BERITA PAJAK SEPEKAN

Pengajuan Permohonan Ulang Insentif PMK 9/2021 Jadi Topik Terpopuler

Ringkang Gumiwang | Sabtu, 13 Februari 2021 | 08:00 WIB
Pengajuan Permohonan Ulang Insentif PMK 9/2021 Jadi Topik Terpopuler

Sejumlah anggota Brimob melintas di dekat tulisan Pajak Kuat Indonesia Maju di Jakarta Pusat, Sabtu (19/12/2020). (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa)

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang ingin memanfaatkan insentif pajak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 9/2021 diharuskan untuk mengajukan permohonan ulang. Topik ini menjadi berita terpopuler sepanjang pekan ini, 8-12 Februari 2021.

Merujuk PMK 9/2021, insentif yang mengharuskan wajib pajak untuk mengajukan permohonan atau pemberitahuan ulang antara lain PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, diskon angsuran PPh Pasal 25, dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor.

Ditjen Pajak (DJP) saat ini sudah memperbarui aplikasi pengajuan permohonan atau pemberitahuan pemanfaatan insentif dalam PMK 9/2021 pada DJP Online. Bagi yang telah mengajukan permohonan sebelum 9 Februari, DJP mengimbau untuk mengajukan permohonan kembali.

Baca Juga:
Mengawal Pajak Minimum Global Sejak Awal

“Bagi wajib pajak yang telah melakukan permohonan insentif pajak Covid-19 PMK 9/2021 sebelum tanggal 9 Februari 2021, mohon mengajukan permohonan ulang melalui laman infokswp.pajak.go.id,” demikian bunyi notifikasi dari DJP.

Untuk diketahui, pemerintah melalui PMK 9/2021 memperpanjang enam jenis insentif pajak sampai dengan Juni 2021. Enam insentif pajak itu antara lain PPh Pasal 21 karyawan ditanggung pemerintah (DTP).

Kemudian, PPh final UMKM DTP, insentif PPh final Jasa Konstruksi, insentif PPh Pasal 22 Impor, diskon angsuran PPh Pasal 25, dan insentif PPN. Adapun pemerintah memperluas kriteria penerima insentif pajak tersebut. Berikut berita pajak pilihan lainnya sepanjang pekan ini:

Baca Juga:
Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Kemenkeu Ingatkan WP Soal Kewajiban Pelaporan Realisasi Insentif Pajak
Kementerian Keuangan meminta antusiasme wajib pajak memanfaatkan insentif pajak juga dibarengi dengan kedisiplinan dalam melaporkan realisasi pemanfaatan insentif kepada Ditjen Pajak.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan otoritas membuka pintu bagi wajib pajak untuk memanfaatkan insentif dalam PMK No. 9/2021. Meski begitu, pemanfaatan insentif harus diikuti dengan kepatuhan wajib pajak melaporkan realisasi pemanfaatan insentif.

Yon menyebutkan wajib pajak yang tidak melaporkan realisasi selama ini cukup banyak jumlahnya. Untuk itu, ia mengimbau wajib pajak untuk melaporkan realisasi insentif yang didapat pada tahun lalu, sebelum kembali memanfaatkan fasilitas hingga Juni 2021.

Baca Juga:
Senator Minta Penumpang Pesawat Kelas Ekonomi Tak Dipungut Travel Tax

Dear DJP.. Ini Lho Keluhan Pelaku Usaha Soal Perpanjangan Insentif
Para pelaku usaha di Indonesia ternyata masih menghadapi beberapa kendala untuk melanjutkan insentif pajak 2021 karena sosialisasi yang belum masif.

Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia Siddhi Widyaprathama mengatakan pelaku usaha memiliki banyak pertanyaan kepada Ditjen Pajak (DJP) terkait dengan implementasi PMK No. 9/2021.

Menurutnya, sebagian besar pelaku usaha mendapatkan kendala pada aspek administrasi saat mengajukan perpanjangan insentif. "Sudah banyak yang coba [ajukan permohonan perpanjangan insentif], tapi mereka responsnya kenapa belum bisa," katanya.

Baca Juga:
WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Dirjen Pajak Awasi Kepatuhan Pemanfaat Insentif PMK 9/2021
Dirjen pajak melakukan pengawasan dan pengujian kepatuhan terhadap wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak dalam PMK 9/2021.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 17 PMK 9/2021. Pengawasan dan pengujian kepatuhan terhadap wajib pajak yang memanfaatkan insentif dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

“Direktur jenderal pajak melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan, dan/atau pengujian kepatuhan terhadap wajib pajak yang memanfaatkan insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” bunyi Pasal 17.

Baca Juga:
Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Ketentuan tersebut tidak dijabarkan secara terperinci dalam PMK 9/2021. Namun, jika melihat skema yang berlaku untuk insentif serupa pada PMK 86/2020 – yang dimuat dalam SE-43/PJ/2020 – pengawasan dimulai ketika wajib pajak telah memanfaatkan insentif pajak.

DJP Sediakan Fitur Baru Pencarian Peraturan Perpajakan
Situs web Ditjen Pajak (DJP), www.pajak.go.id, memiliki fitur baru untuk pencarian peraturan perpajakan.

Selama ini ketika masyarakat ingin mendapatkan peraturan perpajakan, situs web DJP hanya menyediakan peraturan dalam format pdf. Selain itu, pencariannya dilakukan pada menu pencarian secara umum di situs web DJP.

Baca Juga:
Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

“Sekarang tidak lagi. Menu pencariannya ada pada kolom (field) khusus dan dapat dicari melalui tautan yang ada pada Belajar Pajak atau Peraturan,” jelas DJP dalam laman resminya.

Pencarian peraturan bisa difilter berdasarkan kategori peraturan, jenis peraturan, jenis dokumen, nomor, tanggal, dan tahun terbit peraturan.

Fitur baru ini, sambung DJP, merupakan implementasi salah satu program Rencana Strategis (Renstra) 2020—2024 DJP. Program itu adalah integrasi tax knowledge base (TKB) ke dalam situs web otoritas pajak.

Baca Juga:
Bebaskan BPHTB untuk MBR, Pemkot Sebut Dampaknya Tak Signifikan ke PAD

Ini Kata DJP Soal PMK Baru Pemungutan PPN Transaksi BUMN
Pemerintah berupaya memberikan kemudahan bagi BUMN dan anak usahanya dalam melakukan kewajiban sebagai pemungut PPN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan peraturan baru mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN.

Peraturan yang dimaksud adalah PMK 8/2021. Beleid yang diundangkan pada 29 Januari 2021 dan berlaku mulai 1 Februari 2021 ini menggantikan atau mencabut peraturan sebelumnya, yakni PMK 85/2012, PMK 136/2012, dan PMK 37/2015. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 04 Februari 2025 | 11:00 WIB PMK 136/2024

Mengawal Pajak Minimum Global Sejak Awal

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

BERITA PILIHAN
Selasa, 04 Februari 2025 | 17:39 WIB KELAS PPH PASAL 21 (6)

Ketentuan Tarif PPh Pasal 21 Pasca Tarif Efektif Rata-Rata (TER)

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:47 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Update Soal Bupot PPh dan Surat Teguran di Coretax

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:15 WIB PER-30/BC/2024

Bea Cukai Ubah Aturan Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari TPB

Selasa, 04 Februari 2025 | 16:00 WIB CORETAX DJP

DJP Terbitkan Buku Manual Modul SPT Masa PPh Unifikasi, Unduh di Sini

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:33 WIB OPINI PAJAK

Menjadikan Pajak sebagai Instrumen Alternatif Memberantas Korupsi

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Tagih Tunggakan Pajak 5,4 Juta Kendaraan, Begini Strategi Pemprov

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:00 WIB FOUNDER DDTC DARUSSALAM:

‘Pajak Tidak Boleh Dipungut secara Sewenang-wenang’

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ubah Data Alamat Wajib Pajak di Coretax DJP

Selasa, 04 Februari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Cegah Penerapan UTPR Pajak Minimum Global, AS Siapkan Skema Retaliasi