JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (4/5), media ramai memberitakan batalnya rencana pajak progresif pertanahan. Pemerintah menunda kebijakan tersebut dengan alasan industri properti masih tertekan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan kajian atas pajak progresif atas tanah menganggur dan terlantar sebenarnya tak mengalami kendala. Hanya saja pemerintah harus mempertimbangkan rencana beleid ini dengan kondisi ekonomi dan sektor properti.
Penundaan beleid ini juga berlaku atas rencana pajak progresif di sektor properti yakni atas apartemen yang tidak disewakan atau ditempati, serta apartemen yang tidak laku terjual.
Berita lainnya dari capaian penerimaan bea cukai hingga 28 April 2017 dan penggunaan big data untuk menopang penerimaan pajak. Berikut ulasan selengkapnya:
Ditjen Bea Cukai mencatat realisasi penerimaan bea cukai hingga 28 April 2017 mencapai Rp29,4 triliun atau 15,37% dari target dalam APBN 2017. Capaian itu turun 0,68% dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebsar Rp29,6 triliun. Namun hasil ini jauh lebih baik dibanding realisasi 31 Maret 2017 yang turun 7,25%. Pos penerimaan yang tumbuh menggembirakan adalah bea keluar, yang lonjakannya didorong oleh naiknya harga komoditas.
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak Iwan Djuniardi mengataan Big Data merupakan inti dari proses transformasi teknologi perpajakan saat ini. Salah satu indikator keberhasilannya yaitu dimulainya metode scrum, dan agile serta environment dev ops.
Menurutnya, metode ini terbukti cukup efektif dalam pengembangan aplikasi tax amnesty yang bisa selesai dalam waktu relatif singkat. Dari sisi business intelligence, Ditjen Pajak juga mengmbangan data virtualisasi dan deep analytic dengan menggunakan teknologi Big Data, sehingga proses data analisa lebih cepat dan akurat.
Raksasa teknologi Amerika Serikat (AS) merupakan perusahaan yang paling royal membagikan keuntungannya. Perusahaan yang dirintis mendiang Steve Jobs ini tercatat sebagai perusahaan pemberi dividen terbesar di dunia yang mencapai US$13,22 miliar atau setara Rp175,83 triliun. Nilai ini meningkat 10,5% dibanding tahun sebelumnya. Jumlah tersebut melampaui besaran dividen perusahaan minyak asal Texas AS, Exxon Mobil Corporation.
Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mengklaim pertumbuhan kinerja penerimaan pajak hingga April 2017 di kisaran 19% hingga 20%. Namun, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal enggan memberi angka pasti dengan alasan data penerimaan pajak per akhir April 2017 belum final. Sebelumnya, penerimaan pajak per kuartal I 2017 mencapai Rp222,2 triliun, naik 18% year on year (yoy). Pendorong utamanya adalah PPh Non Migas Rp122 triliun, naik 14,9% dan PPh Migas yang tumbuh 78% menjadi Rp11,8 triliun. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.