BERITA PAJAK HARI INI

Redaksional SP2DK Segera Diubah, DJP Hindari Kesan Menakut-Nakuti

Redaksi DDTCNews | Kamis, 11 Mei 2023 | 09:03 WIB
Redaksional SP2DK Segera Diubah, DJP Hindari Kesan Menakut-Nakuti

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) segera mengubah desain dan redaksional dari surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) yang dikirimkan kepada wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (11/5/2023).

Redesain SP2DK ini sejalan dengan janji yang pernah disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menkeu menilai penyampaian informasi melalui SP2DK perlu diubah untuk menghindari persepsi negatif dari wajib pajak.

"Untuk SP2DK ini dikeluhkan. Kalau dapat amplop coklat dari DJP itu mengerikan. Jadi, kami minta DJP memperbaiki engagement dengan wajib pajak sehingga tidak menimbulkan trauma," tutur Sri Mulyani di hadapan Komisi XI DPR beberapa waktu lalu.

Baca Juga:
Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) DJP Dwi Astuti menyampaikan perubahan desain dan redaksional SP2DK memang perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya kesalahpahaman antara fiskus dan wajib pajak. Tak cuma itu, perubahan tersebut juga bertujuan mengurangi kesan menakut-nakuti dari penyampaian SP2DK.

"Rencana perubahan redaksi dan tampilan pada SP2DK ini agar tidak berkesan menakut-nakuti dan menimbulkan kesalahpahaman wajib pajak saat ini masih dalam proses penyusunan ulang dan akan diberitahukan segera," katanya.

Selain mengenai redesain SP2DK, ada pula ulasan mnegenai revisi ketentuan tentang meterai elektronik, percepatan proses restitusi, serta update tentang reformasi pajak.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Berikut ulasan berita selengkapnya.

SP2DK Lebih untuk Klarifikasi

Perubahan desain dan redaksional SP2DK diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan pajak secara manusiawi. Sri Mulyani menyampaikan SP2DK sendiri lebih kepada klarifikasi kepada wajib pajak. Sementara dorongan untuk memenuhi kewajiban perpajakan, ujarnya, tetap bisa dilakukan dengan cara-cara dan pendekatan yang manusiawi.

Merujuk pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2022, SP2DK adalah surat yang diterbitkan oleh KPP kepada wajib pajak untuk pelaksanaan P2DK.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Sementara itu, P2DK adalah permintaan penjelasan kepada wajib pajak berdasarkan penelitian kepatuhan material yang mengindikasikan adanya kewajiban pajak yang belum dipenuhi.

Sepanjang 2022, terdapat 1,02 juta wajib pajak yang dilakukan pengawasan oleh DJP. Adapun tambahan penerimaan dari kegiatan pengawasan 2022 mencapai Rp36,62 triliun.

Regulasi Meterai Elektronik Direvisi

DJP memperbarui ketentuan tentang tata cara pemungutan bea meterai dalam hal terjadi kegagalan pada sistem meterai elektronik. Ketentuan diperbarui lewat Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-2/PJ/2023 yang mengubah PER-26/PJ/2021.

Baca Juga:
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Merujuk pada bagian pertimbangan, disebutkan bahwa Perum Peruri selaku pihak yang ditugasi untuk membuat dan mendistribusikan meterai elektronik sedang melakukan penyempurnaan sistem. Akibat adanya penyempurnaan sistem tersebut, pemungut bea meterai perlu melakukan penyesuaian agar dapat terintegrasi dengan sistem meterai elektronik.

Secara terperinci, beleid baru ini juga menguraikan jenis-jenis dari kegagalan sistem dalam pemungutan bea meterai elektronik.

Restitusi Pajak Kini Cuma 15 Hari Kerja

Mulai 9 Mei 2023, DJP mempercepat proses restitusi bagi wajib pajak orang pribadi, dari semula selama 12 bulan menjadi tinggal 15 hari kerja saja.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Kemudahan tersebut diberikan khusus kepada wajib pajak orang pribadi yang mengajukan restitusi PPh orang pribadi sesuai Pasal 17B dan 17D UU KUP dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta.

DJP menyampaikan proses restitusi akan dilakukan secara less intervention dan less face to face antara petugas pajak dan wajib pajak untuk lebih menjamin akuntabilitas dan menghindari penyalahgunaan kewenangan.

Reformasi Pajak Optimalkan Penerimaan Negara

Sri Mulyani memberikan respons atas laporan terbaru World Bank yang menyatakan Indonesia perlu mengoptimalkan penerimaan agar negara memiliki ruang yang lebih besar dalam membantu kelompok miskin dan rentan.

Baca Juga:
World Bank: Pemeriksaan DJP Belum Efektif dalam Lacak Pengelakan Pajak

Sri Mulyani menjelaskan pemerintah selama ini telah melakukan berbagai langkah reformasi untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Harapannya, kinerja penerimaan negara bisa meningkat secara berkesinambungan.

"Reformasi belum selesai, bahkan ketika kita sudah melewati proses legislasi. Ini baru permulaan," katanya.

Sri Mulyani menuturkan perbaikan untuk optimalisasi penerimaan telah dimulai sejak puluhan tahun lalu dan terus berlanjut hingga kini.

Baca Juga:
Fokusnya ke Restitusi, Pemeriksaan Tak Optimal Lacak Pengelakan Pajak

Tagihan Penjualan Agunan Dipersamakan dengan Faktur Pajak

Dalam ketentuan terbaru, PMK 41/2023, pemerintah menetapkan bahwa penyerahan agunan yang diambil alih (AYDA) dari kreditur (lembaga pembiayaan) kepada pembeli agunan dikenai PPN. Karenanya, dalam kreditur wajib membuat faktur pajak atas penyerahan agunan.

Namun, perlu diketahui bahwa tagihan atas penjualan agunan atau dokumen lain yang sejenis sebenarnya diperlakukan sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak. Tetapi, ada syaratnya.

Tagihan atau dokumen penyerahan agunan baru bisa dipersamakan apabila memuat beberapa hal, yakni pertama, nomor dan tanggal dokumen. Kedua, nama dan NPWP kreditur (lembaga pembiayaan).

Ketiga, nama dan NPWP atau NIK debitur (penerima pinjaman). Keempat, nama dan NPPWP atau NIK pembeli agunan. Kelima, uraian barang kena pajak (misalnya, perincian luas tanah). Keenam, dasar pengenaan pajak. Ketujuh, jumlah PPN yang dipungut. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra