RENSTRA KEMENKEU 2020-2024

Revisi Paket UU Perpajakan Masuk Renstra 2020-2024, Ini Penjelasannya

Muhamad Wildan | Jumat, 03 Juli 2020 | 11:24 WIB
Revisi Paket UU Perpajakan Masuk Renstra 2020-2024, Ini Penjelasannya

Ilustrasi. Gedung Kemenkeu. (Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Revisi paket undang-undang (UU) perpajakan menjadi bagian dari 19 rancangan payung hukum yang masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2020-2024. Revisi paket UU perpajakan itu gagal direvisi pada periode 2015-2019.

Beberapa UU yang masuk dan direncanakan untuk direvisi pada 2020—2024 antara lain UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), UU Kepabeanan, dan UU Cukai. UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan berganti menjadi UU Pajak atas Barang dan Jasa.

Selain itu, RUU Omnibus Law Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian juga masuk dalam Renstra Kemenkeu 2020—2024. RUU Omnibus Law dan RUU Bea Meterai ditargetkan selesai pada 2020.

Baca Juga:
Kata Dirjen Pajak soal DPP Nilai Lain dan PPN Besaran Tertentu

“Diusulkan 19 Rancangan Undang-Undang yang menjadi bidang tugas dan yang terkait dengan bidang tugas Kementerian Keuangan untuk ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2020-2024,” tulis Kemenkeu dalam Renstra 2020-2024 yang tertuang dalam PMK 77/2020.

RUU Bea Meterai yang baru nantinya diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan bea meterai dan memperluas basis data yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan analisis dan komparasi data dengan jenis pajak lain. Data tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak lainnya.

Kemudian, RUU Omnibus Law Perpajakan ditujukan untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatkan kepastian hukum, dan mendorong minat warga negara asing (WNA) untuk bekerja di Indonesia sehingga dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi peningkatan kualitas SDM Indonesia.

Baca Juga:
Cek Ketentuan DPP Nilai Lain dalam UU PPN, Unduh di Sini!

Urgensi pembentukan RUU Omnibus Law Perpajakan juga digunakan untuk mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak serta menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri.

RUU KUP difokuskan untuk menciptakan kepatuhan perpajakan sebagai kelanjutan dari kebijakan setelah tax amnesty. Hal ini berguna untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan melalui penerapan prinsip pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang mudah, murah, cepat, berbasis teknologi dan informasi.

Adapun urgensi penyusunan RUU PPh yang baru adalah untuk meningkatkan sumber penerimaan negara yang lebih sustainable melalui perluasan tax base dan peningkatan kepatuhan pajak serta pemajakan atas transaksi di lintas yurisdiksi.

Baca Juga:
Masa Pelaporan SPT Tahunan Dimulai, DJP Sudah Terima 45.554 SPT

Hal tersebut berpotensi pula untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan iklim berusaha melalui peraturan perpajakan yang lebih sederhana, adil, dan berkepastian hukum.

Perubahan yang besar tampak pada revisi UU PPN atau RUU Pajak atas Barang dan Jasa. RUU tersebut dibentuk dalam rangka meningkatkan kepatuhan PPN serta memperluas basis pajak PPN. Dengan basis yang meluas, potensi penerimaan disebut akan meningkat sehingga belanja APBN dapat lebih dipenuhi dari pajak.

Perluasan tax base tersebut rencananya dilakukan dengan menata ulang seluruh perlakuan pajak atas barang dan jasa dengan lebih membatasi pemberian fasilitas. Batasan pengusaha kena pajak (PKP) juga akan diatur ulang pada RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa ini.

Baca Juga:
PPN 12% Hanya Untuk Barang Mewah, Potensi Pajak Cuma Rp3,2 Triliun

Perubahan yang besar juga tampak pada rencana revisi UU PBB. RUU PBB yang diusung dalam Renstra Kemenkeu 2020-2024 berencana untuk meningkatkan basis pajak dan fleksibilitas tarif sembari mentransformasi sistem pemungutan.

Sistem pemungutan PBB yang official assessment akan diubah menjadi self assessment. Tujuan dari perubahan sistem ini adalah agar negara bisa memperoleh penerimaan lebih awal tanpa menunggu ketetapan dari otoritas pajak.

Kemudian, perubahan yang besar juga pada RUU Cukai. Paradigma cukai akan dipertegas sehingga peranan cukai dalam mengontrol konsumsi objek-objek tertentu tidak terbatas pada sin tax, tetapi juga control tax atau driving tax. Sanksi administrasi juga lebih diutamakan daripada sanksi pidana.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tergolong Mewah yang Kena PPnBM?

Sementara itu, untuk RUU Kepabeanan difokuskan untuk meningkatkan devisa negara melalui peningkatan investasi serta ekspor dengan memberikan fasilitas kepabeanan yang semakin mendukung dunia bisnis. Perlindungan UMKM juga menjadi bagian dari urgensi revisi UU ini.

Urgensi pembentukan RUU ini juga termasuk untuk menciptakan revitalisasi, simplifikasi, dan modernisasi mekanisme di bidang ekspor. Langkah ini untuk mendorong dan menunjang kelancaran arus barang ekspor, meningkatkan pelayanan berbasis IT, serta pertukaran data.

Revisi UU Kepabeanan juga ditujukan untuk memperkuat pengawasan. Pengawasan yang dimaksud adalah pencegahan, penegasan fungsi intelijen, penguatan kewenangan audit dan penguatan kewenangan penyidikan. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 08 Januari 2025 | 09:57 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kata Dirjen Pajak soal DPP Nilai Lain dan PPN Besaran Tertentu

Selasa, 07 Januari 2025 | 13:01 WIB PUBLIKASI DDTC

Cek Ketentuan DPP Nilai Lain dalam UU PPN, Unduh di Sini!

Selasa, 07 Januari 2025 | 10:30 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Masa Pelaporan SPT Tahunan Dimulai, DJP Sudah Terima 45.554 SPT

Jumat, 03 Januari 2025 | 15:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

PPN 12% Hanya Untuk Barang Mewah, Potensi Pajak Cuma Rp3,2 Triliun

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu