan youtuber yang bermunculan menjadi bagian dari kegiatan pemasaran suatu produk barang dan jasa. Alhasil, ada potensi pajak dari aktivitas influencer. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (17/1/2019).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama memaparkan pada 2017, baru tercatat ada 51 selebgram dan youtuber yang sudah membayar dan melaporkan pajak penghasilannya.
“Itu yang terpantau kami, mungkin ada juga yang tidak tercatat,” ujarnya.
Dari 51 orang tersebut, DJP menerima setoran pajak penghasilan senilai Rp2,7 miliar. Meskipun masih belum memiliki data pasti potensi pajak dari seluruh influencer yang ada di media sosial, DJP melihat performa 2017 menunjukkan sudah adanya kesadaran terkait pajak dari masyarakat.
Dalam acara ‘Economic Challenges’ awal pekan ini, Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan influencermenjadi profesi yang banyak peminat di masa mendatang. Dalam konteks kewajiban pajak, harus ada perlakuan sama bagi influencer dengan pekerja seni atau pebisnis lain.
Selain terkait kewajiban pajak influencer, beberapa media nasional juga masih menyoroti beleid perlakuan perpajakan atas transaksi e-commerce. Selain tetap akan memberlakukan regulasi mulai 1 April 2019, pemerintah akan membuat ketentuan teknis yang akan memberikan pengecualian penyerahan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi pedagang baru yang akan masuk ke platform marketplace.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Hestu Yoga Saksama mengatakan sudah adanya selebgram dan youtuber yang membayar pajak penghasilannya pada 2017 menunjukkan tumbuhnya kesadaran dari masyarakat. Ketentuan umum pajak tetap berlaku meskipun pemerintah belum mengeluarkan regulasi khusus terkait perlakuan pajak bagi influencer.
“Pada intinya, walaupun tidak ada aturan khususnya, aturan umum berlaku. Orang punya penghasilan ya wajib bayar. Ini sudah berjalan, sudah ada yang bayar pajak,” katanya.
Darussalam mengatakan pemajakan terhadap influencer sudah menjadi persoalan yang dibahas di tingkat dunia. Yang menjadi pembahasan bukan terkait pajak yang sama dengan pelaku konvensional, melainkan tentang proses administrasi. Bagaimanapun, munculnya influencer menjadi bagian dari ekonomi digital yang dianggap sebagai new shadow economy.
“Perlu suatu terobosan administrasi bagaimana youtuber ini dijamin atau dipastikan untuk patuh,” tutur Darussalam.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut akan ada pengecualian pedagang dengan penghasilan di bawah batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk menyerahkan NPWP dan NIK saat masuk ke platform e-commerce.
“Mereka adalah pelaku usaha baru yang pendapatannya pasti di bawah PTKP, sehingga mereka tidak perlu dihalangi dengan kekhawatiran dengan menyerahkan NPWP atau NIK,” ujarnya
Terkait dengan kewajiban pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) bagi penyedia platform e-commerce,Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar mengatakan ketentuan ini untuk menciptakan ekosistem perpajakan yang lebih seimbang.
“Selain itu kami juga mendorong penyedia layanan baik yang baru atau yang lama sama-sama terutang PPN,” ujar Arif, sambil menegaskan tidak digunakannya ambang batas pengusaha kecil bukan sebuah hal baru. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.