BERITA PAJAK HARI INI

Percaya Diri Dana Repatriasi Tidak Kabur, Ini Alasan BI

Kurniawan Agung Wicaksono | Jumat, 18 Januari 2019 | 08:01 WIB
Percaya Diri Dana Repatriasi Tidak Kabur, Ini Alasan BI

Ilustrasi BI. 

JAKARTA, DDTCNews – Bank Indonesia menilai imbal hasil yang ditawarkan instrumen investasi di pasar domestik lebih besar dibandingkan di luar negeri. Hal ini dinilai menjadi daya tarik pemilik dana repatriasi dalam kebijakan pengampunan pajak untuk tetap membenamkan investasi di dalam negeri.

Respons Bank Indonesia (BI) terhadap hampir berakhirnya holding period dana repatriasi dalam kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (18/1/2018).

Gubernur BI Perry Warjiyo mengaku tidak melihat adanya pembalikan dana repatriasi ke luar negeri. Apalagi, dana tersebut sudah dibenamkan di berbagai instrumen investasi dengan imbal hasil yang masih menarik dan prospek ekonomi Indonesia yang cukup baik.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

“Kami tidak melihat adanya risiko dana repatriasi itu akan ke luar negeri,” ujarnya bersamaan dengan dengan pengumuman penahanan suku bunga acuan (BI 7-days reverse repo rate) di level 6%.

Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti topik perlakuan perpajakan transaksi e-commerce dan pemajakan terhadap influencer seperti selebgram dan youtuber. Keputusan Menteri Keuangan untuk menghapus kewajiban menyerahkan NPWP dan NIK dinilai menghilangkan semangat kesetaraan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Dana Sekitar Rp140 Triliun di Berbagai Instrumen Investasi

BI mencatat dana repatriasi sekitar Rp140 triliun sudah dibenamkan di berbagai instrumen investasi seperti deposito, reksadana penyertaan terbatas (RDPT) dan aset keuangan lainnya. Berbagai instrumen investasi tersebut diklaim menawarkan imbal hasil yang lebih menarik dibandingkan instrumen di luar negeri.

“Apalagi pasar finansial domestik masih stabil. Perekonomian juga tumbuh sehat sehingga tidak ada alasan untuk membawa ke luar dana repatriasi,” kata Perry.

  • Dana di Sektor Riil Minim Pembalikan

Beberapa pengamat menilai dana repatriasi yang sudah dibenamkan di sektor riil sangat minim potensi pembalikan ke luar negeri. Hal ini dikarenakan dana tersebut akan berputar dalam jangka waktu yang relatif menengah—panjang, tidak seperti pasar uang dan saham.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong
  • Apindo Nilai Langkah Menkeu Tidak Adil

Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama menilai langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang akan mengecualikan penyerahan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) terhadap pedagang di e-commerce bertentangan dengan tujuan awal untuk memberikan kesetaraan dengan pedagang konvensional.

“Itu tidak fair,” tegasnya.

  • Sosialisasi ke Influencer Ditempuh DJP

Ditjen Pajak (DJP) menempuh upaya sosialisasi kepada influencer seperti selebgram dan youtuber terkait kewajiban perpajakannya. Hal ini dilakukan oleh masing-masing KPP. Tidak hanya memberikan sosialisasi, petugas KPP akan membimbing influencer hingga kewajiban perpajakannya tuntas dipenuhi.

Baca Juga:
Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah
  • Lartas Ekspor Ditinjau Ulang

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan upaya simplifikasi prosedur ditempuh dengan mengkaji ulang daftar komoditas yang termasuk dalam larangan terbatas (lartas) ekspor dan beberapa komoditas ekspor yang wajib laporan surveyor (LS).

  • Ruang Pengetatan Moneter Terbatas

Bersamaan dengan keputusan untuk menahan suku bunga acuan (BI 7-days reverse repo rate) di level 6%, BI mengungkapkan ruang pengetatan semakin terbatas. Hal ini berkaitan dengan posisi yang diambil The Fed yang mulai melunak dalam proses normalisasi kebijakan moneternya.

“Ya itulah mengapa suku bunga BI hampir mencapai puncaknya,” kata Perry. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja