Laman muka dokumen PMK 154/2023.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan PMK 154/2023 mengenai penundaan atau pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai.
Ketentuan penundaan atau pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai selama ini masih diatur secara terpisah yakni PMK 122/2017 dan PMK 116/2008. PMK 154/2023 diterbitkan untuk mencabut dan menggantikan PMK 122/2017 serta PMK 116/2008.
"Untuk optimalisasi penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai, serta memberikan kemudahan dalam pembayaran utang bea masuk, bea keluar, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda, PMK 122/2017 dan PMK 116/2008 perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan PMK 154/2023, dikutip pada Jumat (5/1/2024).
Pasal 2 PMK 154/2023 menyatakan dirjen bea dan cukai dapat memberikan persetujuan penundaan atau pengangsuran terhadap utang kepabeanan atau pengangsuran terhadap utang cukai.
Utang yang dapat diberikan penundaan atau pengangsuran ini merupakan utang yang timbul dari surat penetapan; surat tagihan; Keputusan dirjen mengenai keberatan; atau putusan badan peradilan pajak.
Penundaan atau pengangsuran tidak dapat diberikan dalam hal utang sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum.
Upaya administratif atau upaya hukum itu meliputi keberatan sebagaimana dimaksud dalam UU Kepabeanan dan UU Cukai; banding sebagaimana dimaksud dalam UU Kepabeanan dan UU Cukai; pembetulan surat penetapan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menurut Pasal 92A ayat (1) UU Kepabeanan; atau pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menurut Pasal 40A ayat (1) UU Cukai.
Penundaan atau pengangsuran utang kepabeanan dapat diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan pihak yang terutang dalam membayar utang. Sementara itu, pengangsuran utang cukai dapat diberikan kepada pihak yang terutang, yang merupakan pengusaha pabrik yang mengalami kesulitan keuangan atau keadaan kahar.
Pihak yang terutang dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran kepada dirjen bea dan cukai melalui kepala kantor bea dan cukai. Permohonan ini diajukan dalam jangka waktu paling lambat sebelum surat paksa diberitahukan oleh juru sita bea dan cukai kepada pihak yang terutang.
Permohonan juga harus memenuhi 2 ketentuan. Pertama, ditandatangani oleh pihak yang terutang.
Kedua, dilampiri dengan surat penetapan, surat tagihan, keputusan dirjen mengenai keberatan, atau putusan badan peradilan pajak; laporan keuangan periode berjalan dan laporan keuangan tahun sebelumnya, atau catatan sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai; catatan keuangan; dan surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh pihak yang terutang, dalam hal permohonan bukan diajukan oleh pihak yang terutang.
Dalam hal permohonan diajukan karena pihak yang terutang mengalami keadaan kahar, juga harus melampirkan surat keterangan dari instansi berwenang yang menyatakan telah terjadi keadaan kahar.
Nantinya, kepala kantor bea dan cukai akan melakukan penelitian terhadap permohonan penundaan atau pengangsuran tersebut. Penelitian ini meliputi kelengkapan surat permohonan; jangka waktu permohonan; pemenuhan syarat utang tidak sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum; kredibilitas pihak yang terutang; kondisi keuangan pihak yang terutang; dan keadaan kahar.
Kepala kantor bea dan cukai atas nama dirjen bea dan cukai akan memberikan persetujuan penundaan atau pengangsuran; atau penolakan penundaan atau pengangsuran, terhadap permohonan penundaan atau pengangsuran paling lama 10 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
Dalam hal permohonan penundaan atau pengangsuran telah mendapatkan persetujuan, pihak yang terutang harus menyerahkan jaminan bank; jaminan dari perusahaan asuransi; jaminan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; jaminan dari lembaga penjamin; jaminan perusahaan (corporate guarantee); atau jaminan aset berwujud.
Besaran nilai jaminan yang diserahkan paling sedikit sebesar utang yang diajukan penundaan ditambah bunga, dalam hal diberikan persetujuan penundaan; atau paling sedikit sebesar 25% dari utang yang diajukan pengangsuran ditambah bunga, dalam hal diberikan persetujuan pengangsuran.
Jaminan memiliki masa penjaminan paling singkat selama jangka waktu penundaan atau pengangsuran ditambah 30 hari.
Penundaan atau pengangsuran diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 bulan terhitung sejak tanggal keputusan dirjen mengenai persetujuan penundaan atau keputusan dirjen mengenai persetujuan pengangsuran ditetapkan. Penundaan atau pengangsuran ini dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan dan bagian bulan dihitung 1 bulan penuh.
Dalam hal keputusan dirjen mengenai persetujuan penundaan atau keputusan dirjen mengenai persetujuan pengangsuran diterbitkan setelah jatuh tempo pembayaran, utang yang tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan diterbitkannya keputusan dirjen mengenai persetujuan penundaan atau keputusan dirjen mengenai persetujuan pengangsuran dan bagian dari bulan dihitung 1 bulan penuh.
"Bunga ... dikenakan secara kumulatif untuk paling lama 24 bulan," bunyi Pasal 12 ayat (4) PMK 154/2023.
Pada saat PMK 154/2023 ini mulai berlaku, permohonan penundaan atau pengangsuran yang telah diajukan dan belum mendapat keputusan sebelum berlakunya PMK ini dan penyelesaian atas penundaan atau pengangsuran yang telah mendapat persetujuan sebelum berlakunya PMK ini, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PMK 116/2008 dan PMK 122/2017.
Pada saat PMK 154/2023 ini mulai berlaku berlaku, PMK 116/2008 dan PMK 122/2017 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. PMK 154 ini mulai berlaku setelah 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 28 Desember 2023 atau mulai 26 Februari 2024. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.