Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen pajak menerbitkan peraturan baru tentang pembuatan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan penyampaian SPT Masa PPh unifikasi yang berlaku mulai masa pajak Januari 2022. Terbitnya beleid tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (10/1/2022).
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Dirjen Pajak No. PER-24/PJ/2021. Dengan terbitnya beleid ini, PER-23/PJ/2020 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Otoritas ingin memberikan kemudahan dan kepastian hukum melalui PER-24/PJ/2021.
“Untuk memberikan ruang penyesuaian atas kode objek pajak penghasilan serta untuk lebih memberikan kemudahan, kepastian hukum, dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak …, perlu menganti peraturan [PER-23/PJ/2020],” bunyi penggalan pertimbangan dalam PER-24/PJ/2021.
Pemotong/pemungut PPh harus membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut. Mereka harus melaporkan kepada Ditjen Pajak (DJP) menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) unifikasi.
Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh pemotong/pemungut pph sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut.
Selain mengenai bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan penyampaian SPT Masa PPh unifikasi, ada pula bahasan terkait dengan program pengungkapan sukarela (PPS). Kemudian, ada pula bahasan tentang pemungutan PPN produk digital.
SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam satu masa pajak.
SPT Masa PPh unifikasi meliputi beberapa jenis PPh, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi berbentuk dokumen elektronik yang dibuat dan dilaporkan melalui aplikasi e-bupot unifikasi. Dalam peraturan terdahulu, yakni PER-23/PJ/2020, masih ada formulir kertas. (DDTCNews)
Berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 2 ayat (5), pemotong/pemungut PPh dapat melakukan pembetulan atau pembatalan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi. Pemotong/pemungut PPh juga dapat membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi tambahan.
“Pemotong/pemungut PPh … dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa PPh unifikasi yang telah disampaikan, untuk 1 atau beberapa jenis PPh di dalamnya,” bunyi penggalan Pasal 2 ayat (6) beleid yang ditetapkan Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 28 Desember 2021 tersebut. (DDTCNews)
Sesuai ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak No. PER-24/PJ/2021, bukti pemotongan/pemungutan unifikasi tidak perlu dibuat dalam hal tidak terdapat pemotongan atau pemungutan PPh.
Namun, meskipun tidak terdapat pemotongan atau pemungutan PPh, ada beberapa kondisi yang tetap memerlukan pembuatan bukti pemotongan/pemungutan. Simak ‘Jika 6 Ini Hal Terjadi, Bukti Pot/Put Unifikasi Tetap Perlu Dibuat’. (DDTCNews)
Untuk mengikuti skema kebijakan II PPS, wajib pajak orang pribadi yang sedang diperiksa Ditjen Pajak (DJP) harus menunggu proses pemeriksaan selesai. Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Yudha Wijaya mengatakan setelah pemeriksaan selesai, wajib pajak bisa Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH).
"Ketika wajib pajak sedang diperiksa dan surat pemberitahuan pemeriksaan ini sudah diterima wajib pajak maka saat itu wajib pajak tidak bisa ikut PPS. Bila pemeriksaan sudah selesai, wajib pajak berkesempatan ikut PPS," katanya.
Hingga 8 Januari 2022, sebanyak 2.078 wajib pajak telah mengungkapkan harta. Adapun nilai harta bersih yang telah diungkap mencapai Rp1,04 triliun. Deklarasi harta dala, negeri mencapai Rp891,01 miliar. Total PPh dari pengungkapan tersebut senilai Rp125,20 miliar. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Hingga 31 Desember 2021, dirjen pajak telah menunjuk 94 pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital. Barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak (JKP) itu dijual kepada konsumen di dalam negeri.
Jumlah tersebut merupakan hasil penunjukkan, pembetulan, dan pencabutan yang dilakukan oleh dirjen pajak. Hingga 31 Desember 2021, 74 pemungut PPN telah menyetor PPN senilai Rp4,63 triliun. Dari jumlah itu, setoran pada 2020 senilai Rp731,4 miliar. Simak ‘94 Platform Digital Jadi Pemungut PPN PMSE, Ini Keterangan Resmi DJP’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) yang juga COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda menilai pemberian pajak pada industri aset kripto ataupun non-fungible token (NFT) dapat mendorong industri lebih berkembang.
Namun, menurutnya, pengenaan pajak sebaiknya tidak terlalu menyulitkan para trader dan investor karena industri tersebut masih baru. Aspakrindo telah mengajukan proposal ke Bappebti tentang pengenaan PPh final sebesar 0,05%. (Bisnis Indonesia)
Pemerintah mencatat realisasi pengembalian pembayaran atau restitusi pajak sepanjang 2021 mencapai Rp196,1 triliun, tumbuh 14% dari realisasi tahun sebelumnya.
"Restitusi pajak tahun 2021 sejumlah Rp196,10 triliun yang mengalami pertumbuhan sebesar 13,98% dari restitusi tahun 2020," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.