UU HPP

PPh Badan Batal Turun ke 20% Dampak dari Konsensus Global

Muhamad Wildan | Selasa, 16 November 2021 | 07:30 WIB
PPh Badan Batal Turun ke 20% Dampak dari Konsensus Global

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Dibatalkannya penurunan tarif PPh badan dari 22% ke 20% pada tahun depan merupakan dampak langsung dari tercapainya kesepakatan atas pajak korporasi minimum global.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan tercapainya kesepakatan pajak minimum global dengan tarif 15% menghilangkan tekanan bagi yurisdiksi untuk berlomba-lomba menurunkan tarif pajak.

"Indonesia bisa tidak ikut-ikut race to the bottom, itu impactnya langsung terasa di UU HPP. Kita tidak lanjut ke 20%, berhenti di 22%," ujar Mekar, Senin (15/11/2021).

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Dengan income inclusion rule dan undertaxed payment rule atau IIR dan UTPR, Mekar memastikan korporasi multinasional akan dikenai pajak minimal sebesar 15% ke manapun perusahaan multinasional menggeser labanya.

Dengan demikian, dorongan bagi setiap yurisdiksi baik yang maju maupun yang berkembang akan hilang.

Bila melihat jumlah tambahan penerimaan pajak berkat pajak korporasi minimum global, Mekar mengatakan negara-negara maju tempat perusahaan multinasional berlokasi memang akan lebih diuntungkan dengan adanya ketentuan ini.

Baca Juga:
Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

Meski demikian, Indonesia masih memiliki peluang di masa yang akan datang untuk mendapatkan tambahan penerimaan pajak dari proposal Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) tersebut.

"Kita saat ini banyak unicorn yang bisa berkembang ke depan, perusahaan tambang kita, dan perusahaan sawit kita juga sudah mulai banyak yang merambah juga dalam posisi regionalnya. Itu bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk Pilar 2 menjadi sumber penerimaan ke depan," ujar Mekar. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Jumat, 20 Desember 2024 | 17:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Jumat, 20 Desember 2024 | 14:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?