JAKARTA, DDTCNews – Program pengampunan pajak atau tax amnesty memang sudah berakhir 31 Maret 2017. Tetapi nyatanya program ini masih meninggalkan persoalan besar. Kabar tersebut mewarnai media nasional pagi ini, Rabu (15/11).
Salah satu yang kini mencuat adalah peserta amnesti pajak mengaku kesulitan mendapatkan surat keterangan bebas (SKB) pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan dari pengalihan hak atas aset yang diberikan fasilitas pengampunan pajak. Padahal, batas akhir penerbitan SKB PPh adalah akhir tahun 2017 ini. Tanpa dokumen tersebut, peserta tax amnesty bisa dikenakan pajak final atas aset yang dilaporkan dalam amnesti pajak.
Beberapa sumber yang enggan disebut namanya menyatakan petugas pajak acap kali menolak memberikan SKB PPh dengan berbagai alasan. Antara lain, adanya syarat pembuktian transaksi segitiga atas penjual pertama atau pemilik awal aset dilaporkan. Lalu, ada pula syarat nominee termasuk pembuktian pemilik atau si peserta amnesti pajak.
Padahal syarat ini tidak ada di undang-undang maupun peraturan menteri keuangan tentang amnesti pajak. Dan peserta amnesti pajak dimintai kuasa jual. Tapi meski sudah dipenuhi, tetap ditolak dengan alasan lain.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Yon Arsal memastikan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tak bisa menolak memberikan SKB PPh sepanjang seluruh syarat terpenuhi.
Menurut Yon, para peserta amnesti pajak tak perlu khawatir. Jika pemohonan SKB ditolak tahun ini, bisa dipenuhi tahun depan. Dia menambahkan, “Jika wajib pajak tidak diterima sekarang, tahun depan dia restitusi, sama saja”.
Berita lainnya adalah mengenai pajak e-commerce. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Pajak untuk E-Commerce yang Tergolong UMKM Diminta Serendah Mungkin
Dewan Penasihat Asosiasi E-Commerce Indonesia Daniel Tumiwa menyarankan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebaiknya menetapkan pajak untuk e-commerce yang bergerak di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih rendah dari e-commerce yang lain. Seperti diketahui, aturan pajak untuk bisnis jual-beli online atau e-commerce ditargetkan pemerintah rampung sebelum akhir tahun 2017. Daniel mengungkapkan pendekatan berbeda untuk pengenaan pajak perlu diberlakukan kepada pelaku UMKM di Indonesia. Hal ini bertujuan agar pemain-pemain kecil tidak merasa berat untuk membayar pajak dari usaha yang masih dirintis dan memperbanyak jumlah wajib pajak, sehingga semua pelaku usaha hingga UMKM sekalipun bisa terdata. Adapun dengan keikutsertaan mereka sebagai wajib pajak, akan memudahkan pendataan bila kelak pemerintah mau memberikan bantuan untuk pengembangan usahanya.
- Bapenda Sulsel Optimistis Penuhi Target Pajak Kendaraan Rp1,1 Triliun
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulsel optimistis mampu memenuhi target penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang menembus Rp1,1 triliun. Target pajak kendaraan di Sulsel mengalami penambahan Rp50 miliar pada APBD perubahan. Adapun pada APBD pokok, target PKB Sulsel mulanya sebesar Rp1,05 triliun. "Target penerimaan PKB Sulsel mengalami penambahan Rp50 miliar. Tapi, kita tetap yakin bisa memenuhi target (Rp1,1 triliun) dengan berbagai upaya yang sekarang digalakkan," katanya. Hingga September tahun ini alias triwulan III-2017, Bapenda Sulsel telah menghimpun PKB sebesar Rp767,37 miliar. Tercatat pertumbuhan sebesar 2,66% atau setara Rp19,86 miliar bila dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Diketahui September 2016, PKB Sulsel tercatat sebesar Rp747,51 miliar. Tautoto melanjutkan pertumbuhan pajak kendaraan di Sulsel juga berbanding lurus Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang naik 10,38% atau setara Rp38,44 miliar. Hingga triwulan III-2017, Bapenda Sulsel mencatat PBBKB menembus Rp408,84 miliar. Jumlah itu meningkatkan signifikan dibandingkan capaian periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp370,4 miliar. Peningkatan juga dialami penerimaan Pajak Air Permukaan (PAP) dan Pajak Rokok. Bapenda Sulsel merilis PAP Sulsel hingga September 2017 bertumbuh 15,71% menjadi Rp63,9 miliar atau terjadi penambahan pendapatan sebesar Rp8,67 miliar. Sedangkan Pajak Rokok naik 15,36% menjadi Rp317,59 miliar pada triwulan III-2017.
- Diperiksa terkait Kasus Reklamasi, Kepala BPRD Dicecar 115 Pertanyaan
Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Edi Sumantri telah diperiksa polisi sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek reklamasi Teluk Jakarta, pada Selasa (14/11). Dalam pemeriksaan yang belum tuntas tersebut, Edi dicecar 115 pertanyaan oleh penyidik terkait kasus reklamasi. Kasubdit Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, AKBP Sutarmo mengatakan penyidik menanyakan beberapa pertanyaan soal kewenangannya BPRD dalam menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) reklamasi Pulau C dan D. Terkait berapa pertanyaan yang dilontarkan penyidik, ia menjawab kurang lebih ada 115 pertanyaan. Namun, pemeriksaan terhadap Edi tidak selesai, karena ada rapat yang harus dihadirinya. Penentuan nilai NJOP pertama senilai Rp3,1 juta tersebut ditetapkan berdasarkan penilaian independen yang dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Setelah penentuan NJOP pertama, NJOP tahun-tahun berikutnya akan ditetapkan BPRD Jakarta karena sudah terbentuk harga pasar.
- Cegah Beneficial Ownership Ganda, Perusahaan Tambang Wajib Cantumkan Dokumen Ini
Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan pasca-program tax amnesty, pemerintah ingin mengakses seluruh data perpajakan dan harta kekayaan masyarakat. Khususnya untuk perusahaan tambang, Jonan mengatakan pihaknya meminta para pejabat perusahaan tambang ini juga mendukung rencana pemerintah terkait keterbukaan pajak. Terkait kepemilikan saham di perusahaan tambang, semua perusahaan harus dimiliki oleh perorangan, tidak boleh mengatasnamakan Badan. “Kalau beneficial owner harus orang, tidak bisa badan usaha,” tegas Jonan. Jonan mengaku, upaya ini penting dilakukan agar kepemilikan saham industri tambang memiliki kejelasan. Dengan begitu, tidak menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara dan mampu mencegah korupsi, penghindaran pajak, pembiayaan terosisme, dan praktik pencucian uang. Untuk mencegah hal tersebut, beberapa waktu yang lalu, Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral. Permen ESDM tersebut bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan iklim investasi di sektor ESDM. (Amu)