Perkembangan BI 7DRR dari awal 2018. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Berbagai langkah yang diambil, termasuk intervensi Bank Indonesia, tidak mampu memperkuat nilai tukar rupiah. Tren pelemahan berlanjut. Apakah rupiah akan tembus ke level psikologis baru Rp15.000 per dolar Amerika Serikat?
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dalam perdagangan spot hari ini, Selasa (4/9/2018) dibuka melemah ke level Rp14.823 dari posisi penutupan perdagangan kemarin Rp14.815. Namun, dalam akhir perdagangan sesi I, rupiah sedikit menguat di level Rp14.780 per dolar Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate /Jisdor) pada hari ini dipatok senilai Rp14.840 per dolar AS. Dengan demikian, nilai tukar mata uang Garuda melemah 0,49% dari posisi Rp14.767 per dolar AS.
Melansir Bloomberg, analis melihat mata uang ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini berpotensi menembus Rp15.000 per dolar AS, terlemah sejak krisis keuangan Asia 1998. Pelemahan rupiah ini dikarenakan defisit perdagangan dan ketergantungan impor minyak.
Faktor inilah yang membuat nilai tukar rupiah rentan terhadap aksi jual negara berkembang yang disulut oleh gejolak keuangan di Turki dan Argentina. Investor pun melihat Bank Indonesia akan mengetatkan dosis kebijakan moneternya dalam waktu dekat.
“Rp15.000 per dolar AS merupakan level psikologis berikutnya yang kemungkinan ditembus. Investor akan melihat bank sentral kembali menaikkan suku bunganya dalam waktu dekat,” ujar Chief Operating Officer Rakuten Securities, Nick Twidale, seperti dikutip pada Selasa (4/9/2018).
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah anjlok lebih dari 6% dalam tiga bulan terakhir, meskipun BI telah mengintervensi dalam pasar uang maupun oblligasi guna meredam aksi jual. Otoritas moneter juga telah menaikkan suku bunga acuannya sekitar 1,25 basis poin.
BI 7-day (Reverse) Repo Rate mengalami kenaikan pertama dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada 17 Mei 2018 dari 4,25% menjadi 4,50%. Suku bunga terus mengalami kenaikan hingga akhirnya pada 15 Agustus 2018 menjadi 5,50%.
“Defisit perdagangan dan ketergantungan Indonesia pada impor minyak telah memukul rupiah,” tutur Stephen Innes, Head of Trading for Asia Pacific Oanda Corp.
Sementara, Ekonom RHB Banking Group memproyeksi rupiah akan kembali di kisaran level Rp14.500 pada akhir tahun karena keberhasilan upaya BI menghentikan aksi jual. Beberapa langkah untuk menahan pelemahan rupiah juga cukup bagus.
“Seperti mengurangi defisit fiskal dan neraca berjalan, akan membantu mengurangi tekanan dalam rupiah,” ujarnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.