PERPU CIPTA KERJA

Perpu 2/2022 Ubah Aturan Outsourcing dan Penetapan UMP, Seperti Apa?

Redaksi DDTCNews | Jumat, 06 Januari 2023 | 13:00 WIB
Perpu 2/2022 Ubah Aturan Outsourcing dan Penetapan UMP, Seperti Apa?

Pekerja melintas saat jam pulang kerja di Kawasan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menurut Mahkamah Konstitusi (MK) menimbulkan polemik khususnya soal cuti dan waktu libur pekerja. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebutkan setidaknya ada 2 substansi pokok yang berubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) 2/2022 tentang Cipta Kerja. Beleid ini, ujarnya, merupakan penyempurnaan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Kendati menuai pro dan kontra, Ida menegaskan bahwa penerbitan Perpu 2/2022 merupakan bukti komitmen pelindungan pemerintah terhadap tenaga kerja dan memastikan keberlangsungan usaha.

"Adapun substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam perpu ini antara lain, pertama, ketentuan alih daya atau outsourcing," ujar Ida dalam keterangannya, Jumat (6/1/2023).

Baca Juga:
Kendala NIK Tidak Valid di Coretax DJP, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Ida mengingatkan, UU Cipta Kerja awalnya tidak mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan. Dengan begitu, pelaksanaan alih daya alias outsourcing bisa dilakukan untuk semua jenis pekerjaan dalam suatu proses produksi.

Sementara itu, Pasal 64 Perpu 2/2022 kini mengatur jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan. Beleid ini memastikan bahwa alih daya dibatasi hanya dapat dilakukan untuk sebagian pelaksanaan pekerjaan yang akan ditetapkan oleh pemerintah. Nantinya, jenis-jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

"Dengan adanya pengaturan ini, maka tidak semua jenis pekerjaan dapat diserahkan kepada perusahaan outsourcing," kata Ida.

Baca Juga:
DJP Beri Imbauan Soal Bukti Potong PPh dan Surat Teguran di Coretax

Substansi perubahan kedua yang diusung Perpu 2/2022, ujar Ida, adalah penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minum (Pasal 88c, Pasal 88D, dan Pasal 88F). Melalui Perpu 2/2022, upah minimum kini dihitung dengan memasukkan 3 variabel, yakni pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

"Pada perpu ini ditegaskan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi (UMP). Gubernur juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi dari UMP," kata Ida.

Perpu 22/2022 juga memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda jika terjadi keadaan tertentu.

Baca Juga:
Ketentuan Tarif PPh Pasal 21 Pasca Tarif Efektif Rata-Rata (TER)

Ketentuan ini merupakan ketentuan baru yang dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bagi pemerintah guna mengatasi keadaan tertentu yang berdampak pada kelangsungan pekerja dan usaha. Keadaan tertntu yang dimaksud antara lain bencana yang ditetapkan oleh presiden, serta kondisi luar biasa lainnya.

Selain 2 substansi pokok di atas, ada 3 lagi perubahan substantial tentang ketenagakerjaan yang diatur dalam Perpu 2/2022. Pertama, penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Kedua, penegasan mengenai struktur dan skala upah sebagai pedoman untuk menetapkan upah bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih.

Ketiga, perbaikan rujukan ayat dalam Pasal 84 terkait dengan penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh. Kemudian ada juga Pasal 46D terkait dengan manfaat program jaminan kehilangan pekerjaan. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 05 Februari 2025 | 14:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Kendala NIK Tidak Valid di Coretax DJP, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Rabu, 05 Februari 2025 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP Beri Imbauan Soal Bukti Potong PPh dan Surat Teguran di Coretax

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:39 WIB KELAS PPH PASAL 21 (6)

Ketentuan Tarif PPh Pasal 21 Pasca Tarif Efektif Rata-Rata (TER)

BERITA PILIHAN
Kamis, 06 Februari 2025 | 13:00 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Simpanan Dana ASR oleh SKK Migas di 5 Bank BUMN Tembus Rp46 Triliun

Kamis, 06 Februari 2025 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pemerintah Targetkan Initial Memorandum OECD Rampung Maret 2025

Kamis, 06 Februari 2025 | 12:00 WIB KOTA TARAKAN

Banyak Pengusaha Tak Patuh, Setoran Pajak Sarang Burung Walet Rendah

Kamis, 06 Februari 2025 | 11:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Cicilan Rumah atau KPR? Ingat, Harus Dimasukkan ke SPT Tahunan

Kamis, 06 Februari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

Tarif 9 Jenis Pajak Daerah yang Ditetapkan Pemkab Kutai Kartanegara

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:30 WIB BELGIA

Uni Eropa Siapkan Retaliasi atas Kebijakan Bea Masuk Trump

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:29 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

100 Hari Prabowo, Sri Mulyani Sebut Bea Cukai Lakukan 6.187 Penindakan

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ayo Pahami Lagi Makna ‘Benar-Lengkap-Jelas’ dalam Laporan SPT Tahunan

Kamis, 06 Februari 2025 | 09:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ekonomi 2024 Tumbuh 5,03 Persen, Sri Mulyani Beberkan Peran APBN

Kamis, 06 Februari 2025 | 08:55 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pakai NPWP 9990000000999000, Bupot Tak Ter-Prepopulated ke SPT Tahunan