Berita Pajak Sepekan.
JAKARTA, DDTCNews - Topik terkait dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) makin hangat diperbincangkan publik akhir-akhir ini. Wajar, periode pelaksanaan kebijakan tersebut bakal berakhir pada 30 Juni 2022. Artinya, wajib pajak cuma punya waktu tersisa kurang dari 20 hari untuk mengungkapkan harta yang selama ini belum terlaporkan dengan baik.
Seiring dengan makin dekatnya deadline PPS, Ditjen Pajak (DJP) juga terus mengingatkan wajib pajak untuk memanfaatkan peluang ini. Salah satunya caranya, mengirim email berisi imbauan mengikuti PPS kepada jutaan wajib pajak. Email yang dikirim bahkan lengkap dengan daftar harta yang dimiliki wajib pajak. Ingat, otoritas punya akses yang luas atas data dan informasi keuangan wajib pajak.
Soal email berisi daftar harta ini, otoritas meminta wajib pajak agar tidak khawatir. Melalui email, DJP 'hanya' bermaksud meminta konfirmasi kepemilikan harta. Wajib pajak diminta membaca konten email dan daftar harta dengan saksama.
“Mungkin Kawan Pajak yang menerima email serupa, berupa konfirmasi data, jangan khawatir dulu. Jangan takut dulu. Baca email-nya dan lihat apa yang dikonfirmasikan,” ujar Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Mohammed Lintang.
Misalnya, ada email yang mencantumkan data kepemilikan properti. Wajib pajak perlu mengecek kebenaran data tersebut, termasuk tentang nilai harta yang dicantumkan.
Setelah itu, wajib pajak dapat melakukan konfirmasi dengan menghubungi petugas pajak yang ada di kantor pelayanan pajak (KPP). Dengan menghubungi petugas KPP, wajib pajak juga bisa meminta sekaligus memastikan detail data dari DJP.
Lantas apa langkah selanjutnya? Baca artikel lengkapnya di Dapat Email Berisi Daftar Harta? DJP Imbau Wajib Pajak Lakukan Ini.
Kemudian, ada pemberitaan tentang pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). DJP dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) kini tengah melakukan validasi NIK dan NPWP. Tujuannya, mengeliminasi adanya NPWP ganda hingga kesalahan data NIK.
Setelah validasi, otoritas akan memulai transisi penggunaan NIK sebagai NPWP. Pada masa transisi ini, wajib pajak orang pribadi dapat secara sukarela melakukan aktivasi NIK sebagai NPWP.
Pada saat yang bersamaan, DJP dapat melakukan aktivasi NIK secara jabatan bila diketahui wajib pajak sudah memiliki kewajiban perpajakan. "Ketika validasinya selesai, kita akan rencanakan [penggunaan NIK sebagai NPWP]," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.
Artikel lengkapnya, baca Jelang Penggunaan NIK sebagai NPWP, Ditjen Pajak Lakukan Validasi Data.
Selain kedua topik di atas, ada topik-topik lain yang juga menjadi perhatian pembaca. Berikut ini adalah 5 artikel populer DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan:
1. WP Dapat Email Imbauan PPS Tanpa Ada Data Harta? Begini Kata DJP
Ternyata, tidak semua email imbauan PPS yang dikirimkan dilengkapi dengan data harta atau utang milik wajib pajak. Melalui akun Twitter, DJP menyebutkan bahwa email yang berisi imbauan mengikuti PPS tanpa informasi dan data harta juga dikirim kepada seluruh wajib pajak.
"Jika email yang dimaksud berisi imbauan secara umum tentang PPS tanpa mencantumkan data seperti harta/utang, email tersebut memang ditujukan ke seluruh wajib pajak untuk mengingatkan bahwa program ini hanya akan berlangsung hingga 30 Juni 2022," cuit akun Kring Pajak.
Dengan begitu, wajib pajak tidak perlu khawatir. Jika memang ada kepemilikan harta yang belum dilaporkan dengan benar melalui SPT Tahunan, wajib pajak bisa memanfaatkan PPS.
2. Aktivasi NIK Sebagai NPWP Ketika Sudah Punya Penghasilan, Ini Kata DJP
Dirjen Pajak Suryo Utomo menyampaikan NIK akan memiliki fungsi sebagai NPWP dan wajib pajak tak perlu memperoleh NPWP ketika mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Jika sudah memiliki kewajiban perpajakan maka NIK wajib pajak bersangkutan akan diaktivasi.
Apabila seseorang belum memiliki kewajiban perpajakan maka aktivasi NIK atas orang tersebut tidak dilakukan. "Nanti waktu sudah mulai mempunyai penghasilan reguler, diaktivasi NIK itu sebagai NPWP," ujar Suryo.
3. Wajib Pajak Peserta PPS Bisa Cabut SPPH, Begini Ketentuannya
Wajib pajak peserta PPS masih berkesempatan untuk membatalkan keikutsertaannya dalam program tersebut.
Merujuk pada Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 196/2021, wajib pajak dapat mencabut surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) paling lambat pada 30 Juni 2022.
"Pencabutan SPPH ... dapat dilakukan dalam jangka waktu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan standar waktu Indonesia Barat," bunyi Pasal 12 ayat (3) PMK 196/2021.
Surat keterangan baru yang diterbitkan oleh DJP berlaku sebagai tanda bukti pencabutan SPPH dan wajib pajak dianggap tidak melakukan pengungkapan harta bersih. Wajib pajak yang mencabut SPPH-nya tidak bisa lagi menyampaikan SPPH.
4. Mayoritas Harta yang Diungkap WP Peserta PPS Berupa Kas dan Setara Kas
DJP mencatat mayoritas harta yang diungkapkan oleh wajib pajak peserta PPS berupa kas dan setara kas.
Total harta yang diungkapkan peserta PPS mencapai Rp144,2 triliun hingga 9 Juni 2022. Dari jumlah itu, sekitar 81,3% merupakan harta berupa kas dan setara kas.
Dengan demikian, total harta kas dan setara kas yang diungkapkan wajib pajak melalui PPS kurang lebih senilai Rp117,2 triliun. Sementara itu, harta non-kas yang diungkapkan peserta PPS mencapai Rp27 triliun.
5. Bawa Barang dari Luar Negeri, Penumpang Harus Isi Customs Declaration
Ditjen Bea Cukai (DJBC) kembali mengingatkan masyarakat mengenai ketentuan pengisian customs declaration seiring dengan makin ramainya kegiatan perjalanan wisata ke luar negeri.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan customs declaration merupakan pemberitahuan pabean atas barang impor yang dibawa penumpang atau awak sarana pengangkut.
Menurutnya, setiap penumpang dari luar negeri harus mematuhi ketentuan pemberitahuan pabean, termasuk mengenai customs declaration. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.