Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Senin (28/9/2020). (Foto: Youtube DPR)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menghitung proyeksi kebutuhan dana untuk menanggung biaya sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil (UMK), seperti yang diatur RUU omnibus law Cipta Kerja.
Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto mengatakan total kebutuhan dana sertifikasi halal UMK ditanggung pemerintah mencapai Rp12,6 triliun. Dia memperhitungkan data UMK yang menurut Badan Pusat Statistik sebanyak 3,7 juta dikalikan rata-rata biaya sertifikasi halal Rp3,4 juta.
"Kalau usaha kecil tarifnya Rp0, bukan berarti tidak ada biaya karena tetap ada proses pemeriksaan halal. Akan ada biaya yang keluar, dan ini yang ditanggung negara," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Senin (28/9/2020).
Ketentuan mengenai sertifikasi halal itu telah tertuang dalam RUU Cipta Kerja bab perizinan usaha. RUU menetapkan biaya sertifikasi halal pada UMK adalah gratis karena ditanggung pemerintah.
Andin mengatakan Kemenkeu masih akan menghitung potensi perubahan kebutuhan anggaran untuk menyertifikasi halal para UMKM, dan memastikan kesiapan anggarannya.
Di sisi lain, Andin juga melihat ada potensi surplus penerimaan dalam sertifikasi halal dari perusahaan menengah besar, yang dikenai biaya Rp5 juta. Jumlah perusahaan menengah besar itu sekitar 66.200 usaha.
Ia memperkirakan ada kelebihan dana Rp331 miliar yang dapat digunakan untuk menyubsidi sertifikasi halal UMK. "Masih terjadi gap, dan ini yang harus kami pikirkan," ujarnya.
Menurut Andin ketentuan detail mengenai tarif sertifikasi halal nantinya akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK) yang akan diterbitkan setelah RUU Cipta Kerja diundangkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menetapkan tarif berupa kisaran, sehingga memberikan fleksibilitas bagi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menentukan tarif dengan mempertimbangkan situasi yang dinamis.
Meski demikian, Andin menilai masalah sertifikasi halal bukan hanya soal biaya. Menurutnya kapasitas penerbitan sertifikasi oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) juga sangat terbatas, yakni sekitar 156.000 per tahun.
Penghitungan ini berdasarkan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), dengan auditor halal saat ini sebanyak 1.200 orang.
Dengan perhitungan ini, Andin memperkirakan perlu waktu setidaknya 23,7 tahun untuk menyertifikasi UMK. Dalam rentang durasi yang lama tersebut, dia khawatir terjadi persaingan yang tidak sehat antar-UKM.
"Bagi yang mendapat sertifikasi duluan, akan mendapat nilai tambah. Tapi yang bagi belum [tersertifikasi], bisa merasa dirugikan karena dapat dianggap tidak halal. Saat ada dua produk yang sama, pasti yang diambil [konsumen] yang sudah ada labelnya dulu," imbuhnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.